Industri tekstil dan produk tekstil atau TPT diyakini terus tumbuh di pasar domestik dan ekspor. Peningkatan keahlian serta produktivitas sumber daya manusia merupakan salah satu strategi yang harus diprioritaskan.
Oleh
ERWIN EDHI PRASETYA
·3 menit baca
SOLO, KOMPAS - Industri tekstil dan produk tekstil atau TPT diyakini terus tumbuh di pasar domestik dan ekspor. Peningkatan keahlian serta produktivitas sumber daya manusia merupakan salah satu strategi yang harus diprioritaskan.
Hal itu disampaikan Presiden Direktur PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex, Iwan Setiawan Lukminto saat memberikan sambutan pada acara peringatan Hari Ulang Tahun ke-53 PT Sritex di Solo, Jawa Tengah, Jumat (16/8/2019) malam. Menurut dia, nilai tekstil Indonesia di pasar global tahun 2017 masih sekitar 1,6 persen atau sebesar 12,5 miliar dollar Amerika. Adapun potensinya pada tahun 2030 diperkirakan tumbuh menjadi 48,2 miliar dollar AS atau berkontribusi sekitar 5 persen di pasar global.
“Kami sangat optimistis industri tekstil dan produk tekstil akan terus bertumbuh positif di pasar domestik maupun ekspor. Diproyeksikan pertumbuhan industri ini akan naik sekitar 7 persen di tahun 2019,” katanya.
Berdasarkan proyeksi pertumbuhan itu, Iwan mengajak semua pelaku usaha industri tekstil dan pemangku kepentingan terkait, bekerja sama membesarkan industri TPT Indonesia agar dapat lebih berperan dalam perdagangan global. Menurut Iwan, saat ini Indonesia memiliki keunggulan produksi dan daya saing yang masih sangat kuat di pasar global. Untuk itu, peningkatan keahlian serta produktivitas sumber daya manusia merupakan salah satu strategi yang harus diprioritaskan.
Kondisi perekonomian global memyusul perang dagang antara Amerika Serikat dan China merupakan kesempatan untuk semakin memperbesar ekspor, terutama ke Amerika Serikat. “Kami yakin hal tersebut bukan sebagai penghalang bagi Sritex Group untuk terus maju membangun industri ini. Selain itu, pengembangan pasar dengan perluasan pasar baru untuk ekspor dan domestik tetap menjadi target kami yang utama,” katanya.
Melihat peluang pertumbuhan industri TPT, pada 2018 Sritex telah mengakuisisi dua perusahaan yaitu PT Bitratex dan PT Primayudha Mandiri Jaya. Akuisisi ini telah memberikan kontribusi sangat besar terhadap penambahan kapasitas produksi grup Sritex.
Saat ini, Sritex memiliki 38 pabrik pemintalan (spinning) dengan kapasitas produksi benang 2 juta mata pintal; tujuh pabrik penenunan (weaving) dengan kapasitas produksi 700 juta meter kain mentah per tahun; lima pabrik pencelupan (dyeing) dan finishing yang menghasilkan 700 juta yard kain per tahun; serta 12 pabrik gramen dengan kapasitas 40 juta potong baju per tahun.
“Semester pertama 2019, kami telah membukukan penjualan 1,1 miliar dollar atau setara dengan Rp 15,16 triliun, yang artinya meningkat sekitar 15 persen dibandingkan periode lalu,” katanya.
Secara terpisah, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian Solo Ariani Indrastuti mengatakan, industri TPT di Solo dan sekitarnya atau Solo Raya harus bisa memanfaatkan perang dagang antara China dan Amerika Serikat untuk memacu ekpor. Dengan demikian, ekspor tekstil dan produk tekstil dari Solo Raya akan terus tumbuh.
Selama ini, tekstil dan produk tekstil telah menjadi andalan ekspor Solo Raya. Akan tetapi, pelaku industri juga diminta berhati-hati terhadap potensi serbuan produk tekstil dan garmen dari China. Pasalnya, China juga akan mencari peluang pasar baru untuk menggantikan pasar Amerika Serikat.
“Peluang ekspor tekstil masih besar, ini harus dioptimalkan. Namun, pasar dalam negeri juga harus dijaga dan diisi produk-produk lokal agar tidak banyak diisi produk impor” katanya.