Imbas Wabah Covid-19, KPU Berencana Tunda Tiga Kegiatan Pilkada 2020
KPU diharapkan juga menyusun skenario penundaan pelaksanaan Pilkada 2020 pada September jika merebaknya Covid-19 bertambah parah. Untuk penundaan itu, KPU perlu mengkmunikasikannya dengan DPR dan pemerintah.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum berencana menunda beberapa kegiatan dalam tahapan Pemilihan Kepala Daerah 2020. Kebijakan tersebut diambil berdasarkan merebaknya Covid-19.
Komisioner KPU, Hasyim Asy’ari, dalam pernyataannya di akun Twitter @hsym_asyari, Sabtu (21/3/2020), menyatakan, dalam waktu dekat KPU akan membuat kebijakan penundaan beberapa kegiatan dalam tahapan Pilkada 2020 di rentang waktu antara Maret-29 Mei 2020. Menurut rencana, Pilkada 2020 serentak akan dilaksanakan pada 23 September.
Kegiatan yang ditunda adalah pelantikan Panitia Pemungutan Suara (PPS), verifikasi faktual dukungan bakal pasangan calon perseorangan, dan pemutakhiran daftar pemilih. Penundaan tersebut berdasarkan pada kaidah hukum bahwa keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi (salus populi suprema lex esto).
Fakta-fakta yang menjadi pertimbangan adalah meningkatnya penyebaran Covid-19 di Indonesia. Kemudian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan secara resmi bahwa Covid-19 menyebabkan kedaruratan kesehatan yang meresahkan dunia.
Pertimbangan lainnya, potensi penyebaran Covid-19 tidak dapat ditentukan dan dapat mengenai siapa saja. Sementara terdapat beberapa fakta bahwa beberapa anggota KPU kabupaten/kota yang menyelenggarakan Pilkada 2020 sudah ada yang terdampak dan berstatus baik positif, pasien dengan pengawasan (PDP), maupun orang dalam pemantauan (ODP) Covid-19.
”Ini bukan potensi, tapi sudah aktual sebagai bentuk gangguan terhadap penyelenggaraan Pilkada 2020,” kata Hasyim dalam pernyataannya tersebut.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang, Pasal 120 dan Pasal 121 menyatakan bahwa hal yang dapat dijadikan alasan penundaan pilkada adalah sebagian atau seluruh wilayah pemilihan terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya.
Secara terpisah, komisioner KPU, Viryan Aziz, ketika dikonfirmasi mengatakan, KPU akan segera mengeluarkan keterangan resmi terkait dengan rencana penundaan beberapa kegiatan tersebut. ”Untuk lengkapnya, nanti ada di siaran pers,” kata Viryan.
Pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Hadar Nafis Gumay, menghargai kebijakan yang ditempuh KPU tersebut. Sebab, selain harus menyelenggarakan pemungutan suara yang demokratis, juga mesti memperhatikan keselamatan dan kondisi semua pihak, termasuk kesehatannya.
Namun, KPU hendaknya mengantisipasi implikasi dari penundaan yang akan membuat beban pekerjaan KPU kian berat. Terlebih kegiatan verifikasi faktual dukungan bakal pasangan calon perseorangan dan pemutakhiran daftar pemilih adalah kegiatan yang cukup berat dan memerlukan waktu. Sementara waktu pemungutan suara tidak berubah atau tetap pada September 2020.
Menurut Hadar, KPU pun hendaknya menyiapkan skenario berupa penundaan Pilkada 2020 secara keseluruhan atau menggeser waktu pelaksanaan pilkada. Untuk hal ini, KPU perlu segera membahasnya dengan DPR dan pemerintah. Sebab, untuk melakukan hal itu, harus merevisi UU Pilkada.