Aksi Tolak RUU Cipta Kerja di Bandung Berujung Bentrok, Ratusan Mahasiswa Dirawat
Unjuk Rasa menolak RUU Cipta Kerja di Kota Bandung, Kamis (8/10/2020) berujung bentrok. Sejumlah ruas jalan ditutup dan setidaknya 100 mahasiswa dirawat di Kampus Unpas Jalan Tamansari.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA/MELATI MEWANGI
·4 menit baca
BANDUNG, KOMPAS – Bentrokan antara petugas kepolisian dan para pengunjuk rasa, Kamis (8/10/2020) malam, mengakibatkan beberapa ruas jalan di Kota Bandung, Jawa Barat, ditutup sementara. Setidaknya 100 mahasiswa dan pengunjuk rasa lainnya mendapatkan perawatan.
Hingga pukul 20.00, beberapa ruas jalan di Kota Bandung masih belum bisa dilalui kendaraan, di antaranya Jalan Diponegoro, Jalan Trunojoyo, Jalan Ranggagading hingga Jalan Tamansari. Beberapa lokasi seperti Taman Radio masih menjadi arena pelemparan batu, petasan, kembang api dan bom molotov dari pengunjuk rasa.
Sementara itu, petugas kepolisian membalas dengan menembakkan gas air mata ke arah massa. Sekitar pukul 20.15, petugas menggunakan kendaraan berat dan sepeda motor untuk memukul mundur massa di Jalan Ranggagading hingga ke Jalan Tamansari. Beberapa pengunjuk rasa ditangkap polisi.
Dari bentrokan tersebut, setidaknya ribuan mahasiswa melindungi diri di dua kampus di Jalan Tamansari, yakni Universitas Islam Bandung dan Universitas Pasundan. Pintu pagar di kedua kampus pun ditutup petugas dan mahasiswa. Peserta aksi yang terluka dibawa ke dalam kampus.
Setidaknya hingga pukul 20.29, sebanyak 108 peserta telah dirawat Korps Suka Rela (KSR) Universitas Pasundan dan 10 orang di antaranya terpaksa dibawa ke rumah sakit untuk mendapat perawatan intensif. Mereka mengalami pendarahan di bagian kepala, pelipis, bagian kaki, dan ada yang terindikasi serangan jantung.
Koordinator Lapangan Siaga Medis KSR Unpas Rezky Hidayah (24) menyatakan, bersiaga sejak pukul 16.00 dan tetap berjaga hingga seluruh korban telah kembali. “Korban mulai berdatangan pukul 17.00. Biasanya setelah membaik semua peserta yang beristirahat langsung pulang,” tuturnya.
Bentrokan yang berada di sejumlah ruas jalan pun menjadi salah satu dampak dari tindakan paksa petugas kepolisian terhadap massa aksi mahasiswa yang telah melewati waktu yang telah diizinkan, pukul 18.00. Sekitar 18.15, petugas memukul mundur mahasiswa untuk meninggalkan area Gedung Sate dan Gedung DPRD Jabar.
Imbasnya, beberapa titik jalan antara kedua gedung tersebut dengan kampus Universitas Islam Bandung dan Universitas Pasundan menjadi lokasi bentrokan. Hal tersebut berdampak kepada penutupan jalan di sepanjang Jalan Ir Juanda. Bahkan, beberapa fasilitas publik seperti tempat sampah umum dirusak massa aksi.
Kepala Polrestabes Bandung Komisaris Besar Ulung Sampurna Jaya menyatakan, akan terus menelusuri provokator yang melakukan kerusuhan dan merusak fasilitas publik dalam unjuk rasa kali ini. Dia menuturkan, dari rangkaian unjukrasa yang berlangsung dari Selasa (6/10/2020) polisi menangkap lebih kurang 200 orang diduga provokator.
“Hari pertama kami menangkap 10 orang. Hari kedua 190 orang. Untuk hari ketiga ini masih dalam pendataan karena di beberapa titik masih ada kerusuhan. Kami akan menindak tegas pihak-pihak yang merusak fasilitas publik,” tuturnya.
Demo yang dimulai selama tiga hari ini menjadi salah satu bentuk protes dari mahasiswa, buruh, dan berbagai elemen masyarakat terhadap pengesaran RUU Cipta Kerja. Pengesahan ini dinilai terburu-buru dan merugikan kaum buruh, petani dan kualitas lingkungan jika disahkan.
“Tadi dari kaum buruh sudah bubar, jadi bukan dari mereka. Yang mahasiswa juga telah kami minta untuk mundur dengan tindakan tegas dan terukur karena telah melebihi waktu yang telah ditentikan,” ujarnya.
Surat pernyataan
Sementara itu, sejak Rabu (7/10/2020), beredar surat pernyataan dari Pemerintah Kabupaten Karawang yang berbunyi mendukung sepenuhnya perjuangan buruh Karawang untuk menolak Undang-Undang Cipta Kerja yang baru disahkan di gedung DPR RI.
Pemda akan terus mengawal perjuangan buruh ini untuk juga disampaikan pemerintah pusat. Surat tersebut ditandatangani oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Karawang Acep Jamhuri atas nama Bupati Karawang.
Saat dikonfirmasi, Acep menjelaskan, surat tersebut dikeluarkan saat aksi unjuk rasa berlangsung di depan kantor Pemda Karawang menjelang malam. Saat itu, massa belum mau dibubarkan jika pemda tidak memberikan surat pernyataan dari bupati. Karena hari sudah malam, surat tersebut dikeluarkan dengan harapan agar massa segera pulang dan situasi kondusif.
“Saya khawatir juga nanti terjadi kluster baru dari demo apalagi kasus di Karawang didominasi dari kluster industri. Kami ingin mengawal agar situasi tetap kondusif dan tidak anarkis,” ucap dia.
Dalam surat tersebut, Acep bermaksud terus mengawal perjuangan buruh untuk disampaikan kepada pemerintah pusat. Ini berbeda makna dengan pernyataan mendukung atau tidak RUU Cipta Kerja tersebut.
Sebab, pemerintah daerah tidak memiliki hak untuk mencampuri hal itu. Namun, sejumlah orang menangkap maknanya berbeda. Hari ini, ia sudah mengklarifikasi pernyataan tersebut kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementrian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.