Cegah Persebaran, Banyuwangi Wajibkan Tes Cepat untuk Sopir Lintas Pulau
›
Cegah Persebaran, Banyuwangi...
Iklan
Cegah Persebaran, Banyuwangi Wajibkan Tes Cepat untuk Sopir Lintas Pulau
Banyuwangi yang berbatasan dengan Bali menjadi pintu keluar masuk Pulau Jawa dari sisi timur. Guna mencegah persebaran Covid-19, para sopir logistik wajib menjalani tes cepat ketika hendak menyeberang.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·4 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Guna mencegah persebaran Covid-19 antarpulau, para sopir logistik wajib menjalani tes cepat sebagai syarat menyeberangi Selat Bali. Pemerintah Daerah Banyuwangi memfasilitas tes cepat gratis bagi para sopir logistik tersebut.
Selama ini Banyuwangi menjadi pintu masuk dan keluar Pulau Jawa bagian timur. Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Bali yang berbatasan langsung dengan Jawa Timur sudah mewajibkan hasil tes nonreaktif bagi sopir logistik yang akan menyeberang ke Bali.
Fasilitas tes cepat gratis bagi sopir logistik yang hendak menyeberang ke Bali mulai dilakukan sejak Sabtu (4/7/2020). Dinas kesehatan sudah memesan 30.000 paket tes cepat yang digunakan untuk sopir, peserta ujian tulis berbasis komputer (UTBK), santri, dan pedagang asongan. ”Fasilitas ini menjadi jawaban atas keresahan para sopir yang mengeluhkan mahalnya rapid test,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Banyuwangi dr Widji Lestariono di Banyuwangi, Rabu (8/7/2020).
Salah satu sopir yang memanfaatkan fasilitas tes cepat gratis tersebut adalah Aan Andriani (21) yang hendak mengantar jajanan makanan ringan ke Lombok. Ia tak bisa menyeberang karena tidak memiliki surat hasil tes cepat nonreaktif.
”Sebelumnya saya dari Banyuwangi ke Jakarta lalu balik lagi dari Jakarta ke Banyuwangi sama sekali tidak ada pemeriksaan dokumen kesehatan apa pun. Baru saat mau menyeberang ke Bali, saya diharuskan rapid test. Untung ada yang gratis,” ujar Aan.
Aan sempat khawatir apabila harus membayar tes cepat dengan biaya sendiri. Sebagai sopir lepas (nonperusahaan), biaya tes cepat akan menambah biaya perjalanannya. Sekali perjalanan pergi pulang Banyuwangi-Jakarta-Lombok dalam 1 minggu ia mendapat upah Rp 800.000. Sementara biaya tes cepat atas permintaan sendiri di Banyuwangi Rp 280.000 hingga Rp 480.000.
Hal serupa juga dirasakan Harianto (56), sopir logistik rute Banyuwangi-Jembrana, Bali, dengan muatan bahan makanan dan saus ke Jembrana. Hariyono sempat tidak mengirim barang selama 4 bulan karena ketentuan tes cepat sebagai syarat menyeberang yang ditetapkan Pemerintah Provinsi Bali. Sementara untuk mengikuti tes cepat ia tidak mampu membayar.
”Selama ini saya ’libur’, sekarang mumpung ada kesempatan (tes cepat) gratisan, saya langsung ikut. Selama ini sekali kirim saya hanya untung Rp 250.000 hingga Rp 300.000. Kalau uangnya dipakai untuk rapid test, saya tidak dapat apa-apa,” keluhnya.
Selama ini sekali kirim saya hanya untung Rp 250.000 hingga Rp 300.000. Kalau uangnya dipakai untuk rapid test, saya tidak dapat apa-apa.
Tes cepat bagi para sopir dapat dilakukan di seluruh puskesmas di Banyuwangi. Aan dan Hariyanto memilih mengikuti tes cepat di Puskesmas Sobo. Kepala Puskesmas Sobo Dadang Tripitoko mengatakan, sudah melakukan tes cepat terhadap 100 orang sejak Sabtu (4/7/2020) hingga Selasa (7/7/2020).
”Dari 100 orang yang kami rapid test, tujuh di antaranya merupakan sopir. Ditambah hari ini (Rabu, 8/7/2020) ada tiga orang sopir. Mayoritas yang memanfaatkan fasilitas ini ialah peserta UTBK,” ujarnya.
Kendati para sopir termasuk yang berisiko tinggi, Widji mengatakan belum ada pasien positif berlatar belakang sopir logistik. Namun, sebagian besar pasien positif memiliki riwayat perjalanan dari luar kota.
Widji mengakui, memang sudah ada transmisi lokal di Banyuwangi. Namun sebagian besar kasus yang terjadi di Banyuwangi akibat tertular dari luar daerah Banyuwangi. Beberapa orang yang bepergian dari luar Banyuwangi tersebut menulari orang sekitarnya yang tidak ke mana-mana.
Salah satu yang menjadi perhatian adalah peningkatan drastis temuan kasus positif dalam 1 bulan terakhir. Tercatat ada 24 kasus baru dalam kurun 1 bulan. Padahal sebelumnya penambahan kasus dari kasus 01 hingga kasus 10 butuh waktu 2 bulan.
Widji mengatakan, peningkatan drastis jumlah kasus positif dipengaruhi semakin masifnya tes cepat. Ia menduga peningkatan tersebut juga dikarenakan banyaknya warga yang sudah mulai tidak sabar untuk tetap tinggal di rumah.
”Hingga saat ini tercatat 34 kasus positif Covid-19 di Banyuwangi. Sebagian besar memiliki riwayat perjalanan keluar kota dan sangat mungkin tertular saat di luar kota. Memang sudah ada transmisi lokal, tetapi hanya tiga sampai empat orang yang menjadi ’korban’ dari mereka yang bepergian dari luar kota,” ungkap Widji.
Dari 34 kasus positif di Banyuwangi, saat ini 14 orang menjalani perawatan di rumah sakit, 2 orang melakukan isolasi mandiri dalam pengawasan, 17 orang sembuh, dan 1 orang meninggal.