Pembatasan sosial berskala besar menurunkan jumlah penularan Covid-19 di Jakarta, tetapi belum maksimal. Untuk itu, PSBB di DKI dilanjutkan ke tahap ketiga hingga 4 Juni nanti dan tanpa ada pelonggaran.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tingkat penularan Covid-19 akibat virus korona baru di Jakarta kini adalah 1,11 atau satu orang menularkan penyakit kepada satu orang lainnya. Demi mencapai tingkat penularan nol, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan memperpanjang pembatasan sosial berskala besar hingga 4 Juni 2020 tanpa ada pelonggaran.
”PSBB (pembatasan sosial berskala besar) tahap ketiga akan dimulai sejak hari Jumat tanggal 22 Mei sampai dengan 4 Juni. Aturan tetap sama. Tinggal di rumah, tidak boleh pulang kampung, wajib bermasker pagi pekerja di sektor pengecualian, dan mematuhi semua aturan terkait pembatasan jarak sosial. PSBB ini adalah penentu penurunan ataupun kenaikan jumlah kasus Covid-19,” kata Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Selasa (19/5/2020).
Pada hari Senin, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jakarta bertemu dengan pakar epidemiologi, termasuk dari Universitas Indonesia (UI). Berdasarkan data Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, terungkap pemetaan pergerakan warga Jakarta melalui pemindaian sinyal telepon seluler.
Sejak PSBB diresmikan pada 10 April hingga awal Mei ini tampak 60 persen penduduk Jakarta sudah berada di rumah. Semakin banyak jumlah warga yang berdiam di rumah berbanding lurus dengan penurunan jumlah kasus positif Covid-19.
Pada bulan Maret, tingkat penularannya adalah 4. Artinya satu orang yang positif Covid-19 menularkan kepada empat orang. Berdasarkan data 4-17 Mei, tingkat penularannya berkurang menjadi 1,11. Jumlah ini belum cukup karena semestinya tingkat penularan berada di angka 0.
”Kami menargetkan 80 persen penduduk bisa berada di rumah selama PSBB tahap ketiga,” ujar Anies.
Saat ini Jakarta memasuki masa genting. Semenjak bulan Ramadan dimulai, pergerakan orang meningkat pada sore dan malam hari. Akibatnya, jumlah kasus harian juga cenderung meningkat. Menurut dia, PSBB tahap ketiga adalah penentu nasib Jakarta.
Apabila tingkat penularan bisa mencapai nol setelah PSBB berakhir, Jakarta akan siap dibuka kembali dengan keadaan normal baru, yaitu setiap penduduk wajib bermasker dan menjaga jarak sosial. Akan tetapi, apabila PSBB tahap ketiga gagal akibat warga bersikap apatis dan tidak mau tinggal di rumah, besar kemungkinan Jakarta akan memasuki gelombang kedua Covid-19 dengan risiko jumlah penularan lebih banyak daripada gelombang pertama.
Akan tetapi, apabila PSBB tahap ketiga gagal akibat warga bersikap apatis dan tidak mau tinggal di rumah, besar kemungkinan Jakarta akan memasuki gelombang kedua Covid-19 dengan risiko jumlah penularan lebih banyak daripada gelombang pertama.
Kesadaran diri
Pakar epidemiologi Universitas Respati Indonesia Cicilia Windiyanigsih yang dihubungi pada waktu berbeda mengatakan, penegakan hukum yang tegas harus diterapkan tidak hanya di Jakarta, tetapi juga di Bekasi, Bogor, Tangerang, dan Depok. PSBB hanya berhasil jika kelima wilayah kesatuan ini sinkron dalam pelaksanannya.
”Melihat tingkat kesadaran masyarakat akan selalu ada dalih bagi mereka untuk keluar rumah. Paling umum ialah demi mencari nafkah,” tuturnya.
Idealnya, pemerintah bisa membangun jaring pengaman sosial dan payung hukum PSBB. Namun, menurut Cicilia kita semua tetap harus berpikir pragmatis menghadapi kemungkinan tetap terjadinya pelanggaran keluat rumah. Oleh sebab itu, kampanye memakai masker, tidak melakukan sentuhan fisik, dan menjaga jarak dari orang lain harus lebih agresif digaungkan.
Pasar dan toserba wajib meminta pengunjung memakai masker dan membatasi jumlah orang yang bisa masuk untuk berbelanja. Sisanya silakan mengantre untuk menunggu giliran. Para ketua rukun warga dan rukun tetangga hendaknya mengatur jadwal warganya boleh keluar rumah untuk berbelanja sehingga tidak ada penumpukan di warung.
”Setiap habis keluar rumah segera mandi dan cuci baju. Perilaku hidup sehat ini penangkal utama terjangkit virus korona baru,” ujarnya.
Untuk membantu warga prasejahtera di Jakarta agar tidak perlu keluar jauh berbelanja, Wahana Visi Indonesia bekerja sama dengan PT Mastercard Indonesia memberikan dana elektronik kepada 7.000 keluarga di kelurahan Jatinegara, Penjaringan, dan Pademangan. Setiap keluarga memperoleh Rp 600.000 per bulan dari Mei hingga Juli.
Dana tersebut dimasukkan ke dalam aplikasi Duithape. Warga menggunakannya untuk berbelanja kebutuhan pokok di toko dan warung yang ditunjuk menjadi mitra. Toko-toko ini berada di dekat permukiman warga. ”Transaksi elektronik bertujuan agar tidak ada pertukaran uang fisik yang berisiko menularkan virus,” kata Direktur WVI Doseba Sinay.