Total Luas Kebakaran Hutan di Rinjani Mencapai 6.055 Hektar
Kebakaran hutan di Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat, yang mulai terjadi sejak Sabtu masih berlangsung hingga Selasa (22/10/2019) sore. Total luas kebakaran hingga hari keempat diperkirakan mencapai 6.055 hektar.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·4 menit baca
TANJUNG, KOMPAS – Kebakaran hutan di Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat, yang mulai terjadi sejak Sabtu (19/10/2019) lalu, masih berlangsung hingga Selasa (22/10/2019) sore. Total luas kebakaran hingga hari keempat diperkirakan mencapai 6.055 hektar. Upaya pemadaman masih terus berjalan.
Menurut Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) Dedy Asriady, upaya pemadaman pada Selasa ini dilakukan oleh 283 personel yang dibagi dalam enam tim yakni Tim Senaru, Tim Anyar, Tim Santong, Tim Sembalun, Tim Aikmel, dan Tim Kembang Kuning. Mereka berasal dari masyarakat mitra polhut (MMP), masyarakat peduli api (MPA), petugas TNGR, kepolisian, TNI, termasuk asosiasi pendaki.
Dedy mengatakan, perkiraan luas kebakaran hutan di TNGR sampai dengan Selasa ini mencapai 6.055,3 hektar. Itu diketahui berdasarkan data lapangan dan Satelit Sentinel-2. Jumlah itu meningkat dari Senin (21/10/2019) kemarin yang mencapai 4.002,46 hektar.
Dedy menjelaskan, sekitar pukul 09.45 Wita, api di wilayah kerja Balain TNGR Resort Anyar yakni di Sampurarung-Marung Meniris dipastikan padam. “Selain itu, tidak ada titik panas lain di wilayah kerja Resort Anyar,” kata Dedy.
Sementara di wilayah kerja lain seperti Sembalun, Aikmel, Senaru, Santong, dan Kembang Kuning masih terdapat titik api. Apalagi titik api baru juga kembali muncul.
Di Resort Sembalun misalnya, muncul tiga titik panas baru. Tiga titik panas itu masing-masing berada di bawah puncak Rinjani, sebelah atas persimpangan antara jalur Sembalun dengan Jalur Pendakian Bawak Nao, dan sebelah utara Gunung Sangkareang ke arah Hutan Torean.
“Info dari Tim Santong, sekitar pukul 13.15 Wita kebakaran di wilayah kerja mereka berhasil dipadamkan. Tetapi terpantau titik panas baru di sekitar Marung Meniris,” kata Dedy.
Sementara di wilayah kerja Resort Aik Mel, sekitar pukul 09.40 Wita titik panas terpantau muncul di sebelah Timur Cemara Rompes. Adapun di Senaru, sekitar pukul 11.30 muncul titik panas di Bukit Stampol.
“Selain itu, tim Senaru juga kesulitan memadamkan api di sebelah barat Kilometer 5 Pendakian Senaru. Lokasi sulit dicapai karena titik api berada pada lembah dengan topografi yang relatif curam,” kata Dedy.
Dedy menambahkan, kondisi topografi titik kebakaran yang cenderung terjal dan curam sehingga sulit dijangkau memang menjadi kendala pemadaman. Selain itu, tim juga berhadapan dengan kecepatan angin yang relatif tinggi sehingga kebakaran meluas dengan cepat.
Info dari Tim Santong, sekitar pukul 13.15 Wita kebakaran di wilayah kerja mereka berhasil dipadamkan. Tetapi terpantau titik panas baru di sekitar Marung Meniris, kata Dedy.
Kendala lain adalah jenis vegetasi yang mudah terbakar seperti rumput savana, alang-alang, dan dedaunan kering, pohon tumbang dan terbakar yang membahayakan petugas, serta kekurangan air.
Selain pemadaman api secara langsung, menurut Tim Hubungan Masyarakat Balai TNGR Ahmad Nurcholish, mereka juga membuat sekat bakar seperti yang dilakukan tim Kembang Kuning. “Jadi kami memutus rambatan api dengan memberi jarak lokasi yang terbakar dengan kawasan yang belum. Caranya membersihkan ilalang atau rumput yang mudah terbakar,” kata Nurcholish.
https://youtu.be/9NW-juqZU04
Sementara itu, terkait para pendaki, menurut Nurcholish, sudah tidak ada pendaki di Rinjani baik wisawatan domestik maupun mancanegara. Pendaki terakhir sebanyak 22 orang wisawatan domestik yang naik melalui jalur Aik Berik di Lombok Tengah, telah turun sejak pukul 14.00 Wita.
“Kondisi pendaki tersebut baik. Jalur pendakian Aik Berik juga terpantau aman dan tidak terlihat adanya titik panas,” kata Nurcholish.
Waspada
Menurut data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Lombok Barat, pada dasarian (sepuluh hari) kedua Oktober 2019, tidak terjadi hujan di seluruh wilayah NTB. Sifat hujan pada periode itu secara keseluruhan di bawah normal.
Prakirawan BMKG Stasiun Klimatologi Lombok Barat Restu Patria M mengatakan, peluang terjadinya hujan dengan curah lebih besar dari 50 milimeter per dasarian pada dasarian ketiga Oktober 2019 sangat rendah yakni sekitar sepuluh persen. Sebaliknya, peluang hujan dengan curah kurang dari 20 milimeter per dasarian lebih dari 80 persen. Kondisi itu berlangsung hingga dasarian dua November 2019.
“NTB saat ini masih berada di periode musim kemarau dan diperkirakan masih akan berlangsung hingga bulan November 2019. Oleh karena itu, masyarakat dihimbau agar tetap waspada da berhati-hati terhadap dampak kemarau seperti kekeringan, kekurangan air bersih, dan potensi kebakaran lahan,” kata Restu.
Menurut Restu, mereka juga mengimbau masyarakat agar beradaptasi dengan mundurnya musim hujan di NTB pada tahun ini. Hal itu dengan menyesuaikan perencanaan kegiatan ke depan dengan kondisi iklim yang ada.