JAKARTA, KOMPAS — Perizinan untuk penugasan impor beras oleh Perum Bulog telah dikeluarkan pada Selasa (16/1). Beras dijadwalkan tiba pada akhir Januari 2018 dan akan didatangkan secara bertahap hingga akhir Februari 2018. Diharapkan, upaya ini dapat mengisi kekosongan stok beras sebelum panen musim rendeng pada Maret-April 2018.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan menyampaikan, izin penugasan impor tersebut sesuai dengan hasil rapat koordinasi lintas kementerian dan lembaga di Kementerian Koordinator Perekonomian, Senin (15/1). Dari rapat itu dihasilkan keputusan untuk menugasi Perum Bulog untuk mengimpor 500.000 ton beras.
”Jika sebelumnya Kemendag menugaskan PPI (PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero)), setelah dinamika perkembangan yang terjadi dan atas perintah rakortas (rapat koordinasi terbatas) izin dikeluarkan agar Bulog melakukan importisasi,” ujar Oke saat dihubungi di Jakarta, Selasa (16/1).
Secara terpisah, anggota Ombudsman Republik Indonesia, Ahmad Alamsyah Saragih, menyampaikan, hasil rapat ini sesuai dengan peraturan yang berlaku. ”Impor beras oleh Bulog ini sudah disesuaikan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 48 Tahun 2016 dan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2015,” ujarnya.
Perpres No 48 Tahun 2016 itu tentang Penugasan kepada Perum Bulog dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional dan Inpres No 5 Tahun 2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras oleh Pemerintah. Dalam peraturan tersebut disebutkan, pengadaan beras dari luar negeri dilakukan Perum Bulog. Impor ditempuh dengan pertimbangan ketersediaan dalam negeri tak cukup, kepentingan memenuhi cadangan beras pemerintah, atau untuk menjaga stabilitas harga.
Hal serupa disampaikan Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Dwi Andreas Santosa. Menurut dia, keputusan tersebut sangat tepat karena saat ini institusi yang memiliki kapasitas mengelola dan memiliki infrastruktur terbesar di Indonesia untuk beras adalah Bulog. Selain itu, Bulog juga memiliki pengalaman puluhan tahun dalam melakukan importasi beras, pendistribusian, dan operasi pasar.
Oke mengatakan, izin impor ini dikeluarkan sebagai upaya untuk menstabilkan harga dan menjaga ketersediaan stok beras di Bulog. Sementara untuk periode impor yang diberikan hingga Februari 2018 berdasarkan pertimbangan masa panen musim rendeng yang diperkirakan mulai Maret nanti.
Ia menambahkan, upaya lain juga dilakukan dengan mengadakan operasi pasar secara masif ke daerah-daerah, terutama daerah dengan pasokan beras terbatas.
”Petugas Kemendag bersama dengan Deperindak (Departemen Perindustrian dan Perdagangan) setempat dan Satgas (Satuan Tugas) Pangan akan melakukan operasi pasar untuk memastikan beras Bulog di masyarakat cukup,” kata Oke.
Andreas menyampaikan, proses impor oleh Bulog harus dipercepat. Hal ini, ujarnya, karena kenaikan harga beras yang terjadi saat ini sudah dalam hitungan harian.
”Laju kenaikannya sudah terlalu cepat. Apabila tidak cepat, dikhawatirkan beras baru terdistribusi di akhir Februari atau awal Maret. Dampaknya kemudian bisa menekan harga gabah petani yang saat itu sudah memasuki panen raya,” katanya.
Sebaran tidak merata
Berdasarkan data yang dihimpun Ombudsman RI melalui monitoring pasokan dan eskalasi harga beras dari 10-12 Januari 2018 dihasilkan enam wilayah mengalami penurunan pasokan dan kenaikan harga beras di atas harga eceran tertinggi (HET). Wilayah tersebut adalah Sumatera Barat, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Papua.
Alamsyah menilai, dari peta tersebut dapat terlihat bahwa stok beras di tingkat nasional saat ini terbatas. Selain itu, sebaran stok beras pun dinilai tidak merata. ”Ada juga daerah yang kekurangan pasokan karena hasil panennya diserap oleh daerah lain,” ujarnya.
Alamsyah mengatakan, terkait masalah beras yang terjadi di masyarakat saat ini, pihaknya memberikan beberapa saran kepada pemerintah. Menurut dia, pemerataan stok dan koordinasi dengan kepala daerah setempat harus dilakukan untuk mengatasi penahanan stok lokal secara berlebihan.
Sistem impor beras yang dilakukan pun perlu menerapkan skema stand by contract. ”Skema ini berarti pengiriman beras dilakukan secara bertahap sesuai dengan permintaan kita,” katanya.
Selain itu, evaluasi perlu dilakukan secara menyeluruh terhadap program cetak sawah, luas tambah tanam, benih subsidi, dan pemberantasan hama. Selama ini, Alamsyah menilai, pemerintah justru berfokus pada hal yang tidak sesuai dengan program yang sudah ditetapkan.
Ia menambahkan, tahapan pencapaian jumlah stok berasa harus dilakukan secara kredibel untuk menjaga psikologi pasar. Dukungan maksimal kepada Badan Pusat Statistik (BPS) juga perlu berikan untuk menyediakan data produksi dan stok yang lebih akurat.
”BPS sendiri sebelumya menyampaikan bahwa data yang beredar selama ini belum kredibel. Menurut rencana, data yang tepat akan dikeluarkan pada Maret 2018,” ujarnya. Dengan data yang akurat, diharapkan dapat digunakan untuk menentukan program dan anggaran yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Alamsyah juga menekankan untuk mengefektifkan kembali fungsi koordinasi oleh Kementerian Koordinator Perekonomian agar perbedaan antarinstansi tidak menjadi debat publik kontraproduktif. (DD04)