Potensi ”Brand Value” yang Semakin Menjanjikan
JAKARTA, KOMPAS — Perkembangan era digital membuat pola bisnis zaman sekarang lebih mengutamakan brand value. Trennya, sebuah perusahaan tidak memiliki aset yang besar, tetapi memiliki potensi nilai bisnis yang menjanjikan dengan brand value.
Sebelumnya, di halaman akun Facebook milik Presiden Joko Widodo, Senin (18/12), Presiden menjelaskan bahwa saat ini nilai brand value sebuah perusahaan cenderung lebih diutamakan oleh generasi muda pelaku bisnis.
Jokowi membandingkan usaha mebel yang dirintisnya selama 27 tahun dengan bisnis martabak anaknya, Gibran Rakabuming Raka.
Generasi dahulu seperti saya lebih bangga jika memiliki aset besar, karyawan banyak, dan ekspor besar. Saat ini ada hal yang lebih besar nilainya, yaitu ’brand value’.
”Rupanya ini yang membedakan antara generasi tua dengan generasi muda saat ini. Generasi dahulu seperti saya lebih bangga jika memiliki aset besar, karyawan banyak, dan ekspor besar. Saat ini ada hal yang lebih besar nilainya, yaitu brand value,” ungkap Jokowi dalam Facebook-nya.
Jokowi menjelaskan, dalam rentang waktu lima tahun, brand value pabrik kayu yang dibangun olehnya sudah kalah jauh dengan brand value Markobar milik Gibran. Merek usaha milik anaknya itu nilainya lima kali lipat dari merek pabrik kayu sang ayah, Jokowi.
Pengamat pemasaran dari Universitas Bina Nusantara, Asnan Furinto, menjelaskan, brand value merupakan perkiraan nilai moneter dari sebuah merek yang memiliki potensi di masa depan.
”Brand value ini nilai bisnis di masa depan yang bisa ditarik ke masa sekarang untuk dijadikan acuan konsumen, kira-kira merek tersebut ingin dibeli dengan harga berapa,” ujar Asnan saat dihubungi, Selasa (19/12).
Disrupsi inovasi hingga perkembangan teknologi digital membuat tren bisnis cenderung mengutamakan ’brand value’. Sebagian besar perusahaan di Indonesia yang memiliki ’brand value’ tinggi ialah perusahaan yang bergerak di dunia digital.
Asnan menjelaskan, disrupsi inovasi hingga perkembangan teknologi digital membuat tren bisnis cenderung mengutamakan brand value. Penjualan dari sebuah perusahaan tersebut belum tentu besar. Namun, karena brand value-nya tinggi, brand value itu bisa membangun kepercayaan konsumen untuk menggunakan produknya.
”Sebagian besar perusahaan di Indonesia yang memiliki brand value tinggi ialah perusahaan yang bergerak di dunia digital. Seperti penyedia jasa transportasi online Go-Jek, kemudian perusahaan e-dagang seperti Tokopedia dan Bukalapak, serta bisnis travel online seperti Traveloka,” tutur Asnan.
Asnan menyebutkan, kecenderungan perusahaan tersebut memiliki nilai aset yang sangat kecil, tetapi memiliki brand value yang sangat besar.
Ia mencontohkan beberapa usaha rintisan yang belum masuk lantai Bursa Efek Indonesia (BEI), tetapi valuasi perusahaannya bisa mencapai triliunan rupiah.
”Syarat IPO di BEI adalah dengan nilai aset fisik (tangibles) minimal Rp 5 miliar. Go-Jek belum masuk lantai BEI karena mungkin aset fisiknya belum mencukupi. Namun, nilai valuasi Go-Jek ditaksir bisa mencapai Rp 40 triliun. Maka, perbandingan jumlah nilai asetnya hanya sekitar 0,01 persen dari valuasi merek atau nama perusahaannya,” tutur Asnan.
Menanggapi pernyataan di halaman Facebook milik Jokowi, Asnan menjelaskan, mungkin saja perusahaan mebel Jokowi memiliki omzet lebih besar dari perusahaan anaknya.
Namun, karena Gibran dan Kaesang Pangarep, putra bungsu Jokowi, aktif di media sosial, seperti Youtube atau Instagram, merek perusahaan mereka lebih dikenal masyarakat.
