Jangan (Lagi) Libatkan Anak-anak dalam Kampanye Pilkada 2020
›
Jangan (Lagi) Libatkan...
Iklan
Jangan (Lagi) Libatkan Anak-anak dalam Kampanye Pilkada 2020
Undang-Undang Perlindungan Anak mengatur hak anak untuk mendapat perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik. Namun, kenyataannya di lapangan masih tetap ditemukan anak-anak yang dilibatkan dalam kampanye.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS-Menjelang pemilihan kepala daerah akhir September mendatang, semua pihak diminta tidak melibatkan, apalagi memanfaatkan anak-anak dalam kegiatan politik. Perlindungan anak sangat penting, karena hingga Pemilihan Umum 2019 lalu masih ditemukan berbagai kasus pelibatan anak pada masa kampanye.
Karena itu, selain menandatangani Surat Edaran Bersama tentang Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Tahun 2020 yang Ramah Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) meminta semua pihak terutama Komisi Pemilihan Daerah dan Badan Pengawas Pemilu untuk memastikan anak-anak tidak terlibat dalam kegiatan politik dan kampanye.
“Kegiatan politik harus memperhitungkan agar jangan sampai ada anak-anak yang dengan tidak sengaja atau sengaja terlibat dalam proses tersebut,” ujar Nahar, Deputi Perlindungan Anak, KemenPPPA pada Sosialisasi Surat Edaran Bersama (SEB) tentang Pilkada Ramah Anak, pada Pemilihan Gubernur, Bupati, Wali Kota Tahun 2020, Kamis (17/9/2020).
Pada sosialisasi yang berlangsung secara daring, hadir sebagai pembicara, Abhan (Ketua Badan Pengawas Pemilu), I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi (Anggota Komisi Pemilihan Umum), dan Jasra Putra (Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia), dan Valentina Ginting (Asisten Deputi Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi KemenPPPA).
Nahar menyatakan, Jumat (11/9) pekan lalu, Menteri PPPA I Gusti Ayu Bintang Darmawati telah melakukan penandatanganan SEB tentang Pilkada Ramah Anak pada Pemilihan Gubernur, Bupati, Wali Kota Tahun 2020 dengan KPU, Bawaslu, dan Komisi Perlindungan Anak. Harapannya dengan SEB tersebut, anak-anak akan dilindungi dari berbagai kegiatan politik, terutama pada Pilkada yang akan berlangsung serentak mulai 26 September hingga 5 Desember 2020.
Masih ada penyimpangan
Saat penandatanganan SEB, Bintang meminta agar tidak boleh lagi ada pelibatan anak yang menyimpang dalam pelaksanaan politik praktis, termasuk Pilkada 2020. Sebab, dalam rangkaian kampanye pemilu, masih terdapat penyimpangan, yakni anak-anak dilibatkan dalam menggalang dukungan, baik secara daring maupun non daring.
Selain mengingatkan agar proses pilkada ini tidak menimbulkan kluster baru Covid-19, Nahar juga meminta komitmen bersama untuk menjaga agar setiap tahapan pemilu benar-benar didesain ramah anak, tidak mengancam jiwa dan memengaruhi tumbuh kembang anak.
Valentina dan Jasra menyatakan sosialisasi SEB tentang Pilkada Ramah Anak menjadi penting, untuk memastikan anak-anak tidak dilibatkan dalam kegiatan politik. Sebab, selama ini ditemukan berbagai bentuk penyalahgunaan anak dalam kegiatan politik. Misalnya, anak ikut menerima uang saat menghadiri kampanye, identitas anak disalahgunakan yang sebenarnya belum berusia 17 tahun, memasang foto/video anak, menggunakan anak sebagai juru kampanye, serta menampilkan anak sebagai bintang utama dari iklan politik.
Selain itu, ada juga yang menggunakan anak menjadi pemilih pengganti bagi orang dewasa yang tidak menggunakan hak pilih, bahkan ada yang melibatkan anak dalam sengketa perhitungan suara.
Karena itu dalam SEB tentang Pilkada Ramah Anak, selain sosialisasi larangan pelibatan anak dalam kampanye, juga diatur agar penanggung jawab kampanye harus memulangkan anak atau meminta pulang orang dewasa atau orang tua yang membawa anak. Bahkan dalam SEB selain melarang anak dijadikan bintang utama dalam iklan politik juga mengatur agar tidak menampilkan anak di atas panggung kampanye calon gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, wali kota/wakil wali kota dalam bentuk hiburan.
Anak terlibat demonstrasi
Hasil pengawasan KPAI dari beberapa kegiatan Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 menunjukkan adanya kampanye dan demonstrasi yang melibatkan anak-anak putus sekolah dari keluarga pra sejahtera. Ada juga anak-anak yang diajak oleh lembaga pendidikan berasrama.
Fakta yang mengagetkan kami, sebanyak 72 persen orangtua dari anak tidak mengetahui anaknya ikut demonstrasi di depan Bawaslu.(Jasra Putra)
Ia mencontohkan, ada 62 anak berurusan dengan hukum dalam demonstrasi di Bawaslu pada Mei 2019 lalu. “Fakta yang mengagetkan kami, sebanyak 72 persen orangtua dari anak tidak mengetahui anaknya ikut demonstrasi di depan Bawaslu,” ujar Jasra.
Perlindungan anak dalam politik hingga kini belum menjadi isu menarik. Bahkan hingga kini belum ada protokol khusus untuk perlindungan anak dalam menyampaikan pendapat di muka umum, anak diajak dalam demonstrasi, termasuk ketika terjadi huru-hara dalam demonstrasi. Pada tahun 2018 KPAI menemukan 24 kasus penyalahgunaan anak selama kampanye.
Abhan menyatakan dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilgub, Pilbub, dan Pilwakot tidak menyebut secara eksplisit larangan pelibatan anak dalam kampanye. Karena itu, dia setuju dengan langkah KPU untuk membuat norma larangan melibatkan anak dalam kampanye rapat umum dan rapat lain. “Perlu norma itu dimunculkan, untuk mengisi kekosongan hukum ketika di undang-undang pilkada tidak diatur,” katanya.
Abhan mendukung SEB yang mengatur Pilkada Ramah Anak untuk melindungi anak. Bahkan, ketika pelibatan anak tidak diatur secara khusus, seharusnya bisa menggunakan UU Perlindungan Anak.
Raka Sandi menambahkan, dalam Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2020 tentang Pemilihan Lanjutan Serentak dalam Kondisi Covid-19 diatur larangan melibatkan bayi, balita, anak-anak, ibu hamil atau menyusui, dan warga lanjut usia. Demikian pula, dalam Peraturan KPU Nomor 4 Tahun 2017 tentang Kampanye disebutkan, peserta kampanye adalah anggota masyarakat atau warga negara Indonesia yang memenuhi syarat sebagai pemilih.