Cegah Pelayanan Publik Terganggu Selama Pandemi Covid-19, Akselerasi Layanan secara Daring
Di tengah pandemi Covid-19, sejumlah instansi pemerintah mampu mengoptimalkan pemanfaatan teknologi agar pelayanan publik tak terganggu. Transformasi ke arah digital itu perlu diakselerasi ke instansi lainnya.
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah pandemi Covid-19, sejumlah instansi pemerintah mampu mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi agar pelayanan publik tak terganggu. Transformasi ke arah digital itu perlu diakselerasi ke instansi lainnya. Untuk itu, dibutuhkan dorongan dan dukungan dari pimpinan instansi pemerintahan. Selain itu, penguatan infrastruktur guna memastikan berjalannya pelayanan berbasis teknologi.
Salah satu instansi yang telah mengoptimalkan pemanfaatan teknologi pasca-diharuskannya aparatur sipil negara (ASN) bekerja dari rumah akibat pandemi Covid-19, 17 Maret 2020, adalah Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) DKI Jakarta.
Kepala DPM-PTSP DKI Jakarta Benni Agus Candra, saat dihubungi, Senin (13/4/2020), mengatakan, sehari setelah kebijakan bekerja dari rumah itu keluar, pihaknya langsung mengoptimalkan layanan perizinan dan non-perizinan secara daring melalui http://jakevo.jakarta.go.id serta layanan obrolan langsung (live chat) dan panggilan video (video call) untuk penyampaian keluhan melalui laman http://pelayanan.jakarta.go.id.
Melalui layanan daring itu, pengajuan perizinan dan non-perizinan tetap bisa diproses. Berdasarkan catatan DPM-PTSP DKI, mulai 19 Maret hingga 9 April 2020, ada 42.711 permohonan yang telah diproses. Dari jumlah tersebut, 34.427 izin atau non-izin diterbitkan, 8.014 permohonan ditolak, dan 270 permohonan masih diproses.
Baca juga: Jaga Pelayanan Publik meski Kerja dari Rumah
Sebagian besar permohonan yang ditolak karena persyaratan perizinan atau non-perizinan belum lengkap. Ada pula permohonan masih dalam proses karena memerlukan peninjauan lapangan. Dia menyebut, selama masa pandemi Covid-19, peninjauan lapangan terpaksa ditunda.
”Namun, kami sedang mengembangkan inovasi dengan Kementerian ATR/BPN (Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional) sehingga ke depan memungkinkan dalam penelitian administrasi dan penelitian teknis perizinan atau non-perizinan tanpa menggunakan peninjauan lapangan, tetapi memanfaatkan peta pertanahan,” ujar Benni.
Di kota-kota lain, seperti Semarang di Jawa Tengah, Surabaya dan Banyuwangi di Jawa Timur, serta Yogyakarta, dinas kependudukan dan pencatatan sipil telah mengoptimalkan pemanfaatan teknologi untuk melayani dokumen kependudukan. Banyak di antaranya menggunakan Whatsapp, tetapi tak sedikit yang menciptakan aplikasi sendiri untuk pengurusan dokumen-dokumen tersebut.
Di Surabaya, Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surabaya Agus Imam Sonhaji mengatakan, dokumen yang bisa diurus secara daring antara lain pembuatan akta kelahiran, akta kematian, akta perkawinan, dan akta perceraian. Permohonan penggantian KTP-el yang rusak juga bisa dilakukan karena tidak perlu melakukan perekaman data ulang. Total pemohon melalui daring bisa mencapai 348 orang per hari. Dengan pemanfaatan teknologi, petugas tetap dapat melayani sekalipun harus bekerja dari rumah. Apabila dokumen sudah jadi, pemohon tinggal mengambilnya di kelurahan.
Baca juga: Presiden Jokowi: Saatnya Kerja dari Rumah
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan, selain dokumen kependudukan, pengurusan perizinan juga dapat melalui daring. Menurut dia, pelayanan publik tidak boleh berhenti pada masa pandemi Covid-19. Sistem secara daring yang telah dibuat pun akan lebih dimaksimalkan guna mencegah penyebaran Covid-19.
