Sudah 5 Bulan Diberlakukan, Pemblokiran Internet Lumpuhkan Kashmir
Wilayah Kashmir yang dikelola India sejak 5 Agustus 2019 tidak mendapat layanan internet dan jaringan data seluler. India memblokir internet di wilayah itu sejak mereka mencabut status khusus wilayah Jammu dan Kashmir.
Oleh
MH SAMSUL HADI & ELOK DYAH MESSWATI
·5 menit baca
SRINAGAR, SENIN — Wilayah Kashmir yang dikelola India sejak 5 Agustus 2019 tidak mendapat layanan internet dan jaringan data seluler. Pemerintah India memblokir internet di wilayah itu sejak mereka mencabut status khusus Negara Bagian Jammu dan Kashmir pada tanggal tersebut. Jammu dan Kashmir, satu-satunya negara bagian di India berpenduduk mayoritas Muslim, kini dipecah menjadi dua wilayah, yakni Jammu dan Kashmir.
Akses terhadap internet, menurut Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 2016, merupakan hak asasi manusia. Namun, seperti yang juga terjadi di beberapa negara, seperti Filipina dan Yaman, New Delhi menyatakan bahwa keputusan memblokir di Kashmir diambil demi keselamatan warga dan keamanan nasional.
India mengatakan, pemutusan saluran komunikasi internet itu dilakukan untuk mencegah kerusuhan di Kashmir. Di wilayah ini, perlawanan kelompok bersenjata sejak 1989 telah menewaskan lebih dari 40.000 orang.
Wilayah Kashmir secara keseluruhan sama-sama diklaim oleh India dan Pakistan. Dua negara ini telah berperang sebanyak dua kali dalam isu Kashmir. Keduanya kini sama-sama mengelola sebagian wilayah berpemandangan indah di kawasan Himalaya tersebut.
Meski dari sisi keamanan keputusan India memblokir internet di Kashmir mungkin beralasan, tindakan itu menimbulkan dampak serius di wilayah tersebut. Menurut kamar dagang dan industri (Kadin) setempat, akibat pemblokiran internet, Kashmir harus menanggung kerugian lebih dari 2,4 miliar dollar AS atau sekitar Rp 32,8 triliun. Pihak yang paling terpukul adalah sektor-sektor yang bergantung pada internet, seperti e-dagang dan teknologi informasi.
”Mengelola dagang tanpa internet di dunia hari ini merupakan hal yang tak terbayangkan (bisa dilakukan),” ujar Abdul Majeed Mir, Wakil Presiden Kadin Kashmir. ”Ekonomi (wilayah ini) menderita kerugian yang tak bisa dipulihkan lagi,” lanjut Mir yang memperkirakan hilangnya hampir 500.000 pekerjaan akibat kebijakan pemblokiran internet.
Ekonomi (wilayah Kashmir) menderita kerugian yang tak bisa dipulihkan lagi.
Raman Jit Singh Chima, Direktur Kebijakan Asia pada lembaga pendukung hak akses digital, Access Now, pemblokiran internet di Kashmir berdampak pada semua hal, mulai dari hubungan antarpihak hingga akses pada layanan kesehatan. Kasus di Kashmir ini merupakan pemblokiran internet terlama di dunia di negara demokrasi.
”Menghukum seluruh populasi berdasarkan ucapan tentang ancaman kekerasan atau terorisme yang mungkin bisa terjadi adalah sesuatu yang luar biasa,” ujar Chima.
Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Informasi India tidak bersedia memberikan tanggapan terkait hal itu saat diminta komentar oleh wartawan Thomson Reuters Foundation. Pemerintah India belum mengumumkan kapan mereka akan memulihkan internet di Kashmir meski sudah ada tekanan dari PBB dan sejumlah kelompok masyarakat sipil.
Mahkamah Agung (MA) India pada Jumat (10/1/2020) memutuskan bahwa pemblokiran internet tanpa batas di Kashmir adalah tidak sah atau ilegal. MA menegur Pemerintah India yang memblokir komunikasi via internet sejak New Delhi mencabut status otonomi di wilayah Kashmir yang mayoritas berpenduduk Muslim pada Agustus 2019.
MA menyatakan, pemblokiran internet tanpa batas di Kashmir tersebut telah melanggar aturan telekomunikasi India. MA pun memerintahkan pihak berwenang untuk meninjau semua pembatasan internet di Kashmir dalam waktu sepekan. ”Kebebasan akses internet adalah hak dasar,” kata Hakim Agung NV Ramana.
