Kementerian Komunikasi dan Informatika menemukan 217 tautan yang berisi kabar bohong atau hoaks terkait Pilkada 2020. Hoaks dikhawatirkan berimbas pada partisipasi pemilih pada pemungutan suara 9 Desember mendatang.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Komunikasi dan Informatika menemukan 217 tautan yang berisi kabar bohong atau hoaks terkait Pemilihan Kepala Daerah 2020. Hoaks yang sebagian berisi tentang permintaan bantuan dana keamanan dan penundaan pemilihan dikhawatirkan berdampak pada partisipasi pemilih.
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Fritz Edward Siregar, dalam konferensi pers secara daring, Rabu (18/11/2020), mengatakan, Kementerian Komunikasi dan Informatika menemukan 217 tautan berisi hoaks selama periode 1 September-18 November 2020. Ada 35 isu yang ditulis, sebagian besar terkait dengan permintaan bantuan dana keamanan dan penundaan pilkada.
Setelah dianalisis oleh Bawaslu, sebanyak 77 tautan diduga melanggar sejumlah aturan. Rinciannya, sebanyak 65 tautan melanggar Pasal 69 Huruf c Undang-Undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016, sebanyak 10 tautan melanggar Pasal 62 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 13 Tahun 2020 juncto Pasal 47 Ayat (5) dan (6) PKPU Nomor 11 Tahun 2020 juncto Pasal 187 Ayat (1) UU Pilkada, serta dua tautan melanggar Pasal 28 UU Informasi dan Transaksi Elektronik.
Selain itu, Bawaslu menemukan 105 iklan kampanye di luar jadwal. Seharusnya, iklan kampanye baru bisa dilaksanakan pada 22 November-5 Desember 2020. Iklan itu melanggar Pasal 62 PKPU No 13/2020 juncto Pasal 47 Ayat (5) dan (6) PKPU No 11/2020 juncto Pasal 187 Ayat (1) UU Pilkada.
”Bawaslu sudah melakukan take down 182 konten di internet. Rinciannya, 77 tautan berisi hoaks dan 105 konten iklan kampanye di luar jadwal,” ujar Fritz.
Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika Dedy Permadi mengatakan, pihaknya bersama Bawaslu terus berkoordinasi untuk memastikan ruang digital yang sehat selama pelaksanaan Pilkada 2020. Kemenkominfo, Bawaslu, dan KPU bekerja sama untuk melakukan patroli siber untuk menangani isu hoaks terkait penyelenggaraan pemilu dan pelaksanaan pemungutan suara.
”Mesin AIS yang dimiliki Kominfo melakukan pemantauan 24 jam nonstop terhadap konten-konten dengan muatan negatif di internet. Setelah itu kami melakukan penanganan konten, termasuk pemutusan akses atau sering disebut take down,” kata Dedy.
Partisipasi pemilih
Secara terpisah, anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Titi Anggraini, mengatakan, isu-isu dalam hoaks tersebut ingin menunjukkan seolah-olah ada kegentingan dalam proses pilkada dan anggapan tentang ketidakpastian pelaksanaan pilkada. Jika tidak segera diluruskan, hoaks tersebut bisa berpengaruh terhadap partisipasi pemilih.
Oleh sebab itu, pihak yang menjadi sasaran hoaks harus segera mengklarifiksi dan meluruskan informasi dengan cepat dan proporsional. Kontranarasi jangan sampai ditunda karena hoaks akan mudah menyebar, bahkan diyakini sebagai kebenaran jika tidak segera mendapatkan klarifikasi.
”Terutama soal hoaks penundaan pilkada, harus direspons dengan sosialisasi yang masif oleh KPU terkait dengan perkembangan pelaksanaan tahapan pilkada,” kata Titi.
Adapun terkait pelanggaran iklan kampanye di media sosial, iklan yang tayang harus segera dicopot. Jika ada platform media sosial yang tidak mematuhi aturan, Kemenkominfo harus menindak platform media sosial tersebut.