Begitu pula di Banyuwangi. ”Kami membuka dua layanan pengurusan administrasi kependudukan melalui pesan singkat Whatsapp dan situs web Smartkampung,” kata Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Banyuwangi Djuang Pribadi.
Berkas persyaratan untuk pengurusan dokumen kependudukan bisa difoto dan dikirimkan melalui Whatsapp. Kemudian, untuk memverifikasi identitas pemohon, pemohon tinggal melakukan swafoto dengan kartu identitasnya. Selanjutnya, jika dokumen sudah jadi, pemohon akan dihubungi. Saat ini, jumlah pemohon secara daring berkisar 150-250 pemohon per hari.
Ahmad Suudi (30), warga Kecamatan Gladag, Banyuwangi, termasuk yang memperoleh manfaat dari tetap berlangsungnya pelayanan publik itu. ”KTP saya hilang. Saya sempat mengurus saat mal pelayanan publik masih buka dan beroperasi normal sebelum ada pandemi. Namun, saat sudah jadi, mal justru tutup. Beruntung petugas mengirimkan KTP saya melalui kantor desa,” ujarnya.
Baca juga: Agar Negara Tetap Ada Saat Covid-19
Di Semarang, akibat ditutupnya pelayanan tatap muka karena pandemi Covid-19, publik memanfaatkan pelayanan secara daring. Dari pantauan statistik, hingga Senin malam, terdapat peningkatan layanan daring untuk pembuatan dokumen kependudukan. Pembuatan akta kelahiran, misalnya, meningkat dari semula 320 pendaftar pada Februari 2020 menjadi 1.142 pendaftar pada Maret 2020. Pada April 2020, hingga tanggal 13, mencapai 1.129 pendaftar.
Kepala Bidang Pencatatan Sipil Dispendukcapil Kota Semarang Meta Natalie menuturkan, pelayanan daring di Kota Semarang sudah ada sejak 2016. Namun, ketika itu hanya untuk akta kelahiran dan kematian. Kini, warga bisa membuka semua jenis layanan.
Whatsapp untuk pengurusan dokumen kependudukan juga digunakan di Kota Yogyakarta, selain melalui aplikasi Jogja Smart Service. Meski demikian, masih ada sejumlah tahapan yang harus dilakukan pemohon di kantor disdukcapil, seperti penyerahan dokumen perubahan ataupun pengambilan dokumen tertentu.
Untuk ini, menurut Kepala Bidang Pelayanan dan Kependudukan, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta, Bram Prasetyo, protokol pencegahan Covid-19 diterapkan. Jumlah pemohon yang diundang ke kantor, misalnya, dibatasi.
Transformasi digital
Anggota Ombudsman RI (ORI), Alamsyah Saragih, menyampaikan, di tengah pandemi Covid-19 ini, semua instansi pemerintah, khususnya yang tugas pokok dan fungsinya memberikan pelayanan publik, harus mampu mentransformasikan pelayanan ke arah digital atau daring. Dengan begitu, pelayanan publik tak kendur sekalipun ada pemberlakuan sistem bekerja dari rumah bagi ASN.
”Percepatan teknologi di daerah dibutuhkan agar semakin memudahkan masyarakat. Masyarakat tak lagi bolak-balik kantor dinas, hemat ongkos, waktu, dan biaya,” katanya.
Percepatan teknologi di daerah dibutuhkan agar semakin memudahkan masyarakat. Masyarakat tak lagi bolak-balik kantor dinas, hemat ongkos, waktu, dan biaya.
Pada 3 April lalu, ORI pun telah bersurat ke Presiden Joko Widodo agar pemerintah segera menerbitkan petunjuk teknis pemberian pelayanan publik dengan menggunakan teknologi digital guna mengantisipasi potensi penurunan drastis kinerja pelayanan.
”Harus ada instruksi yang jelas ke setiap instansi pemerintah di pusat ataupun daerah sekaligus jaminan infrastruktur untuk penggunaan teknologi informasi dalam pelayanan publik. Kalau tidak, nanti jadi masalah dan lambat pelayanan kepada masyarakatnya,” tutur Alamsyah.
