PAN-Nasdem Bahas Rencana Koalisi di Pilkada 2020 hingga ”Omnibus Law”
Banyak hal didiskusikan saat Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan bertemu Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh di kantor DPP Partai Nasdem, Jakarta. Khusus terkait Pilkada 2020, ada kesepakatan untuk berkoalisi.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan bertemu Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh di kantor Dewan Pimpinan Pusat Nasdem, Jakarta, Selasa (10/3/2020). Banyak hal didiskusikan, dari mulai Pemilihan Kepala Daerah 2020, revisi Undang-Undang Pemilu, hingga rancangan undang-undang bermetodekan omnibus.
Zulkifli tiba di kantor DPP Nasdem pada Selasa siang. Dia didampingi sejumlah elite Partai Amanat Nasional (PAN), seperti Ketua Majelis Penasihat Partai Hatta Rajasa, Wakil Ketua Umum Viva Yoga, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Eddy Soeparno, dan Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Yandri Susanto. Adapun Surya Paloh yang menyambut Zulkifli didampingi, di antaranya, Sekjen Nasdem Johnny G Plate dan Ketua DPP Nasdem Willy Aditya.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Surya Paloh mengatakan, dari pertemuan tersebut, kesepakatan yang muncul adalah rencana koalisi antarkedua partai di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020. Namun, dia belum bisa memastikan daerah-daerah tersebut. Pilkada 2020 akan digelar serentak di 270 daerah.
”Mana yang bisa disinergikan, baik dari PAN maupun Nasdem, dalam mengusung (calon), spesifiknya belum ada secara keseluruhan. Namun, dalam minggu ini, kami akan tuntaskan,” ujar Surya Paloh.
Surya Paloh juga menanggapi jumlah calon tunggal di pilkada yang terus bertambah di tiga gelombang pilkada serentak. Menurut dia, adanya calon tunggal sah secara konstitusi. Dia tidak sependapat apabila fenomena tersebut ditarik ke arah etik.
”Yang terpenting pelaksanaannya sesuai koridor konstitusi, tidak ada calon yang dipaksakan di situ, tidak boleh hak-hak politik dicabut, atau tidak boleh ikut. Itu tidak diterima. Namun, kalau dia berjalan normal, kami terima. Barangkali ada unsur acceptability (penerimaan), kapabilitas hanya satu (calon), kita harus menerima konsekuensi itu,” ucap Surya Paloh.
Secara khusus, Zulkifli menyoroti soal Pemilu 2024. Menurut dia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu masih memerlukan penyempurnaan sehingga Pemilu 2024 bisa lebih baik. Salah satunya berkaca pada banyaknya penyelenggara pemilu yang meninggal pada Pemilu 2019 akibat terlampau beratnya beban kerja.
”Tentu itu bebannya berat. Apalagi, (Pemilu 2019) kemarin itu, kan, parliamentary threshold (ambang batas parlemen) yang sudah dipakai, dipakai kembali (di Pemilu 2024). Oleh karena itu, bagaimana jalan keluar supaya dipisah (pemilu legislatif dan pemilu presiden), waktunya tidak sama,” tutur Zulkifli.
Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum, lebih dari 400 petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) meninggal saat Pemilu 2019. Adapun di Pemilu 2014, setidaknya ada 157 petugas yang meninggal.
Zulkifli pun menyampaikan keberatannya atas usulan kenaikan ambang batas parlemen dari 4 persen menjadi 7 persen di Pemilu 2024. Usulan itu sebelumnya muncul saat pertemuan antara Surya Paloh dan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto pada Senin (10/3/2020).
Menurut Zulkifli, kenaikan ambang batas seharusnya bertahap. Hal ini penting karena Indonesia menganut sistem multipartai, dan sejumlah partai masih tergolong baru.
”Jangan lupa, kita itu Pancasila, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika, kebersamaan, bukan soal menang-menangan. Saya kira tentu kami partai baru dan sebagainya perlu bertahap dulu,” tutur Zulkifli.
”Omnibus law”
Terkait sejumlah rancangan undang-undang bermetodekan omnibus yang diajukan pemerintah ke DPR, Zulkifli berpendapat, pada prinsipnya PAN sepakat bahwa regulasi sapu jagat itu disusun pemerintah guna memangkas rantai panjang birokrasi sehingga investasi bisa lebih cepat.
Namun, Zulkifli meminta pemerintah dan DPR agar tidak menghilangkan kewenangan-kewenangan yang biasa dipegang oleh sejumlah kementerian dan lembaga negara.
”Tentu kami setuju itu (omnibus law), tetapi dengan catatan tidak menghilangkan substansi kewenangan masing-masing (kementerian dan lembaga). Tentu substansi tidak bisa dipotong, tetapi yang diperpendek adalah birokrasi menjadi singkat dan cepat,” kata Zulkifli.
Hatta Rajasa pun mengapresiasi gagasan omnibus law. Namun, dia meminta DPR lebih kritis dalam membahas regulasi sapu jagat tersebut agar kelak tak menimbulkan ketidakpastian hukum saat disahkan menjadi undang-undang.
”Jadi gagasan omnibus law ini harus dihargai. Namun, dalam prosesnya DPR harus kritis juga, justru jangan sampai menimbulkan ketidakpastian hukum. Jadi akses untuk ketersediaan hukum itu tetap harus ada,” tutur Hatta Rajasa.
Sementara itu, Surya Paloh berharap agar proses pembahasan omnibus law dikebut. Menurut dia, bola sekarang berada di tangan DPR.
”Sekarang tergantung pimpinan DPR agar untuk segera memusyawarahkannya sesuai dengan proses dan mekanisme yang ada di Dewan. Harapan saya, ini bisa berjalan secara lebih cepat,” ujarnya.
Apalagi, lanjut Surya Paloh, saat ini pemerintah menghadapi sejumlah pekerjaan rumah untuk membangun perekonomian nasional. Namun, saat ini upaya tersebut masih terhambat sejumlah aturan yang ada.
”Bagi saya dan Nasdem, melihat ini adalah upaya yang amat sangat diharapkan bisa mempercepat progress pembangunan nasional yang dihadapkan oleh rintangan atas berbagai kebijakan,” ucap Surya Paloh.