Pariwisata Terpukul, Berladang Jadi Penyelamat Suku Dayak di Mahakam Ulu
Para pegiat wisata di Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur, fokus berladang selama pandemi Covid-19. Mereka masih belum membuka pariwisata budaya dan alam agar wilayah mereka tetap berada di zona hijau.
Oleh
SUCIPTO
·4 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Para pegiat wisata di Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur, fokus berladang selama pandemi Covid-19. Meskipun jalur penerbangan sudah mulai dibuka, suku Dayak di sana masih belum membuka pariwisata budaya dan alam agar wilayah mereka tetap menjadi zona hijau.
Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Embao’ Blaam, Desa Long Tuyoq, Kecamatan Long Pahangai, Kawit Tekwan, mengatakan, sejak Maret pariwisata alam liar dan budaya di Mahakam Ulu ditutup untuk orang dari luar daerah. Ia mengatakan, sepinya pariwisata yang baru digencarkan dalam beberapa tahun belakangan tidak membuat warga kehilangan penghasilan.
”Selama ini, dua kegiatan kami yang berjalan, yaitu berkebun dan berladang. Sebagian (hasilnya) ada yang dijual, sebagian untuk konsumsi keluarga,” kata Kawit ketika dihubungi dari Balikpapan, Selasa (8/4/2020).
Dalam sebulan, setidaknya ada 10 wisatawan yang datang dan menginap di Desa Long Tuyoq. Para pegiat pariwisata biasanya mendapat tambahan penghasilan Rp 500.000-Rp 1 juta setiap ada kunjungan wisata. Penghasilan itu didapat dari penginapan, jasa antar wisatawan menggunakan perahu menyusuri hulu Sungai Mahakam, seta penjualan kerajinan manik-manik dan anyaman khas suku Dayak.
Kawit mengatakan, sejak pandemi Covid-19 memang masih ada beberapa permintaan kerajinan khas Dayak meskipun menurun. Namun, warga kewalahan memenuhinya karena sibuk di ladang. Selain itu, juga ada kendala pengiriman. Sebab, selama pandemi Covid-19, jalan ke luar kampung ditutup dua minggu dan dibuka satu minggu selanjutnya.
Lawing Lejau (56), warga Desa Long Tuyoq, mengatakan, selama pandemi, ia mengurus kebun kakao miliknya seluas 2 hektar. Pada akhir Juni, ia sudah memanen sekitar 0,5 ton kakao dan terjual dengan harga Rp 25.000 per kilogram. Saat ini ia sedang menyiapkan lahan untuk menanam padi gunung.
”Sekitar akhir Agustus kami mau menugal, menanam padi. Selama pandemi, setidaknya untuk konsumsi keluarga aman. Saya juga menanam kangkung dan cabai di kebun rumah. Kadang cari ikan di sungai,” kata Lawing.
Hasil kebun dan ladang itu masih cukup untuk memenuhi kebutuhan harian ia dan istrinya. Adapun ketiga anaknya tinggal di asrama di luar desa agar tetap bisa mengikuti pembelajaran daring. Sebab, internet baru masuk ke Long Tuyoq dalam sebulan terakhir. Lawing mengatakan, hasil penjualan kakao dan ikan masih cukup untuk biaya sekolah ketiga anaknya.
Sekitar akhir Agustus kami mau menugal, menanam padi. Selama pandemi, setidaknya untuk konsumsi keluarga aman.
Ia mengatakan, sejak Maret 2020 tidak pernah keluar kampung. Segala kebutuhan dari luar daerah, seperti gula, garam, dan gas, masih didistribusikan ke desa dengan baik ketika jalur sungai dibuka. Meskipun Mahakam Ulu satu-satunya wilayah yang tak memiliki kasus Covid-19 di Kalimantan Timur, warga masih membatasi penerimaan tamu dan membatasi diri keluar wilayah.
”Semoga tetap tidak ada kasus di Mahakam Ulu. Kami tetap di desa saja, tidak perlu keluar kampung dulu,” kata Lawing.
Mahakam Ulu termasuk wilayah yang terisolasi oleh hutan di hulu Sungai Mahakam. Akses darat masih sangat terbatas. Satu-satunya jalur darat ke Desa Long Tuyoq hanya jalan tanah yang dibuka oleh perusahaan kayu. Hanya mobil bergardan ganda yang mampu melewatinya.
Satu-satunya akses menuju Desa Long Tuyoq tercepat melalui Sungai Mahakam. Dari pusat pemerintahan Mahakam Ulu di Desa Ujoh Bilang, desa itu bisa ditempuh menggunakan perahu bermesin selama 3-4 jam. Sulitnya akses menuju ke sana membuat kunjungan orang dari luar mudah terpantau sehingga wilayah ini tak mencatatkan kasus Covid-19.
Sekretaris Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Mahakam Ulu Lorensius Liah mengatakan, meski jalur penerbangan sudah dibuka, agenda pariwisata di Mahakam Ulu belum dibuka untuk umum. Salah satu agenda tahunan yang akan dilaksanakan pada Oktober adalah hudoq, acara adat Dayak di awal siklus tanam padi.
”Tahun ini rencananya hudoq tetap dilaksanakan di Kecamatan Long Pahangai. Namun, agenda itu hanya untuk internal, tidak mengumpulkan orang banyak, dan tidak mengundang orang dari luar daerah,” kata Lorensius.
Dalam prosesi hudoq, warga mengenakan topeng sebagai simbol roh yang datang membawa kebaikan pada masa tanam. Upacara adat ini dilaksanakan di lapangan dan menjadi momen bersama suku dayak untuk berharap limpahan berkah pada masa tanam.