Baca juga: Teknologi Informasi Dukung Reformasi Pemerintahan
Menurut Guru Besar Ilmu Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Erwan Agus Purwanto, dibutuhkan komitmen untuk tetap memberikan pelayanan publik yang optimal sekalipun di tengah pandemi Covid-19. Tak hanya itu, kreativitas dari setiap kepala instansi pemerintah dan aparatur sipil negara juga dituntut agar pelayanan tetap bisa diberikan di tengah keterbatasan.
Inovasi itu bisa dimulai dari hal yang sederhana. Pendaftaran pelayanan bisa melalui daring atau pesan Whatsapp dengan menunjukkan foto kartu tanda penduduk elektronik. Kemudian, dinas terkait bisa memberdayakan ojek daring untuk pengantaran dokumen.
”Jadi, pengojek ini tetap dapat penghasilan dengan membantu pemerintah dalam memberikan pelayanan. Warga pun terbantu dengan proses yang lebih cepat. Justru dalam situasi krisis ini menjadi blessing in disguise (berkah tersembunyi). Pemerintah bisa kreatif dan lebih responsif dalam memberikan pelayanan,” ucap Erwan.
Komitmen tersebut, menurut Deputi Bidang Pelayanan Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB) Diah Natalisa, terutama dari pimpinan instansi pemerintahan, seperti kepala daerah, menteri, atau kepala lembaga.
Baca juga: 534 Instansi Dinilai Kurang Efisien Terapkan Teknologi Informasi
Mereka diharapkan membuka ruang bagi pimpinan unit-unit di bawahnya agar tidak takut berinovasi. ”Pimpinan instansi harus memberikan dukungan, baik dalam bentuk pendanaan maupun penghargaan lain yang bentuknya bukan uang,” ujarnya.
Kemenpan dan RB juga turut mendorong lahirnya inovasi itu, khususnya agar pelayanan tetap berjalan sekalipun di tengah keterbatasan akibat pandemi. Di antaranya, mereplikasi inovasi yang bagus untuk bisa diterapkan di instansi pemerintah lainnya. Hal lainnya, memberikan penghargaan.
Saat ini, Kemenpan dan RB tengah menginventarisasi instansi pemerintah yang berhasil mengeluarkan inovasi pelayanan publik di tengah pandemi. Setelah pandemi tuntas, inovator terbaik akan mendapat penghargaan. Jika inovator itu dari pemda, pemda bakal memperoleh tambahan dana insentif dari pusat.
Keamanan data
Sementara itu, keamanan data pengguna menjadi kunci layanan publik yang diberikan lewat berbagai platform digital.
Pakar teknologi yang juga salah seorang tokoh pendiri Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Teddy Affan Purwadi, menyampaikan, hal pertama yang penting diperhatikan sehubungan dengan inovasi digital dalam layananan publik ialah keamanan pengguna. Ini berhubungan dengan data setiap penduduk sejak lahir yang merupakan milik pribadi, tetapi dipelihara, dijaga, dan dilindungi pemerintah bersama pemangku kepentingan.
Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang tengah digodok dan juga Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia merupakan sebagian bentuk upaya. Tanggung jawab sejumlah pemangku kepentingan diatur di dalamnya, termasuk bagaimana penggunaan data tersebut diatur berdasarkan tingkatan pengamanannya.
”Kalau kredensial kita utuh dengan (data) genom, itu ada level (tingkatan) sekuritinya yang boleh digunkaan di tiap-tiap aplikasi. Apalagi di zaman yang maunya diakui sebagai industri 4.0,” sebut Teddy.
Baca juga: RUU Perlindungan Data Pribadi Cakup Tiga Substansi Penting
Contoh lain, kemungkinan menandatangani sejumlah dokumen resmi lewat tanda tangan elektronik. Di sisi lain, tanda tangan ”basah” yang dianggap sebagai dokumen otentik tetap harus disimpan. Data ini mestilah disimpan negara dengan tanggung jawab penuh. (SYA/GER/DIT/EGI/NCA/IGA/INK)