Bawaslu: 43 TPS Berpotensi Lakukan Pemungutan Suara Ulang
Pemungutan suara Pilkada 2020, Rabu (9/12/2020), masih menyisakan persoalan di sejumlah daerah. Bawaslu menyatakan, terdapat 43 TPS di sejumlah daerah yang berpotensi dilakukan pemungutan suara ulang.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
SOLO, KOMPAS — Proses pemungutan suara Pemilihan Kepala Daerah 2020, Rabu (9/12/2020), masih menyisakan persoalan di sejumlah daerah. Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu menyatakan, pemungutan suara ulang berpotensi dilakukan pada 43 tempat pemungutan suara di beberapa daerah.
”Secara umum, pelaksanaan pemungutan suara dalam pilkada bisa dikatakan berjalan lancar. Namun, memang ada beberapa daerah yang berpotensi ada pemungutan suara ulang,” kata Ketua Bawaslu Abhan saat berkunjung ke Kantor Bawaslu Kota Solo, Jawa Tengah, Kamis (10/12/2020).
Abhan menjelaskan, 43 TPS yang berpotensi dilakukan pemungutan suara ulang itu tersebar di sejumlah daerah. Beberapa daerah itu, misalnya, Agam, Bukittinggi, Sawahlunto, Pasaman, dan Tanah Datar (Sumatera Barat), Banggai, Tolitoli, dan Parigi Moutong (Sulawesi Tengah), Barito Selatan dan Palangkaraya (Kalimantan Tengah), Binjai dan Labuhanbatu Utara (Sumatera Utara), serta Gunung Kidul (Daerah Istimewa Yogyakarta).
Beberapa daerah lainnya adalah Indramayu (Jawa Barat), Malang (Jawa Timur), Tangerang Selatan (Banten), Bolaang Mongondow Timur, Minahasa Utara, dan Kotamobagu (Sulawesi Utara), Kapuas Hulu dan Melawi (Kalimantan Barat), Kota Jambi, Sungai Penuh, dan Bungo (Jambi), Kota Makassar dan Pangkajene Kepulauan (Sulawesi Selatan), Kutai Timur (Kalimantan Timur), Musi Rawas Utara (Sumatera Selatan), Nabire (Papua), serta Seram Bagian Timur (Maluku).
Abhan menyebut, potensi pemungutan suara ulang itu muncul akibat sejumlah persoalan, misalnya ada pemilih yang menggunakan hak pilih lebih dari sekali dan pemilih menggunakan hak pilih orang lain. Selain itu, ada juga TPS yang berpotensi dilakukan pemungutan suara ulang karena ada anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang mencoblos surat suara.
”Ada juga KPPS yang membagikan surat suara kepada saksi pasangan calon untuk dicoblos,” ungkap Abhan.
Abhan menambahkan, sampai sekarang, jajaran Bawaslu sedang mengkaji rekomendasi pemungutan suara ulang di 43 TPS tersebut. Dia berharap proses pemungutan suara ulang di sejumlah TPS itu bisa dilakukan secepatnya. ”Kami sedang kaji beberapa rekomendasi di TPS yang berpotensi ada pemungutan suara ulang,” katanya.
Secara terpisah, anggota Bawaslu Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Rahayu Werdiningsih, mengatakan, hingga Kamis siang, belum ada rekomendasi pemungutan suara ulang di Kabupaten Gunung Kidul, DIY. Meski begitu, Sri menyebut, tim Bawaslu DIY sedang berada di Gunung Kidul untuk mencari tahu kebenaran informasi soal pemungutan suara ulang itu.
”Sampai saat ini belum ada rekomendasi pemungutan suara ulang. Tapi, ini kami baru turun ke Gunung Kidul untuk mengonfirmasi hal tersebut,” kata Sri.
Secara umum, pelaksanaan pemungutan suara dalam pilkada bisa dikatakan berjalan lancar. Tapi, memang ada beberapa daerah yang berpotensi ada pemungutan suara ulang. (Abhan)
Imbauan Bawaslu
Terkait pelaksanaan pilkada, Abhan menilai, dalam proses pemungutan suara pada Rabu kemarin, sebagian besar masyarakat terlihat memiliki kesadaran tinggi dalam menjalankan protokol kesehatan. Berkat kesadaran itu, aktivitas pemungutan suara di TPS relatif tidak menimbulkan kerumunan.
”Kalau dilihat kemarin, kesadaran masyarakat cukup tinggi. Saya kira perlu apresiasi kepada masyarakat yang sudah menggunakan hak pilihnya dan berperilaku tertib di TPS,” tutur Abhan.
Abhan juga mengimbau agar para pasangan calon yang berkompetisi dalam Pilkada 2020 tidak melakukan perayaan meski mereka disebut unggul dalam hitung cepat. Hal ini karena acara perayaan kemenangan berpotensi menyebabkan kerumunan yang bisa memperbesar risiko penularan penyakit Covid-19.
”Imbauan kepada semua pasangan calon, tim kampanye, dan juga partai politik untuk tidak euforia ketika, misalnya, pasangan calon yang didukung merasa mendapat perolehan suara terbanyak,” kata Abhan.
Abhan mengingatkan, proses penghitungan suara yang resmi adalah yang dilakukan secara berjenjang oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Oleh karena itu, hasil hitung cepat yang dilakukan tim pemenangan pasangan calon ataupun lembaga survei bukan hasil resmi penghitungan suara.
”Ini, kan, masih proses penghitungan suara. Jadi, kita hormati prosesnya sampai selesai. Jangan kemudian merasa perolehan suaranya sudah tinggi, lalu euforianya berlebih dan euforia itu menimbulkan kerumunan,” tutur Abhan.
Selain itu, Abhan juga mengatakan, jika ada pasangan calon yang belum puas terhadap hasil penghitungan suara yang resmi oleh KPU, mereka diharapkan tidak bertindak anarkistis. Mereka yang tidak puas itu diharapkan bisa menempuh jalur hukum.
”Kalau memang belum puas atas hasil rekapitulasi KPU, lakukan dengan mekanisme hukum yang ada. Kanal-kanal hukum itu harus dimanfaatkan. Jangan anarkistis,” papar Abhan.