Ratusan Warga Halangi Distribusi Logistik untuk 52 TPS di Yalimo Papua
Pendistribusian logistik dan alat pelindung diri ke 52 TPS di Kabupaten Yalimo, Papua, terkendala. Ratusan warga menghalangi distribusi karena menuntut pencoblosan dengan sistem noken.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Ratusan warga menghalangi distribusi logistik pilkada dan alat pelindung diri untuk 52 tempat pemungutan suara di Distrik Apilapsili, Kabupaten Yalimo, Papua, Selasa (8/12/2020). Massa diduga merupakan pendukung salah satu pasangan calon kepala daerah.
Hal ini disampaikan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Papua, Jamaluddin Lado Rua, saat dihubungi dari Jayapura, Selasa malam. Jamaluddin bertugas melakukan supervisi pengawasan untuk Pilkada Yalimo.
Dia mengungkapkan, massa menghalangi distribusi logistik dan alat pelindung diri untuk 52 TPS karena menolak pelaksanaan sistem pemilu one man one vote (satu pemilih satu suara) seperti yang lazim dilakukan. Mereka meminta dilaksanakan sistem pemilihan noken di 52 TPS.
Sistem pemilihan noken merupakan mekanisme pemungutan suara di daerah pegunungan Papua, yakni melalui musyarawah bersama warga untuk menentukan pemimpin pilihannya. Kemudian warga sepakat untuk memasukkan surat suara hasil pilihan bersama itu ke noken atau tas tradisional khas Papua dari rajutan akar, batang bunga anggrek, dan serat kulit kayu.
Pada Pilkada 2020, KPU hanya mengizinkan sistem noken digunakan di 50 distrik (setingkat kecamatan) di Kabupaten Yahukimo. Adapun 10 kabupaten lainnya yang menggelar pilkada menggunakan sistem one man one vote, termasuk Yalimo.
Jamaluddin mengatakan, kemungkinan pada 52 TPS ini akan dilaksanakan pemilu susulan karena massa masih menahan logistik di gudang dengan senjata tajam. Hal ini memicu reaksi dari massa pendukung pasangan calon lainnya sehingga terlibat saling serang dengan massa yang menahan logistik pilkada. ”Lima warga terluka karena terkena lemparan batu,” ungkapnya.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Papua Theodorus Kosay, saat dikonfirmasi, membenarkan adanya massa dari salah satu pasangan calon yang menghalangi distribusi logistik ke 52 TPS di Yalimo. ”Kami telah memohon bantuan dari Polda Papua agar proses distribusi logistik ke TPS di Distrik Apilapsili tidak terhambat,” tutur Theodorus.
Kepala Bidang Humas Polda Papua Komisaris Besar Ahmad Mustofa Kamal mengatakan, jajaran Polres Yalimo bersama TNI masih berupaya membujuk massa agar menghentikan aksi tersebut. Ia menuturkan, salah satu calon bupati turut bersama massa menghalangi distribusi logistik tersebut.
”Kami belum mengambil tindakan tegas untuk menghindari konflik dengan masyarakat. Kami akan mengupayakan cara persuasif dengan calon itu dan simpatisannya pada Rabu esok. Apabila mereka tetap menolak, pihak yang terlibat akan dipidanakan,” ujar Ahmad.
Berdasarkan catatan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), daerah yang menerapkan sistem noken dalam pemilu cenderung rawan konflik. Jumlah warga yang meninggal sejak sistem noken diberlakukan tahun 2009 sebanyak 71 orang dan ratusan warga mengalami luka-luka. Terakhir, konflik pilkada di Puncak Jaya dan Intan Jaya menewaskan 19 warga pada tahun 2017.
Sistem noken juga rentan disalahgunakan oknum penyelenggara pemilu dalam mengubah data hasil rekapitulasi suara. Contoh kasus dugaan perubahan data hasil rekapitulasi perhitungan suara oleh lima anggota KPU Yahukimo untuk hasil pemilihan DPR tahun 2019.
Temuan Badan Pengawas Pemilu Papua juga memperlihatkan tren serupa. Di sejumlah kabupaten yang melaksanakan sistem noken, seperti Puncak, Puncak Jaya, dan Paniai, juga ditemukan masalah terkait rekapitulasi suara. Oknum panitia pemilihan distrik diduga jadi pelaku utama yang mengubah hasil rekapitulasi perhitungan suara dengan basis sistem noken. Aksi ini terindikasi menguntungkan oknum caleg tertentu.
Kepala Sekretariat Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Papua Frits Ramandey mengatakan, telah meneliti tentang hal ini di sejumlah daerah pada tahun 2014 hingga 2017, seperti Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Mimika, Kabupaten Jayapura, Nabire, dan Keerom. Hasilnya, penggunaan sistem pemilihan noken diwakilkan kepala suku.
Ia pun menyatakan praktik itu sudah melanggar hak asasi manusia. Sebab, warga tak dapat menyalurkan aspirasi sesuai pilihannya. ”Seharusnya, warga memasukkan surat ke dalam noken yang ditempeli wajah calon kepala daerah, anggota legislatif, dan presiden. Fakta yang kami temukan ternyata ada kepala suku yang mewakili mereka untuk mencoblos calon tersebut,” kata Frits.