Nama Ihsan Yunus Muncul Dalam Rekonstruksi Kasus Korupsi Bansos Covid-19
Nama anggota DPR dari PDI-P, Ihsan Yunus, dimunculkan dalam rekonstruksi kasus dugaan suap dana bantuan sosial Covid-19 yang menyeret mantan Menteri Sosial Juliari Batubara oleh KPK. KPK diminta menindaklanjutinya.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Nama anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Ihsan Yunus, muncul dalam rekonstruksi kasus dugaan suap dana bantuan sosial 2020 yang menyeret mantan Menteri Sosial Juliari Batubara. Komisi Pemberantasan Korupsi diharapkan memeriksa pihak-pihak yang ada atau terkait dalam rekonstruksi tersebut.
Total terdapat 17 rekonstruksi adegan yang dilakukan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (1/2/2021), di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi. Tiga tersangka yang dihadirkan adalah Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono yang merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK) Kemensos. Tersangka dari pihak swasta adalah Harry van Sidabukke.
"Salah satu tujuan rekonstruksi adalah untuk mensinkronkan rangkaian peristiwa dan perbuatan para tersangka dengan keterangan para saksi, barang bukti, dan alat bukti lain," kata Ali.
Pada rekonstruksi pertama, nama Ihsan Yunus yang diperankan orang lain tengah berada satu ruangan bersama Syafii Nasution dan tersangka Matheus Joko Santoso. Pertemuan itu terjadi pada Februari 2020. Adegan berikutnya, Juliari Batubara, yang diperankan orang lain, berada di ruang menteri bersama Kukuh Ary Wibowo dan tersangka Adi Wahyono.
Dalam 17 rekonstruksi itu, terdapat beberapa kali penyerahan uang. Penyerahan uang terjadi pada Mei, Juni, dan Juli 2020 sebesar Rp 100 juta. Uang diserahkan di ruangan Joko yang berada di lantai 3 gedung Kementerian Sosial dengan melibatkan Harry van Sidabukke, Lucky Felian, dan Rangga Derana N.
Pada saat penyerahan uang sebesar Rp 180 juta di lantai 5 gedung Kemensos, selain nama-nama yang disebut sebelumnya, terdapat pihak lain, yakni Rajif B Amin dan Indra Rukman. Uang sebesar Rp 180 juta juga diserahkan Harry kepada Sanjaya di Boscha Cafe dengan dimasukkan ke dalam sebuah gitar
Pada Agustus dan Oktober 2020 terjadi penyerahan uang masing-masing sebesar Rp 200 juta yang masih bertempat di Gedung Kemensos. Di lokasi lain, terjadi penyerahan uang sebesar Rp 50 juta antara Harry dengan Joko di Karaoke Raia.
Penyerahan uang paling besar terjadi di dalam mobil di sekitar Jalan Salemba Raya, Jakarta antara Harry dengan Agustri Yogasmara atau Yogas pada Juni 2020 sebesar Rp 1,53 miliar. Tidak hanya uang, Harry juga menyerahkan sepeda merek Brompton sebanyak 2 buah kepada Yogas.
Menurut Ali, rekonstruksi yang dilakukan itu difokuskan untuk memperjelas rangkaian dugaan perbuatan para pemberi suap dalam perkara tersangka dengan atas nama pemberi HS (Harry van Sidabukke) dan AIM (Ardian Iskandar Maddanatja). Itulah sebabnya tersangka atas nama Juliari Batubara sebagai penerima tidak dihadirkan.
Terkait dugaan adanya pemberian uang atau barang kepada pihak-pihak lain sebagaimana dalam rekonstruksi merupakan suap atau bukan, hal itu perlu dikonfirmasi lebih lanjut dengan saksi-saksi dan alat bukti. Selain itu, lanjut Ali, maksud dari dugaan pemberian tersebut perlu didalami.
"Prinsipnya, apabila dalam proses penyidikan perkara ini ditemukan setidaknya dua alat bukti permulaan yang cukup adanya keterlibatan pihak lain, tentu KPK dapat menetapkan pihak tersebut sebagai tersangka," kata Ali.
Dugaan anggota DPR
Secara terpisah, Peneliti Indonesia Corruption Watch Kurnia Ramadhana menilai, rekonstruksi terbuka tersebut telah secara jelas memperlihatkan dugaan keterlibatan beberapa oknum politisi yang menjabat sebagai anggota DPR. Mestinya, KPK berani untuk menindaklanjuti dengan memanggil oknum politisi yang diduga terlibat tersebut setidaknya sebagai saksi.
Menurut Kurnia, dugaan masih adanya pihak-pihak lain yang terlibat, terutama politisi, masuk akal mengingat pada proyek bansos tersebut terdapat banyak vendor. Mereka diduga turut menikmati aliran dana bansos tersebut.
"Ini korupsi bansos yang diselimuti dengan korupsi politik karena diduga ada keterlibatan banyak politisi. Dan karena kasus ini dilakukan pada saat pandemi, maka harusnya KPK lebih obyektif dan lebih cepat menanganinya agar memberikan efek jera bagi pihak-pihak yang telah melakukan bancakan dana bansos," kata Kurnia.
Kompas mencoba untuk menghubungi nomor Ihsan Yunus terkait keterlibatannya, namun tidak ada respon. Sebelumnya, KPK telah memanggil Ihsan sebagai saksi tetapi Ihsan tak menerima surat panggilan itu. Pemanggilan akan dijadwalkan ulang oleh KPK.