Jaringan Teroris Makin Tersebar Saat Pandemi Covid-19
Detasemen Khusus 88 Kepolisian Negara Republik Indonesia masih mendalami empat terduga teroris yang ditangkap di Muna, Sulawesi Tenggara, kemarin. Mereka diduga memanfaatkan momen saat polisi sibuk tangani Covid-19.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Detasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian Negara Republik Indonesia masih mendalami empat terduga teroris yang kemarin ditangkap di Muna, Sulawesi Tenggara. Penangkapan sejumlah terduga teroris belakangan ini memperlihatkan kemungkinan teror oleh beberapa jaringan di lokasi berbeda. Mereka diduga memanfaatkan momentum aparat kepolisian yang tengah fokus pada pencegahan penyebaran Covid-19.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Raden Prabowo Argo Yuwono, dalam jumpa pers, Selasa (14/2/2020), di Jakarta, mengatakan, Densus 88 telah menangkap empat terduga teroris di Kabupaten Muna, yaitu JJ, AL, FJ, dan AH. Mereka diduga jaringan kelompok teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD) di Sulawesi Tenggara.
Saat penangkapan, petugas menyita barang bukti, yakni, satu pucuk senjata api laras panjang rakitan, satu pucuk senjata api laras pendek jenis pistol, beberapa butir peluru, dan sebuah sangkur.
”Saat ini, keempat terduga teroris tersebut telah dibawa ke polres (Muna) dan sedang diinterograsi dan dimintai keterangan,” kata Argo.
Saat ini keempat terduga teroris tersebut telah dibawa ke polres (Muna) dan sedang diinterograsi dan dimintai keterangan.
Sebagaimana diberitakan, pada Maret lalu, Densus 88 Antiteror sebelumnya mengamankan lima terduga teroris di Batang, Jawa Tengah, yang merupakan jaringan kelompok JAD. Mereka diduga tengah menyiapkan aksi teror karena ditemukan bahan racikan bom dan telah melakukan uji coba.
Memanfaatkan ”dukhon”
Pengamat terorisme dan pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian, Noor Huda Ismail, mengatakan, jaringan teroris yang berafiliasi ke JAD saat ini tidak hanya terdiri dari kelompok JAD, tetapi juga mereka yang pernah ikut konflik di Ambon dan Poso, mulai dari kelompok Darul Islam hingga mantan anggota Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII).
Mereka tertarik dengan gagasan khilafah yang didengungkan kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). Berbagai kelompok tersebut saling terhubung melalui media sosial dan berafiliasi ke jaringan JAD. Mereka memiliki kebutuhan yang sama untuk berjihad dan memiliki kesempatan untuk memperlihatkan diri ke publik.
”Mereka sering tidak sepakat dengan hal-hal teknis, tetapi sepakat untuk membela proyek khilafah ini, termasuk dengan teror,” kata Noor Huda saat dihubungi, Selasa.
Menurut Noor Huda, selama ini, Sulawesi Tenggara bukanlah wilayah yang kerap diguncang aksi teror. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pernah mencatat 10 daerah rawan terorisme, di antaranya Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah, bukan Sultra. Namun, dengan adanya jaringan internet dengan media sosialnya, jaringan baru tersebut dapat dibentuk.
Noor Huda juga mengingatkan bahwa anak angkat Abdullah Sungkar, tokoh Jamaah Islamiyah (JI), berasal dari Sulawesi Tenggara. Mereka, kata Noor Huda, melihat pandemi Covid-19 sebagai dukhon yang berarti ”asap” sebagai saat yang bisa digunakan untuk menyerang lawan.
Hal itu tampak dari fatwa-fatwa kelompok tersebut di aplikasi Telegram dan kajian luring yang mereka lakukan. Temuan barang bukti berupa senjata api juga memperlihatkan kemungkinan aksi teror yang berbeda dari kelompok JAD yang ditangkap di Batang, Jawa Tengah.
Mereka melihat pandemi Covid-19 sebagai dukhon yang berarti ”asap” sebagai saat yang bisa digunakan untuk menyerang lawan.
Di sisi lain, menurut Noor Huda, dampak dari adanya internet dan media sosial membuat sebaran teror di Indonesia menjadi bersifat acak. Jika dulu daerah rawan hanya berada di beberapa daerah, seperti Solo, Poso, dan Ambon, belakangan muncul juga jaringan teror di Lampung, Medan, dan Papua.
”Dengan hadirnya media sosial, jaringan itu bisa terbangun di dunia maya,” ujar Noor Huda.
Dengan jaringan teror yang berkembang karena internet dan kemungkinan adanya aksi teror di masa pandemi Covid-19 tersebut, Noor Huda berharap agar kerja sama antara badan atau lembaga pemerintah, baik untuk penegakan hukum maupun yang bergerak di bidang intelijen, dapat diperkuat. Selain itu, pemerintah daerah pun perlu dilibatkan untuk memantau dinamika masyarakat di wilayahnya.