Ponsel ”Black Market” Tak Lagi Bisa Terhubung dengan Jaringan Seluler di Indonesia
›
Ponsel ”Black Market” Tak Lagi...
Iklan
Ponsel ”Black Market” Tak Lagi Bisa Terhubung dengan Jaringan Seluler di Indonesia
Pusat pengolahan informasi International Mobile Equipment Identity (IMEI) yang menggabungkan data dari lima operator telekomunikasi telah beroperasi. Kini, ponsel dengan IMEI ilegal tidak dapat terhubung dengan jaringan.
Oleh
SATRIO PANGARSO WISANGGENI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pusat pengolahan informasi International Mobile Equipment Identity (IMEI) yang menggabungkan data dari lima operator telekomunikasi di Indonesia telah beroperasi mulai Selasa (15/9/2020). Kini, ponsel dengan IMEI ilegal tidak dapat terhubung dengan jaringan seluler Indonesia.
Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Ismail, Rabu (16/9/2020), mengatakan, ini adalah sebuah langkah pencegahan peredaran ponsel ilegal yang biasa disebut dengan BM, singkatan dari black market atau pasar gelap.
Sebetulnya, Peraturan Menkominfo Nomor 1 Tahun 2020 yang menjadi payung regulasinya telah ditetapkan dan diundangkan pada 16 April dan mulai berlaku dua hari kemudian. Namun, Ismail mengatakan, semua stakeholder membutuhkan waktu untuk menyempurnakan sistem yang disebut Central Equipment Identity Register (CEIR) tersebut.
”Alhamdulillah ini memang sebuah kerja keras bersama sehingga sistem sudah beroperasi tadi malam. Ini melibatkan database yang sangat besar dari operator telekomunikasi. Jadi, tidak mudah mengoordinasikan database untuk membuat sistem ini running well,” kata Ismail, saat dihubungi dari Jakarta.
Secara terpisah, Wakil Ketua ATSI Merza Fachys mengatakan, pemblokiran ini dilakukan untuk ponsel ilegal yang baru diaktivasi nomor selulernya setelah tanggal 15 September.
Ia mengatakan, jika ada ponsel yang saat ini sudah terblokir meski sebetulnya sudah pernah aktif, bisa dibawa ke gerai operator masing-masing.
Semoga dengan demikian masyarakat Indonesia hanya menggunakan perangkat legal yang telah melalui proses tata niaga serta pengendalian kualitas yang benar.
”Semoga dengan demikian masyarakat Indonesia hanya menggunakan perangkat legal yang telah melalui proses tata niaga serta pengendalian kualitas yang benar,” kata Merza.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia (APSI) Syaiful Hayat mengatakan, pihaknya sangat mengapresiasi langkah ini. Sekitar tiga tahun pihaknya mendorong adanya tindakan tegas terhadap peredaran ponsel ilegal setelah adanya aturan tingkat komponen dalam negeri (TKDN).
”Implementasi ini sudah kami tunggu sejak lama. Sebab, kita diwajibkan memenuhi TKDN untuk gawai 4G/LTE. Kita berharap peraturan ini melindungi investasi kita dengan cara menangkal ponsel black market,” kata Syaiful.
Dengan adanya peraturan ini, ia berharap masyarakat membeli ponsel di toko resmi. Syaiful menjamin ponsel yang dijual di gerai resmi akan dapat aktif terhubung dengan jaringan seluler.
”Kontrol IMEI ini adalah kemajuan. Step by step dengan ini kita harapkan ponsel BM (black market) tidak masuk. Implementasinya akan terus kita review bersama,” ujarnya.
Berdasarkan catatan Syaiful, 20 persen ponsel yang masuk Indonesia adalah ponsel ilegal yang dijual dengan harga lebih murah dibandingkan dengan harga resmi karena tidak membayar berbagai pajak. Data Kementerian Perindustrian menduga, 9-10 juta ponsel ilegal diperdagangkan di Indonesia setiap tahun (Kompas, 21/10/2019).
Direktorat Jenderal Bea Cukai juga menyambut baik implementasi aturan ini. Hal itu diharapkan dapat menekan angka penyelundupan ponsel ilegal dan meningkatkan impor ponsel legal.
”Ini tentu ada peningkatan penerimaan negara berupa bea masuk dan pajak sekaligus melindungi industri dalam negeri,” kata Kepala Subdirektorat Humas Direktorat Jenderal Bea Cukai Haryo Limanseto.
Praktik penjualan ponsel ilegal di dalam negeri menahan pendapatan negara berupa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sekitar Rp 2 triliun per tahun atau Rp 55 miliar per hari (Kompas, 18/10/2019).
Masyarakat diminta untuk memastikan IMEI tercantum baik pada kemasan dan gawainya. IMEI kemudian diperiksa melalui laman milik Kementerian Perindustrian di http://imei.kemenperin.go.id.
Beli dari luar negeri
Haryo mengatakan, bagi masyarakat yang membeli gawai ketika bepergian ke luar negeri, gawainya dapat didaftarkan di kantor bea cukai di tempat kedatangan.
”Barang yang dibawa dapat didaftarkan oleh penumpang di kantor bea cukai tempat kedatangan, misalnya bandara. Sedangkan via kiriman itu yang mendaftarkan IMEI adalah perusahaan yang mengirim,” kata Haryo.
Pendaftaran ke kantor bea cukai dapat dilakukan maksimal 60 hari sejak kedatangan. Namun, Haryo mengingatkan, dengan cara ini masyarakat tidak akan mendapatkan pembebasan bea masuk 500 dollar AS.
Di sisi lain, upaya pemberantasan peredaran ponsel ilegal dinilai tidak akan memadai tanpa penindakan yang tegas terhadap pedagang.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi meminta pemerintah untuk terus menindak tegas pedagang ponsel ilegal ketimbang sekadar memblokir ponsel yang mungkin sudah telanjur dibeli oleh masyarakat.
”Karena konsumen ini pemahamannya terbatas, apalagi kalo edukasinya rendah. Kalau ada pedagang ponsel BM yang berkeliaran itu, ya, artinya pasarnya masih ada. Nah, itu tugas pemerintah untuk melakukan penegakan hukum,” kata Tulus.
Selain itu, Tulus juga meminta pemerintah untuk terus menyosialisasikan peraturan ini kepada masyarakat agar tidak ada yang membeli gawai ilegal.
Pemerhati industri telekomunikasi Sutikno Teguh mengatakan, langkah selanjutnya adalah memastikan bagaimana mencegah dan menghentikan praktik ilegal pengubahan IMEI yang saat ini sudah bisa dilakukan.
”Saya optimistis penerapan regulasi ini dapat mencegah gawai BM, asal implementasinya benar. Coba berpikir pakai ’otak penjahat’ untuk menangkal celah-celahnya,” kata Teguh.