Selama pandemi Covid-19, aparatur sipil negara yang merupakan tulang punggung birokrasi dapat mengambil peran optimal sebagai agen perubahan. Peran mereka terutama dikaitkan dengan perubahan yang terjadi saat ini.
Oleh
Ingki Rinaldi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Aparatur sipil negara yang merupakan tulang punggung birokrasi dapat mengambil peran optimal sebagai agen perubahan selama masa pandemi Covid-19. Peran mereka terutama jika dikaitkan dengan perubahan kondisi secara dinamis yang membutuhkan pula perubahan peraturan hukum yang relatif cepat.
Deputi Pengkajian dan Materi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) FX Adji Samekto menyampaikan hal itu dalam kaitannya dengan aktualisasi Pancasila oleh ASN dalam pergeseran tatanan sosial di tengah pandemi Covid-19. Materi tersebut dipaparkan dalam diskusi daring bertema “Aktualisasi Pancasila ke dalam Sistem Pemerintahan Presidensiil di tengah Pandemik Covid-19” yang digelar Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kemendagri, Kamis (4/6/2020) di Jakarta.
Adji mengatakan, saat ini terjadi pergeseran tatanan sosial lama ke tatanan sosial baru. Hal itu berefek pada peraturan-peraturan yang sebelumnya diasumsikan pada kondisi normal, dan sekarang masuk pada situasi yang disebut Adji sebagai tidak normal.
“Sebuah peraturan tidak bisa final. Kalau suasana ganti, ya peraturan mesti ganti”
Pada kondisi tersebut, imbuh Adji, ada suasana yang menunjukkan seolah-olah tiada kepastian hukum. Padahal, perubahan tatanan sosial pasti membutuhkan perubahan aturan hukum juga.
Dinamisnya situasi pandemi Covid-19 membuat peraturan juga dapat berubah relatif dengan cepat. Ia mengatakan situasi dan dinamika tersebut sebagai hal yang tidak bisa dihindari oleh siapapun. “Sebuah peraturan tidak bisa final. Kalau suasana ganti, ya peraturan mesti ganti,” sebut Adji.
Menurut Adji, hal itu bukan merupakan bentuk adanya ketidakpastian hukum. Akan tetapi, adanya persepsi dan penerimaan di sebagian masyarakat bahwa situasi tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum yang cenderung tidak terhindarkan.
Pada ititik itulah, lanjut Adji, peran ASN sebagai agen perubahan menjadi penting. Dalam hal ini, Adji menyoroti peran penting ASN dalam melakukan advokasi terhadap peraturan-peraturan hukum yang berkembang.
Lebih jauh Adji mengatakan bahwa situasi ketidakpastian dalam pandemi Covid-19 juga memberikan peluang untuk lebih maju, kreatif, dan inovatif guna perbaikan ke depan. Ini pula yang dilihat Adji dapat dijalankan oleh ASN dalam konteks sebagai agen perubahan yang diharapkan mencerahkan masyarakat.
Reorientasi strategi manajemen
Sementara itu dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Soni Sumarsono, yang juga menjadi narasumber diskusi, menekankan ihwal pentingnya reorientasi strategi manajemen pemerintahan. Perubahan yang dimaksud ialah yang menuju pada praktik yang lebih responsif terhadap perkembangan situasi.
Sumarsono yang juga mantan Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri itu menyebutkan bahwa aktualisasi Pancasila dalam manajemen pemerintahan sistem presidensiil di masa pandemi Covid-19 sudah sejalan. Akan tetapi, perlu penguatan aspek layanan publik dan aspek manajemen pemerintahan.
Oleh karena itulah ia menyoroti sejumlah hal yakni dibutuhkannya manajemen pemerintahan yang lebih solid dan memiliki keberpihakan nyata kepada masyarakat. Soliditas ini dinilai relatif masih kurang pada saat ini. Terutama di antara kementerian dan lembaga serta antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Selain itu, manajemen pemerintahan juga lebih didorong untuk menyesuaikan dengan dinamika gotong royong dan kebersamaan sebagai suatu bangsa. Selain itu, diperlukan reformasi birokrasi untuk melakukan pemerintahan.
"Sekarang tidak bisa lagi hidup dengan paradigma lama. Standar norma perilaku, terutama bagi ASN, harus diubah. Bentuk lembaga juga mesti lebih sederhana dengan perilaku pelayanan yang lebih ditingkatkan"
Standar birokrasi mesti lebih mengedepankan aspek pelayanan publik. Sumarsono mengatakan, sekarang tidak bisa lagi hidup dengan paradigma lama. Standar norma perilaku, terutama bagi ASN, harus diubah. Bentuk lembaga juga mesti lebih sederhana dengan perilaku pelayanan yang lebih ditingkatkan. “Pemerintah (harus) lebih interaktif dengan masyarakat,” kata Sumarsono.
Guru besar ekonomi Universitas Gadjah Mada, Sri Adiningsih yang turut hadir sebagai pembicara mengatakan bahwa yang terpenting dalam menghadapi pandemi Covid-19 ialah dengan mengembangkan jiwa gotong royong. Sri juga menuturkan bagwa realokasi dan penghematan anggaran mesti dilakukan untuk menghadapi situasi pandemi.
Di dalamnya termasuk membuat sistem pemerintahan dan pengelolaan keuangan yang lebih efisien. Sebagian di antaranya seperti pengurangan biaya rapat, kunjungan kerja, penundaan berbagai proyek non-strategis, dan sebagainya.