Komisi II DPR Minta Dokumen Persyaratan Pencalonan Legislatif Dipermudah
Dalam rapat dengar pendapat bersama penyelenggara pemilu, pimpinan dan sejumlah anggota Komisi II DPR meminta dokuman persyaratan administrasi bakal calon anggota legislatif di Pemilu 2024 dipermudah.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
Pada 1-14 Mei 2024, pendaftaran calon anggota legislatif ke Komisi Pemilihan Umum akan berlangsung.
Dalam dengar pendapat di Komisi II DPR, KPU RI memaparkan rancangan Peraturan KPU, termasuk terkait pencalonan legislatif.
Sejumlah pemimpin dan anggota Komisi II meminta dokumen syarat pencalonan dipermudah, salah satunya terkait dengan keterangan pengadilan yang menyatakan tidak pernah dipidana penjara.
JAKARTA, KOMPAS — Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat meminta Komisi Pemilihan Umum mempermudah dokumen persyaratan administrasi bakal calon anggota legislatif di Pemilu 2024. Surat keterangan dari pengadilan yang menyatakan tidak pernah dipidana penjara diminta agar diganti dengan surat pernyataan. Namun, permintaan tersebut dikembalikan ke KPU karena masukan dari DPR tidak mengikat.
Rancangan Peraturan KPU tentang pencalonan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dipaparkan saat Rapat Dengar Pendapat Komisi II DPR bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (12/4/2023),
Ketua KPU Hasyim Asy’ari memaparkan sejumlah poin dalam rancangan Peraturan KPU tersebut. Salah satunya terkait dengan dokumen persyaratan administrasi bakal calon anggota legislatif (caleg) yang wajib diserahkan saat bakal caleg hendak mendaftar ke KPU di masa pendaftaran caleg pada 1-14 Mei 2023.
Ada enam dokumen persyaratan pencalegan, yakni kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el); fotokopi ijazah atau surat keterangan pengganti ijazah sekolah menengah atas, madrasah aliyah, sekolah menengah kejuruan, madrasah aliyah kejuruan, atau sekolah lain yang sederajat yang dilegalisasi oleh instansi berwenang; serta surat pernyataan bakal calon menggunakan formulir Model BB. Pernyataan dibubuhi meterai dan ditandatangani oleh bakal calon.
”Surat pernyataan dilengkapi dengan surat keterangan dari pengadilan negeri di wilayah hukum tempat tinggal bakal calon dalam hal tidak pernah dipidana penjara,” ujar Hasyim.
Selanjutnya adalah surat keterangan sehat jasmani dan rohani dari dokter, pusat kesehatan masyarakat atau rumah sakit pemerintah, serta surat keterangan bebas penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif dari rumah sakit pemerintah, Badan Narkotika Provinsi, atau Badan Narkotika Kabupaten/Kota, tanda bukti telah terdaftar sebagai pemilih, kartu tanda anggota partai politik peserta pemilu, serta pas foto pada dokumen daftar bakal calon.
Menanggapi dokumen persyaratan pencalegan tersebut, pimpinan dan sejumlah anggota Komisi II DPR meminta dokuman persyaratan dipermudah. Mereka ingin agar bakal caleg tidak perlu membuat surat keterangan dari pengadilan yang menyatakan tidak pernah dipenjara. Para anggota legislatif mengusulkan agar persyaratan tersebut diganti dengan surat pernyataan dari setiap bakal caleg.
”Lebih baik KPU berkoordinasi dengan Mahkamah Agung untuk memastikan bakal caleg tidak pernah dipidana penjara, bukan bakal calegnya yang mengurus sendiri surat keterangan dari pengadilan negeri,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Junimart Girsang.
Menurut dia, surat keterangan dari pengadilan tidak diperlukan. Sebab, bakal caleg sudah mengurus surat keterangan catatan kepolisian. Jika surat pernyataan tidak benar, bakal caleg yang bersangkutan bisa diganti.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Guspardi Gaus, menambahkan, bakal caleg tidak akan berani memalsukan surat keterangan yang dibuat sendiri dan ditandatangani di atas meterai. Mereka paham dengan konsekuensi memalsukan dokumen tersebut. Jika di kemudian hari ditemukan surat pernyataannya bertentangan, pendaftarannya bisa langsung dinyatakan tidak memenuhi syarat.
Junimart mengatakan, catatan dan masukan dari Komisi II DPR tidak wajib diikuti oleh KPU. Namun, Komisi II DPR meminta KPU memperhatikan masukan-masukan tersebut dalam menerbitkan PKPU pencalonan anggota legislatif.
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menuturkan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak menyebutkan surat keterangan dari pengadilan sebagai dokumen persyaratan. UU Pemilu hanya memberi mandat untuk menyerahkan surat pernyataan tidak pernah dipidana penjara yang nantinya akan diverifikasi oleh penyelenggara pemilu.
Adapun syarat berupa surat keterangan dari pengadilan bermula di Pemilu 2019 karena kesepakatan DPR, penyelenggara pemilu, dan pemerintah untuk memasukkan syarat tersebut dalam Peraturan KPU. Dokumen tersebut sebagai upaya pecegahan agar tidak ada bakal calon yang diindikasikan merupakan terpidana. ”Dalam norma UU Pemilu tidak ada, tetapi penambahan ini disetujui di Pemilu 2019,” ujar Bagja.
Terhadap usulan-usulan tersebut, Hasyim berkukuh untuk tetap menetapkan surat keterangan dari pengadilan sebagai salah satu dokumen persyaratan administrasi. Sebab, tidak ada yang tahu seseorang tidak pernah dipidana dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap selain pengadilan.
Sementara itu, Ketua Tim Khusus Pemenangan Partai Buruh Said Salahudin mengingatkan KPU agar tidak tunduk pada apa pun kehendak dari DPR. Sebab, tidak boleh ada pemaksaan mengingat KPU tidak terikat pada keinginan anggota DPR tersebut. ”Agar proses pembentukan PKPU menjadi lebih fair, selain mendengar masukan dari parpol parlemen melalui Komisi II DPR, sudah semestinya KPU juga perlu mendengar masukan dari parpol nonparlemen,” katanya.
Said mengatakan, enam parpol nonparlemen terdiri dari Partai Buruh, Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora), Partai Ummat, dan Partai Kebangkitan Nasional (PKN) merumuskan sejumlah isu dalam PKPU pencalonan anggota DPR dan DPRD.
Menurut dia, ada beberapa persyaratan pencalonan yang dinilai terlalu kaku, tidak diperlukan, bahkan menyulitkan bakal caleg. Terkait dengan syarat ijazah, mereka mengusulkan agar ada pilihan berupa scan ijazah asli, bukan hanya ijazah yang dilegalisir. Surat keterangan sehat jasmani, rohani, dan bebas narkoba juga dinilai memberatkan karena pengurusan ketiga dokumen cukup mahal. Keenam parpol nonparlemen juga sepakat dengan Komisi II DPR agar tidak perlu surat keterangan dari pengadilan kepada bakal caleg yang tidak pernah menjadi narapidana. Syarat itu sebaiknya hanya berlaku bagi bakal caleg mantan narapidana.
”Dengan sempitnya waktu yang dimiliki parpol untuk memenuhi persyaratan pencalonan akibat kelambanan KPU dalam menerbitkan PKPU, sudah sewajarnya jika KPU lebih fleksibel dalam menetapkan dokumen persyaratan bakal caleg,” kata Said.