Kementerian Dalam Negeri mengingatkan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk mengutamakan program pendidikan dan kesehatan dalam penganggaran.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Kementerian Dalam Negeri mengingatkan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk mengutamakan program pendidikan dan kesehatan dalam penganggaran. Pengutamaan pendidikan dan kesehatan selaras dengan prioritas pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo, yakni pembangunan sumber daya manusia.
”Mempersiapkan sumber daya manusia penting mengingat bonus demografi di depan mata. Jika tidak dimanfaatkan dengan baik, ledakan penduduk usia produktif akan menjadi bencana,” kata Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian saat membuka Rapat Koordinasi Teknis Perencanaan Pembangunan Pusat dan Daerah Regional I di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (4/3/2020).
Saat ini, menurut Tito, penduduk Indonesia menembus 267 juta jiwa. Bonus kependudukan berlangsung pada kurun 2025-2035 dengan mayoritas rakyat dalam masa produktif, yakni usia 15 tahun-64 tahun. Saat bonus demografi berlangsung, penduduk Indonesia diperkirakan menembus 280 juta jiwa pada 2025, lalu 295 juta jiwa pada 2030, dan 305 juta jiwa pada 2035.
Mempersiapkan sumber daya manusia penting mengingat bonus demografi di depan mata. Jika tidak dimanfaatkan dengan baik, ledakan penduduk usia produktif akan menjadi bencana.
Jumlah penduduk yang besar, ujar Tito, jika tidak dipersiapkan dengan baik antisipasinya akan menimbulkan ”bencana”, yakni pengangguran, kejahatan, konflik, ketidakstabilan keamanan, dan perpecahan.
Penduduk yang besar memerlukan sumber daya alam untuk ketersediaan kebutuhan pokok, yakni pangan, papan, pakaian, dan energi. Selanjutnya, pendidikan dan kesehatan. Dalam masa produktif, rakyat memerlukan lapangan kerja atau kesempatan kerja untuk keberlangsungan hidup.
Dalam kaitan itulah, lanjut Tito, program pendidikan dan kesehatan perlu mendapat perhatian penting. Warga haruslah sosok yang sehat, terdidik, dan terampil sehingga unggul dan mampu mengikuti atau menjadi bagian dari perjalanan peradaban dunia. Saat bekerja, sosok yang sehat, terdidik, dan terampil akan produktif dan membawa kemajuan.
Namun, di regional I yang mencakup Jawa Timur serta provinsi di gugus Bali-Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua masih ada yang dianggap belum memprioritaskan program pendidikan dan kesehatan. Menurut Tito, indikasi utama ialah alokasi anggaran yang jauh di bawah rerata nasional.
Di bidang pendidikan, ada dua provinsi yang mengalokasikan anggaran kurang dari 20 persen seperti amanat konstitusi, yakni Papua Barat (17 persen) dan Kalimantan Utara (10 persen). Ada lima provinsi yang alokasinya sudah di atas 20 persen, tetapi di bawah rerata nasional yang 32,1 persen.
Kelimanya adalah Kalimantan Timur (20,3), Kalimantan Selatan (25,1 persen), Kalimantan Tengah (26,7 persen), Papua (28,6 persen), dan Sulawesi Utara (32 persen).
Nusa Tenggara Timur terdepan dengan alokasi anggaran pendidikan 53,8 persen. Berikutnya ialah Sulawesi Selatan (41,7 persen), Sulawesi Tenggara (38 persen), dan Maluku (37,2 persen). Jawa Timur berada di urutan kedelapan dengan 34,4 persen.
Kurang dari 10 persen
Tito melanjutkan, di bidang kesehatan, ada enam provinsi yang mengalokasikan anggaran kurang dari amanat konstitusi 10 persen. Keenamnya adalah Papua Barat (6,9 persen), Kalimantan Utara (7,3 persen), Sulawesi Tenggara (8,5 persen), NTT (8,9 persen), Papua (9,7 persen), dan Sulawesi Barat (9,8 persen).
Tiga provinsi sudah mengalokasikan di atas 10 persen, tetapi masih di bawah rerata nasional, yakni 10,9 persen. Ketiganya adalah Gorontalo dan Kalimantan Tengah (10,1 persen) serta Kalimantan Barat (10,4 persen).
Terdepan dalam alokasi kesehatan ialah Sulawesi Utara (20,2 persen), Maluku (16,2 persen), Kalimantan Selatan (15,3 persen), Nusa Tenggara Barat (14,3 persen), lalu Jawa Timur (14,1 persen).
Tito mengatakan, meski anggaran besar, belum berarti suatu daerah sudah sadar kesehatan dan pendidikan secara benar. Hindari penganggaran yang tidak tepat program dan sasaran, apalagi koruptif. Misalnya, pengadaan alat peraga pendidikan atau alat kesehatan yang ternyata tak digunakan alias mangkrak, lalu rusak.
”Anggaran jangan untuk rekanan proyek,” kata Tito menyindir.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri yang turut memberikan sambutan mengatakan, penganggaran di pemerintahan daerah rentan dengan praktik koruptif. Jangan ikuti pejabat terdahulu yang terjerat kasus korupsi. ”Cegahlah dan jalankan pemerintahan dengan baik untuk rakyat,” ujarnya.
Firli mengingatkan, pencegahan merupakan aspek utama dalam penanganan tindak pidana korupsi. Di sektor pemerintahan, gubernur, bupati, dan wali kota diingatkan tidak menata anggaran untuk menata setoran. Jangan menata ruang untuk menata uang.
Cegahlah dan jalankan pemerintahan dengan baik untuk rakyat.
Pencegahan perlu diutamakan karena lebih besar manfaatnya dalam penyelamatan uang negara yang notabene uang rakyat. Kurun 2004-2019, sektor pencegahan, menurut Firli, mampu menyelamatkan uang negara hingga Rp 63,9 triliun. Bandingkan dengan Rp 1,7 triliun berupa penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari penindakan hukum terhadap koruptor kurun 2015-2019.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa berharap, rapat akan mendorong percepatan penyerasian program pusat dan daerah. Provinsi dan kabupaten/kota perlu menyadari pentingnya menyelesaikan visi dan misi pembangunan dengan rencana pemerintah pusat.
Pembahasan teknis program yang menyangkut penganggaran perlu mendapat perhatian dan pengawasan dari Kementerian Dalam Negeri dan KPK. ”Untuk bersama-sama mencegah penyalahgunaan anggaran atau program yang tak tepat sasaran,” kata Khofifah, mantan Menteri Sosial itu.