Mahkamah Agung (MA) India memutuskan bahwa pemblokiran internet tanpa batas di Kashmir adalah tidak sah melanggar aturan telekomunikasi India.
Pemerintah Perdana Menteri Narendra Modi, yang berhaluan nasionalis, sering memblokir internet sebagai upaya meredam perbedaan pendapat di kalangan warga negara-negara bagian yang bermasalah. Bulan lalu, Pemerintah India juga memblokir internet di beberapa bagian ibu kota dan wilayah di Negara Bagian Assam dan Uttar Pradesh di wilayah utara sebagai respons atas unjuk rasa warga memprotes undang-undang kewarganegaraan baru yang dinilai mendiskriminasi warga Muslim di negara itu.
Menurut Access Now, pemblokiran internet di Kashmir telah berlangsung selama lebih dari 150 hari. Hal ini merupakan pemblokiran internet terlama dalam demokrasi. Pemerintah India berargumen bahwa pemblokiran internet di Kashmir itu penting untuk menjaga ketenangan wilayah yang terus bergolak tersebut.
Biaya besar
Menurut laporan situs web Top10VPN, pemblokiran internet yang terdokumentasi di India pada 2019 berlangsung selama lebih dari 4.000 jam dan menelan biaya 1,3 miliar dollar AS.
Kashmir memang menjadi lebih tenang sejak ada pemblokiran internet. Namun, situasinya tidak nyaman. Internet kemudian dipulihkan di rumah sakit-rumah sakit, dua minggu lalu, dan beberapa koneksi ponsel pun bisa berfungsi.
Pemblokiran internet sangat mengganggu kehidupan jutaan orang. Kebijakan itu berdampak pada semua hal, mulai dari penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi-perguruan tinggi hingga usaha-usaha bisnis yang terganggu saat harus melaporkan pajak.
MA juga berpendapat bahwa pemblokiran internet berdampak pada kebebasan pers yang merupakan bagian dari kebebasan berbicara dan berekspresi. ”Pengadilan juga mengatakan bahwa kebebasan pers juga terpengaruh oleh pemblokiran internet tersebut,” kata Vrinda Grover, pengacara yang mewakili para pembuat petisi, termasuk wartawan dan anggota masyarakat sipil.
Pemblokiran internet di Kashmir oleh Pemerintah India adalah bentuk penyalahgunaan kekuasaan.
Grover menyebut pemblokiran internet oleh Pemerintah India adalah bentuk penyalahgunaan kekuasaan.
Danish, seorang dosen di Universitas Kashmir yang enggan menyebut nama lengkapnya, menuturkan bahwa tanpa layanan internet, dirinya terpaksa kerap bepergian ke Banihal, sekitar 110 kilometer tenggara Srinagar, hanya untuk mendapatkan sambungan internet. Di Banihal, terdapat ratusan warnet yang didirikan pemerintah. Namun, karena penggunanya membeludak, harus mengantre dalam waktu cukup lama untuk menggunakan layanan internet itu.
”Saya mungkin harus pindah ke kota lain, tetapi tidak bisa karena profesor pembimbing saya tinggal di Kashmir. Bagaimana saya bisa mengirim surel dengannya jika tidak ada sambungan internet?” kata Danish.
Tanpa internet, sejumlah warga setempat mengungkapkan, mereka mungkin harus berpindah pekerjaan-pekerjaan manual, seperti pada proyek-proyek konstruksi. Salah satu sektor yang paling terpukul akibat pemblokiran internet di Kashmir adalah pariwisata, tulang punggung ekonomi wilayah itu.
Setiap tahun, warga dari penjuru India berbondong-bondong mengunjungi Kashmir untuk menikmati pegunungan berselimut salju atau pemandangan Danau Dal yang menakjubkan. Menurut Bashir Ahmad Sultani, Presiden Asosiasi Shikara (Perahu) Kashmir, kini tak ada lagi pekerjaan bagi lebih dari 4.000 orang pengemudi perahu yang melayani wisatawan.
Pemblokiran internet menjadi pukulan bagi para pengusaha jasa tur wisata, pengelola hotel, dan para tukang setempat. Kebijakan tersebut telah melumpuhkan wilayah Kashmir. (REUTERS/AP/THOMPSON REUTERS FOUNDATION)