Kejaksaan Tinggi DKI Didesak Bebaskan Alwi dan Ade
›
Kejaksaan Tinggi DKI Didesak...
Iklan
Kejaksaan Tinggi DKI Didesak Bebaskan Alwi dan Ade
Sejak putusan majelis hakim dibacakan, dua nelayan Dadap-Kamal yang menolak reklamasi Jakarta harus dibebaskan. Namun, nyatanya, Ade dan Alwi sampai saat ini masih mendekam di Rutan Cipinang.
Oleh
J Galuh Bimantara
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Tim penasihat hukum Muhammad Alwi, nelayan Dadap, Tangerang, Banten,yang ditahan karena dakwaan melakukan perbuatan tidak menyenangkan, mendesak Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta agar segera membebaskan klien mereka serta satu terdakwa lain atas kasus yang sama, yaitu nelayan asal Kamal Muara, Jakarta Utara.
Pembebasan itu merupakan perintah dari majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang dalam putusan sela memutuskan, surat dakwaan jaksa penuntut umum batal demi hukum karena menggunakan rumusan pasal inkonstitusional.
”Sejak putusan majelis hakim tersebut dibacakan, dua nelayan Dadap-Kamal yang menolak reklamasi Jakarta harus dibebaskan. Namun, nyatanya, Ade Sukanda dan Muhammad Alwi sampai saat ini belum dapat keluar, bebas dari Rumah Tahanan Cipinang,” ucap anggota tim penasihat hukum Alwi, Pius Situmorang, Selasa (4/2/2020).
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam putusan sela memutuskan, surat dakwaan jaksa terhadap dua nelayan yang didakwa melakukan atau menyuruh melakukan perbuatan tidak menyenangkan batal demi hukum. Hal itu lantaran jaksa penuntut umum menggunakan pasal inkonstitusional dalam mendakwa.
Kedua nelayan tersebut adalah terdakwa I bernama Ade Sukanda yang merupakan nelayan Kamal Muara, Jakarta Utara, dan terdakwa II bernama Muhammad Alwi, nelayan Dadap, Kabupaten Tangerang. Mereka bagian dari komunitas nelayan yang masih berselisih dengan pengembang lahan reklamasi dan pembangunan jembatan ke area reklamasi karena menilai ganti rugi bagi nelayan yang terdampak pembangunan belum kunjung direalisasikan.
Anggota tim penasihat hukum Alwi, Pius Situmorang, mengatakan, pihaknya masih menunggu sikap dari jaksa penuntut umum karena hakim memberi waktu 14 hari pada jaksa untuk mengambil sikap. Putusan sela hakim yang membuat para terdakwa bisa dibebaskan tadi masih bisa dilawan. ”Kami masih mendiskusikan langkah selanjutnya,” ujarnya saat dihubungi, Selasa (4/2/2020).
Pius menjelaskan, terdapat peluang bagi jaksa untuk melakukan perlawanan terhadap putusan eksepsi ke pengadilan tinggi. Selain itu, bisa juga dengan perbaikan dakwaan, tetapi opsi ini bakal membuat proses hukum diulang lagi dari penyelidikan dan penyidikan di kepolisian. Meski demikian, Pius mengapresiasi putusan majelis hakim yang diketuai Djuyamto dan beranggotakan Taufan Mandala serta Agus Darwanta itu.
Putusan sela dibacakan dalam sidang keempat hari Senin (3/2/2020) untuk perkara nomor 1632/Pid.Sus/2019/PN.Jkt.Utr dengan terdakwa Ade dan Alwi. Majelis hakim menyatakan surat dakwaan jaksa penuntut umum batal demi hukum karena dalam dakwaannya, yakni Pasal 335 Ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP, jaksa masih menggunakan rumusan unsur Pasal 335 Ayat 1 yang sudah dinyatakan inkonstitusional dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat oleh Mahkamah Konstitusi.
Dalam surat dakwaan yang ditandatangani atas nama Rosmalina Sinaga, jaksa menggunakan rumusan berbunyi ”mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau yang turut serta melakukan perbuatan, memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tidak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain”.
Rumusan tersebut merupakan versi Pasal 335 Ayat 1 KUHP sebelum Putusan MK Nomor 1/PUU-XI/2013. Berdasarkan putusan ini, bunyi pasal seharusnya ”barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain”.
Tim penasihat hukum Alwi sudah memasukkan soal penggunaan rumusan bunyi pasal yang inkonstitusional oleh jaksa dalam dokumen eksepsi. Karena itu, Pius menilai hakim menerima poin keberatan yang dinyatakan lewat eksepsi itu.
Djuyamto pun memerintahkan agar kedua terdakwa dibebaskan dari tahanan. Meski demikian, menurut Pius, kliennya masih ditahan di Rumah Tahanan Cipinang, Jakarta Timur, hingga Selasa ini. Ia berpendapat, seharusnya jaksa proaktif membebaskan para terdakwa langsung setelah pembacaan putusan sela Senin kemarin.
Ade dan Alwi ditahan karena dilaporkan oleh PT KML akibat dinilai mendorong ancaman kekerasan serta tindakan kekerasan terhadap awak dua kapal yang berkaitan proyek reklamasi pantai di sekitar pantai Dadap dan Kamal Muara. Di sana, saat ini sudah ada Pulau C yang sekarang bernama kawasan Pantai Kita serta Pulau D sekarang bernama Pantai Maju. Selain itu, terdapat proyek pembangunan jembatan untuk menghubungkan kawasan reklamasi.
Mereka berdua bersama sekitar 20 nelayan lain pada Desember 2017 mendatangi Kapal Tongkang Batu merah dan Kapal Hai Yin 16 agar menghentikan operasi selama ganti rugi dampak reklamasi bagi nelayan belum beres. Jaksa menyebut dalam surat dakwaan bahwa para nelayan membawa alat berupa golok, kampak, dan bambu. Ada anggota massa aksi yang merusak barang dan ada yang memukul nakhoda Hai Yin 16. Pius membantah tuduhan itu dan siap menyajikan bukti jika sidang berlanjut.