Rohingya Boleh Pulang jika ”Warga Asli” Menerima
YANGON, KOMPAS — Panglima Militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing menegaskan, pengungsi Rohingya tidak bisa kembali ke Rakhine kecuali ”warga asli Myanmar” siap menerima mereka lagi.
Min mengatakan itu pada Kamis (16/11) di tengah adanya keraguan bahwa Pemerintah Myanmar berjanji untuk serius memulangkan kembali minoritas Muslim yang teraniaya itu dari Bangladesh.
Lebih dari 600.000 warga etnis Rohingya terpaksa mengungsi ke Bangladesh sejak Oktober 2016 ditambah gelombang pengungsian besar-besaran kedua pada akhir Agustus 2017.
Ratusan ribu pengungsi Myanmar itu meringkuk di kamp-kamp darurat di perbatasan Bangladesh. Mereka menderita kesulitan pangan, sandang, dan papan.
Warga Rohingya mengungsi saat operasi militer Myanmar digelar untuk merespons serangan militan Rohingya ke lebih dari 30 pos keamanan di Rakhine. Serangan militan menewaskan hampir 60 orang pada akhir Agustus itu.
Meringkuk di kamp
Ratusan ribu pengungsi Myanmar itu meringkuk di kamp-kamp darurat di perbatasan Bangladesh. Mereka menderita kesulitan pangan, sandang, dan papan. Desa-desa mereka di wilayah Negara Bagian Rakhine di Myanmar telah terbakar habis.
Operasi militer Myanmar oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) diklaim diwarnai pemerkosaan, pembakaran, pembunuhan atau pembantaian sehingga sama dengan pembersihan etnis.
Namun, Panglima Angkatan Bersenjata Myanmar Min Aung Hlaing, yang berhaluan keras, menolak dengan tegas semua tuduhan itu dan mengatakan bahwa para serdadunya hanya menarget pemberontak.
Kaum minoritas Muslim Rohingya adalah warga yang sejak ratusan tahun lalu dilahirkan, dibesarkan, dan menetap secara turun-temurun di Myanmar.
Panglima Myanmar bahkan mengangkat isu Rohingya ke media sosial Facebook untuk menyulut sentimen anti-Rohingya di kalangan masyarakat mayoritas Buddhis itu.
Sebenarnya, demikian dilaporkan kantor berita AFP, kaum minoritas Muslim Rohingya adalah warga yang sejak ratusan tahun lalu dilahirkan, dibesarkan, dan menetap di Myanmar.
Namun, kelompok mayoritas tetap menyebut warga minoritas Rohingya itu sebagai orang asing dari Bangladesh, sekalipun sebagian dari etnis minoritas tersebut telah menetap selama beberapa generasi.
Pada Kamis (16/11), Min mengisyaratkan bahwa pemulangan Rohingya dari Bangladesh masih sebuah mimpi.
Warga Rohingya hanya bisa kembali ke Rakhine jika mereka terlebih dahulu telah diterima warga lokal di Rakhine.
Menurut dia, warga Rohingya hanya bisa kembali ke Rakhine jika mereka terlebih dahulu telah diterima warga lokal di Rakhine.
Warga lokal bantu tentara
Warga lokal membenci minoritas dan diduga mereka membantu tentara dalam membakar rumah warga etnis minoritas tersebut.
”Tekanannya, mereka harus selaras dengan keinginan etnis lokal Rakhine yang merupakan warga asli Myanmar. Hanya ketika warga lokal Rakhine menerima mereka, tetapi apakah itu bisa terjadi?” tulis Min di halaman Facebook-nya merujuk kaum minoritas Rohingya.
Panglima Min juga mengatakan, Myanmar tidak akan membiarkan semua warga Rohingya yang mengungsi ke Bangladesh untuk bisa kembali ke Rakhine.
”Mustahil untuk menerima orang sebanyak yang diusulkan Bangladesh,” kata pernyataan militer, yang menduga ada beberapa orang di antara pengungsi telah direkrut sebagai teroris.
Komentar Jenderal Min muncul sehari setelah dia bertemu Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson.
AS menekan
Pada Rabu (15/11), Tillerson meminta tentara untuk mendukung upaya pemulangan ”semua pengungsi” Rohingya yang kini menderita di kamp-kamp pengungsi di perbatasan Bangladesh.
Laporan tentang kekejaman oleh tentara Myanmar terhadap kaum minoritas Muslim Rohingya sangat ’dapat dipercaya’.
Menurut Tillerson, laporan tentang kekejaman oleh tentara Myanmar terhadap kaum minoritas Muslim Rohingya sangat ”dapat dipercaya”.
Bangladesh dan Myanmar pada prinsipnya telah bersepakat memulai repatriasi warga pengungsi Rohingya, tetapi keduanya masih mempersoalkan jumlah dan siapa yang diperbolehkan.
Hal yang masih diperdebatkan antara lain mengenai berapa banyak orang Rohingya yang akan diizinkan kembali ke Rakhine, sementara permukiman mereka telah dibumihanguskan.
Bagaimana pula mereka akan hidup, baik dari sisi ekonomi maupun sosial budayanya, apakah bisa berdampingan secara damai di antara tetangga dari etnis lokal.
Ketegangan antara kedua kelompok, etnis lokal yang mayoritas di Rakhine dan etnis minoritas Rohingya, telah berlangsung selama bertahun-tahun.
Warga minoritas Muslim Rohingya telah bertahun-tahun menderita di bawah diskriminasi dari pemerintah.
Konflik komunal pernah terjadi pada 2012 yang mendorong lebih dari 100.000 warga Rohingya harus melarikan diri ke kamp-kamp pengungsian.
Warga minoritas Rohingya telah bertahun-tahun menderita di bawah diskriminasi dari pemerintah. Myanmar menolak mengakui mereka sebagai warga negara dan membatasi aksesnya terhadap pekerjaan, perawatan kesehatan, dan pendidikan. (AFP/REUTERS/AP)