Habiskan Anggaran Besar, Sapi Program Penggemukan Pemprov Aceh Dinilai Gagal
Program penggemukan dan pembibitan sapi milik Pemprov Aceh dinilai gagal. Padahal, anggaran yang diturunkan mencapai miliaran rupiah.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Program penggemukan dan pembibitan sapi milik Pemerintah Provinsi Aceh dinilai gagal. Fakta di lapangan sapi-sapi itu sebagian besar kurus kering karena kekurangan pakan dan sebagian mati karena sakit. Sementara alokasi anggaran untuk program tersebut mencapai miliaran rupiah.
Lokasi peternakan milik Pemprov Aceh berada di UPTD Inseminasi Buatan Inkubator (IBI) Saree, Kabupaten Aceh Besar. Dari Banda Aceh, ibu kota Provinsi Aceh, berjarak 50 kilometer butuh waktu sekitar 40 menit untuk tiba di lokasi.
Pantauan Kompas, di lokasi peternakan itu, Jumat (5/6/2020), terlihat banyak sapi yang kurus, tulang iga menonjol, sangat berbeda dengan sapi milik warga pada umumnya. Bukan hanya indukan, anakan juga terlihat kurus. Namun, ada juga sebagian sapi yang terlihat gemuk. Sapi kurus dan gemuk kandangnya dipisah.
Saat Kompas tiba di lokasi pukul 11.00, tempat penampungan pakan masih kosong. Sekitar 20 menit kemudian, beberapa pekerja dengan menggunakan mobil tiba membawa pakan berupa rumput hijau. Pekerja lainnya membersihkan kandang dari kotoran sapi. Ada 13 pekerja di lokasi itu.
Sapi tersebut merupakan pengadaan tahun 2016 dan 2017 menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA). Dalam dua tahun, jumlah sapi yang didatangkan sekitar 600 ekor terdiri dari sapi PO, limosin, simental, brahman, bali, dan sapi lokal. Namun, kini sapi yang tersisa di UPTD Inseminasi Buatan Inkubator (IBI) Saree sebanyak 480 ekor.
Kepala UPTD Inseminasi Buatan Inkubator (IBI) Saree Zulfadli yang ditemui di lokasi mengatakan, sebagian sapi mati, tetapi dia tidak ingat berapa ekor yang mati. Menurut Zulfadli, hanya 5 persen sapi di sana yang kategori kurus. ”Untuk saat ini, ya begitulah kondisi karena sejak 22 Maret 2020 tidak kasih konsentrat,” katanya.
Konsentrat merupakan bahan pakan yang dicampur dengan pakan hijau untuk meningkatkan gizi bagi ternak. Konsentrat dapat diolah dari dedak padi, bungkil kelapa, dan bungkil jagung. Pemberian konsentrat untuk mempercepat kenaikan berat ternak.
Zulfadli mengatakan, selama tidak diberikan konsentrat, sapi-sapi tersebut diberikan pakan hijau berupa rumput yang diambil dari padang gembala di lokasi itu. Pakan diberikan sehari dua kali, yaitu pagi dan sore hari.
Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Yahdi Hasan, mengatakan, kondisi sapi-sapi di lokasi peternakan itu sangat memprihatinkan, kurus, karena kekurangan gizi. Yahdi mendesak Pemprov Aceh untuk mencari solusi merawat sapi tersebut karena anggaran besar telah dihabiskan untuk program itu.
”Sedih kita lihat (kondisi sapi). Sekitar ini lahan hijau masih luas. Seharusnya bisa dimaksimalkan untuk ternak,” kata Yahdi.
Kepala Dinas Peternakan Hewan Aceh Rahmandi menuturkan, kekurangan pakan dan ketiadaan konsentrat karena anggaran pengadaan pada 2020 belum bisa dicairkan. Tahun 2020, anggaran untuk pakan mencapai Rp 1,5 miliar. Rahmandi optimistis jika pengadaan pakan sudah lancar dalam waktu dua bulan sapi-sapi itu akan kembali gemuk.
”Anggaran pakan ada, tetapi ada perubahan harga sehingga tidak bisa ditender, maka direvisi. Sekarang tinggal menunggu revisi baru bisa pengadaan konsentrat dan penghijauannya,” kata Rahmandi.
Anggaran pakan ada, tetapi ada perubahan harga sehingga tidak bisa ditender, maka direvisi.
Rahmandi menambahkan, jumlah ternak di UPTD Saree itu melebihi kapasitas. Saat ini jumlah sapi 480 ekor, sementara kapasitas 100-150 ekor. Padahal, pengadaan sapi untuk dirawat di UPTD Saree mencapai 600 ekor lebih.
Rahmandi mengatakan, program penggemukan dan pembibitan sapi ini berpotensi menjadi sumber pendapatan asli daerah. Ke depan, setelah peraturan gubernur, sapi-sapi itu bisa dijual kepada warga sehingga uangnya masuk ke kas daerah.
Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Alfian mengatakan, program peternakan itu jika dilihat dari sisi anggaran hasilnya gagal. Penelusuran MaTA selama 2019 dan 2020 anggaran yang dialokasikan untuk program peternakan sapi mencapai Rp 158 miliar, sementara fakta di lapangan banyak sapi yang kurus.
Alfian mendesak penegak hukum, baik polisi maupun kejaksaan, untuk mendalami penggunaan anggaran pada program peternakan itu. ”Pengelolaan sapi tersebut sudah dalam kondisi gagal sehingga siapan pun mareka wajib mempertanggungjawabkan perbuatan mareka,” katanya.