DK PBB untuk pertama kali menghasilkan empat resolusi jarak jauh terkait dengan Korut, misi perdamaian di Darfur, Somalia, dan perlindungan bagi pasukan penjaga perdamaian PBB.
Oleh
Elok Dyah Messwati
·3 menit baca
NEW YORK, SELASA — Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Senin (30/3/2020) waktu New York, Amerika Serikat, dengan suara bulat mengadopsi empat resolusi. Lima belas anggotanya mengambil kesepakatan untuk pertama kalinya melalui e-mail karena pertemuan terhalang pandemi Covid-19.
Para anggota Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) memutuskan untuk mempertahankan pasukan misi perdamaian di wilayah Darfur di Sudan sampai akhir Mei 2020 dan mempertahankan misi politik PBB di Somalia hingga 30 Juni 2020.
DK PBB juga memperpanjang mandat panel pakar PBB yang memantau sanksi terhadap Korea Utara hingga 30 April 2021. Selain itu, mereka menekankan pentingnya mendukung operasi penjaga perdamaian PBB.
Para anggota DK PBB ini menggelar pertemuan melalui video karena pandemi Covid-19 sedang melanda kota New York yang menjadi kantor pusat PBB sehingga anggota DK PBB tidak mungkin untuk bertemu secara langsung.
Pertemuan DK PBB terakhir di New York pada 12 Maret 2020 lalu saat DK PBB memutuskan untuk memperluas mandat misi penjaga perdamaian PBB di Sudan selatan dan menyambut perkembangan yang mendorong perdamaian.
Memperpanjang
Sebuah resolusi yang didorong Inggris dan Jerman adalah memperpanjang masa tugas pasukan penjaga perdamaian gabungan PBB-Uni Afrika di Darfur yang dikenal sebagai UNAMID hingga 31 Mei 2020. DK PBB juga akan mengirimkan pasukan penjaga perdamaian lanjutan UNAMID pada saat yang sama.
Konflik Darfur dimulai pada 2003 ketika etnis Afrika memberontak, menuduh Pemerintah Sudan yang didominasi Arab melakukan diskriminasi. Khartoum dituduh melakukan pembalasan dengan mempersenjatai suku-suku nomaden Arab lokal dan membunuh warga sipil. Namun, tuduhan itu dibantah.
Dalam beberapa tahun terakhir, sebagai hasil dari kampanye militer pemerintah yang sukses, pemberontakan di Darfur telah berhasil dikurangi menjadi satu faksi pemberontak.
Ada tekanan, termasuk dari pemerintahan Presiden AS Donald Trump, untuk mengurangi pasukan UNAMID sebagai tanggapan atas berkurangnya pertempuran dan kondisi keamanan. Pasukan ini dibentuk pada 2007 dan merupakan salah satu operasi termahal PBB, dengan 15.845 personel militer dan 3.403 polisi pada Juni 2016.
Pada Juli 2018, DK PBB memutuskan mengurangi jumlah pasukan dengan target untuk mengakhiri misi pada 30 Juni 2020. Namun, kemudian terjadi aksi protes di jalanan yang dilakukan gerakan prodemokrasi yang dimulai pada akhir 2018.
Akibat gerakan prodemokrasi itu, Presiden Sudan Omar al-Bashir tergusur tahun lalu, kemudian memunculkan pemerintahan transisi bersama militer-sipil. Ini yang menyebabkan penundaan untuk mengakhiri misi perdamaian.
Pada Januari, UNAMID memiliki lebih dari 4.300 personel militer, lebih dari 2.100 polisi internasional, dan sekitar 1.500 staf sipil. Resolusi yang diadopsi pada Senin kemarin akan mempertahankan kekuatan itu selama dua bulan.
Mengganti UNAMID
Usulan resolusi DK PBB pada awal bulan ini akan menggantikan UNAMID dengan misi politik dan pembangunan perdamaian PBB yang tujuan utamanya untuk mendukung transisi Sudan menuju demokrasi, termasuk dalam menyusun konstitusi baru dan mempersiapkan pemilihan umum. Namun, usulan itu masih dapat diubah sebelum DK PBB membuat keputusan akhir tentang UNAMID dan misi lanjutan pada akhir Mei 2020.
China yang memimpin DK PBB pada rotasi Maret 2020 mensponsori resolusi yang diadopsi dengan suara bulat. Resolusi ini menekankan ”peran penting penjaga perdamaian PBB” dalam mencapai kondisi untuk stabilitas dan perdamaian abadi.
Negara-negara yang menjadi lokasi penerjunan pasukan penjaga perdamaian PBB juga diminta untuk memastikan kebebasan pasukan ini untuk bergerak.
Pasukan penjaga perdamaian PBB saat ini memiliki lebih dari 100.000 personel lapangan, termasuk militer, polisi, dan warga sipil dari lebih dari 120 negara yang dikerahkan dalam 13 misi aktif di tiga benua. Indonesia termasuk negara yang mengirim pasukan untuk misi ini.
Resolusi DK PBB tersebut juga mengekspresikan keprihatinan yang dalam terkait dengan adanya ancaman keamanan dan serangan yang ditargetkan terhadap pasukan penjaga perdamaian di banyak misi.
DK PBB juga mengecam semua kekerasan dan pembunuhan personel penjaga perdamaian serta meminta dilakukan penyelidikan segera dan penuntutan terhadap mereka yang bertanggung jawab atas serangan terhadap pasukan penjaga perdamaian tersebut.(AP/AFP)