Pengamat manajemen Daniel Saputro mengatakan, brand value ini merupakan nilai suatu barang di mata konsumen, berbeda dengan harga pokok penjualan (HPP) di mata produsen.
”Meningkatkan brand value sebuah bisnis ada dua cara, yaitu dengan meningkatkan keuntungan persepsi (perceived benefits), misalnya soal gengsi. Kedua, prinsip 7P dalam dunia marketing, yaitu place, price, promotion, process, product, people, dan physical evidance, juga perlu diperhatikan dalam membentuk perusahaan,” ucap Daniel.
Daniel menuturkan, tidak salah jika sebuah perusahaan ingin membangun sebuah brand value dengan memulai sebuah bisnis rintisan dan mengikuti tren yang sudah ada.
Kecenderungannya, sebuah produk tersebut tidak perlu menjadi yang terbaik, tetapi memiliki keunikan. Selain itu, peluang perusahaan untuk masuk ke dunia digital juga masih sangat terbuka.
”Seperti, contohnya, bisnis mebel yang konvensional bisa beralih ke sistem pemasaran digital untuk mengikuti perkembangannya. Bisnis-bisnis konvensional tersebut sebenarnya tidak ditinggalkan, hanya saja pelaku bisnisnya harus masuk ke paltform daring untuk menentukan target pasarnya,” tutur Daniel.
Ia menjelaskan, beberapa perusahaan konvensional sudah merambah ke dunia digital, antara lain Matahari Department Store yang membentuk Mataharimall.com.
Selain itu, kecenderungan model bisnis sekarang, selain membangun brand value, juga menghasilkan data besar yang menguntungkan perusahaan.
Salah satu tantangannya adalah sebuah ’brand value’ bisa menurun drastis hanya karena komentar negatif dari konsumen di platform digitalnya.
Asnan menuturkan, di era perkembangan digital sekarang, tantangan untuk membangun brand value juga semakin beragam. Ia menjelaskan, salah satu tantangannya adalah sebuah brand value bisa menurun drastis hanya karena komentar negatif dari konsumen di platform digitalnya.
”Komentar dari warganet mengenai sebuah produk bisa viral dengan cepat. Oleh sebab itu, perusahaan yang ingin membangun brand value harus dapat mengantisipasi jika ada komentar-komentar negatif dari warganet ini,” ungkap Asnan.
Bisnis anak Jokowi
Kaesang Pengarep juga sudah mulai merambah dunia bisnis. Agustus lalu, ia meluncurkan produk kaus dengan nama Sang Javas.
Dengan merek Sang Javas, Kaesang mengenalkan produk perdana kaus oblong dengan desain gambar bertema kecebong.
Desain tersebut menggambarkan perilaku orang di dunia maya dengan tokoh utama kecebong, misalnya, sedang mengunggah karya di media sosial, kritik terhadap aktivitas menyebarkan kabar bohong, hingga ajakan bijak di media sosial (Kompas, 1 September 2017).
Selain itu, Kaesang juga mulai merambah bisnis permainan dengan nama Hompimpa Games dan bisnis kuliner nuget pisang dengan nama Sang Pisang.
Produk itu ia pasarkan melalui akun Instagram. Saat ini, follower produk Sang Javas mencapai sekitar 25.000 pengikut, produk Sang Pisang mencapai sekitar 15.000 pengikut, dan produk Hompimpa Games mencapai sekitar 6.000 pengikut.
Gibran, yang memulai bisnis kuliner dengan Chillipari Katering dan Markobar, semakin melebarkan jangkauan pemasarannya. Bisnis martabak Markobar merambah Filipina. Kedai martabak manis tersebut, menurut rencana, akan dibuka di Manila tahun ini.
Gibran, pemilik bisnis Markobar, kepada Kompas di Manila, mengatakan, Filipina dipilih karena masyarakat sangat antusias dengan martabak manis produksinya.
Tahun lalu, saat mengikuti World Street Food Jamboree yang diadakan Makansutra di Manila, Markobar menjadi kedai terlaris (Kompas, 3 Juni 2017). (DD05)