Anggota Bawaslu RI Terpapar Korona, Sinyal Merah bagi Penyelenggaraan Pilkada
Terpaparnya anggota Bawaslu RI, Ratna Dewi Pettalolo, berpotensi mengganggu kerja pengawasan dan penindakan atas pelanggaran yang terjadi dalam tahapan Pilkada 2020.
Oleh
Ingki Rinaldi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Terpaparnya anggota Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu RI, Ratna Dewi Pettalolo, beserta tiga anggota timnya menjadi alarm bagi pemerintah, DPR, dan penyelenggara pemilihan yang akan melanjutkan tahapan pilkada yang sempat tertunda pada 15 Juni mendatang. Jika tidak hati-hati, pelaksanaan tahapan pilkada lanjutan itu, salah satunya pencocokan dan penelitian data pemilih, justru menjadi sarana penyebaran wabah Covid-19.
Terkait dengan hal itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) disarankan untuk secara tegas menolak melanjutkan atau sebaiknya menunda pelaksanaan tahapan pilkada lanjutan. Atau, setidaknya KPU perlu meminta saran dari penyelenggara pemilihan di 270 daerah mengenai pelaksanaan tahapan tersebut. Sebab, penyelenggara pemilihan di daerahlah yang paling mengetahui kondisi riil wilayah yang bersangkutan.
KPU disarankan untuk secara tegas menolak melanjutkan atau sebaiknya menunda pelaksanaan tahapan pilkada lanjutan.
Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari, Senin (8/6/2020), saat dihubungi dari Jakarta mengatakan, mulai 15 Juni mendatang, petugas akan melakukan pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih. Dalam proses ini akan terjadi pertemuan antara petugas coklit dengan pemilih.
”Kalau penyelenggara terkena, sementara pemilih tidak (terpapar Covid-19), artinya penyelenggara mengantarkan wabah kepada orang lain. Ini akan menjadi bencana baru bagi kita, jumlah kasus Covid-19 akan melebar lagi menjelang Desember 2020. Sebaliknya, kalau pemilih terpapar Covid-19 kemudian petugas datang lalu terdampak, akan jatuh korban. KPU akan dituduh mengorbankan penyelenggara di tingkat bawah. Meski mereka petugas ad hoc, kalau sakit, apakah proses penyelenggaraan pilkada akan sukses?” tutur Feri.
Menurut Feri, Perppu Pilkada yang kemudian disahkan menjadi undang-undang sebenarnya memberi jalan keluar. Ada pasal alternatif yang mengatur apabila tidak sanggup melaksanakan pilkada, KPU dapat menentukan hari lain berdasarkan masukan dari DPR dan pemerintah.
Sebelumnya, Ratna Dewi Pettalolo positif Covid-19 saat menjalani tes usap tenggorokan (swab) untuk kepentingan kepulangan ke Jakarta setelah bekerja dari rumah atau work from home dari Palu, Sulawesi Tengah.
Ketua Bawaslu RI M Abhan mengatakan, meski Ratna Dewi Pettalolo terpapar Covid-19, posisinya sebagai Koordinator Divisi Penindakan Bawaslu tak akan digantikan. Dewi masih bisa mengikuti rapat-rapat pleno selama masa karantina yang berlangsung selama dua pekan depan. Lagi pula, posisi koordinator untuk semua divisi adalah sama dan dilaksanakan secara koletif kolegial.
Terkait tugas penindakan pelanggaran setelah tahapan pilkada kembali dilanjutkan, Abhan mengatakan hal itu tidak menjadi masalah. Sebab, lokasi pelanggaran ada di daerah yang menyelenggarakan pilkada. Kewenangan pengawasan dan penindakan pelanggaran ada di daerah.
”Kami (Bawaslu RI) di pilkada ini lebih kepada (fungsi) supervisi dan asistensi, kira-kira begitu,” ujar Abhan.
Memengaruhi pilkada
Berbeda dengan Abhan, peneliti di Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif, Muhammad Ihsan Maulana, berpendapat, kondisi Dewi yang terinfeksi Covid-19 akan memengaruhi tahapan pilkada. Ini menyusul posisi Dewi sebagai Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran yang berperan cukup sentral tatkala tahapan pilkada lanjutan dimulai.
Ihsan mengatakan, ada banyak hal yang menunggu dikerjakan di divisi penanganan pelanggaran. Khususnya, bagaimana menindaklanjuti hasil pengawasan agar bisa berlanjut pada penanganan pelanggaran.
”Apalagi Bawaslu juga masih ada beberapa PR (pekerjaan rumah), seperti Perbawaslu (Peraturan Bawaslu) penanganan pelanggaran yang belum disesuaikan dengan protokol Covid-19,” kata Ihsan.
Ada banyak hal yang menunggu dikerjakan di divisi penanganan pelanggaran. Khususnya, bagaimana menindaklanjuti hasil pengawasan agar bisa berlanjut pada penanganan pelanggaran.
Menurut Ihsan, Dewi juga harus melakukan supervisi dan memantau penanganan pelanggaran administratif yang terjadi di 270 daerah yang menyelenggarakan pilkada. Sebab, bagaimanapun juga, laporan akhir dan tanggung jawab penyelenggaraan pilkada berada di Bawaslu.
”Peran anggota Bawaslu juga sangat penting, khususnya Dewi, dalam hal penanganan pelanggaran,” kata Ihsan.
Ia berharap Dewi dapat segera pulih dan melanjutkan tanggung jawab yang ada. Selain itu, Bawaslu semestinya menentukan pengganti sementara Dewi selama yang bersangkutan menjalani masa pemulihan. Ini dinilai penting agar proses supervisi bisa tetap berjalan ideal.