Ratusan RW di Kota Yogyakarta Terindikasi “Blank Spot”
Penerimaan peserta didik baru tingkat SMP di Kota Yogyakarta, yang telah selesai pada 7 Juli lalu, masih menyisakan persoalan yang belum tuntas. Salah satu persoalan krusial yang masih menimbulkan kegaduhan adalah adanya sejumlah lulusan SD yang tak bisa diterima di semua SMP negeri karena tempat tinggal mereka tergolong sebagai wilayah blank spot (titik kosong).
Blank spot adalah wilayah tertentu di Kota Yogyakarta di mana para lulusan SD yang tinggal di sana tidak bisa diterima di semua SMP negeri melalui jalur zonasi karena kalah bersaing dengan siswa lain yang rumahnya lebih dekat. Sebagian siswa yang menjadi korban blank spot itu sebenarnya memiliki nilai ujian SD yang tinggi, tetapi mereka tak bisa diterima di seluruh SMP negeri di Kota Yogyakarta yang berjumlah 16 sekolah.
Hingga Minggu (22/7/2018), belum ada data resmi mengenai wilayah mana saja yang tergolong sebagai blank spot. Namun, berdasarkan pendataan yang dilakukan Kompas bekerja sama dengan pegiat komunitas Banyumas Melek Data, sedikitnya ada 133 wilayah rukun warga (RW) di Kota Yogyakarta yang terindikasi sebagai wilayah blank spot.
Jumlah itu tentu saja tidak sedikit karena total jumlah RW di Kota Yogyakarta adalah 616 RW. Artinya, sekitar 21 persen dari total RW di Kota Yogyakarta terindikasi masuk blank spot. Bagaimana penghitungan ini dilakukan?
Untuk memahami fenomena blank spot secara komprehensif, kita harus memahami lebih dulu aturan penerimaan peserta didik baru (PPDB) tingkat SMP di Kota Yogyakarta. PPDB SMP di Kota Yogyakarta, yang berlangsung pada 25 Juni-7 Juli lalu, memiliki tiga jalur penerimaan, yakni jalur prestasi, jalur zonasi, dan jalur khusus. Dari ketiga jalur itu, hanya jalur zonasi yang mengalami persoalan blank spot.
Pada jalur zonasi PPDB SMP di Kota Yogyakarta, seleksi masuk dilakukan berdasarkan jarak tempat tinggal calon peserta didik dengan sekolah yang dituju. Dalam sistem ini, calon peserta didik yang rumahnya lebih dekat dengan sekolah—berapapun nilai Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) SD mereka—diprioritaskan untuk diterima. Bila ada kesamaan jarak rumah antara dua calon peserta didik atau lebih, maka nilai USBN calon peserta didik akan dipertimbangkan.
Untuk menjalankan sistem ini, Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta menetapkan penghitungan jarak udara berbasis RW. Artinya, jarak yang diperhitungkan dalam seleksi jalur zonasi adalah jarak udara antara sekolah yang dituju dengan titik tengah RW tempat tinggal calon peserta didik.
Sebelum PPDB SMP dilaksanakan, Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta telah menghitung jarak udara 616 RW di Kota Yogyakarta dengan 16 SMP negeri di kota itu. Hasil penghitungan lalu dimasukkan ke dalam sistem daring (online) yang digunakan untuk PPDB SMP di Kota Yogyakarta.
Kuota untuk jalur zonasi adalah 75 persen dari daya tampung sekolah sehingga wajar jika banyak lulusan SD yang memilih bersaing di jalur ini. Berdasarkan aturan Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, para pendaftar jalur zonasi bisa memilih 16 SMP negeri sekaligus dengan urutan prioritas.
Di luar dugaan banyak pihak, ternyata PPDB jalur zonasi itu diwarnai masalah blank spot yang memupus harapan banyak lulusan SD untuk diterima di SMP negeri, termasuk mereka yang meraih nilai tinggi di USBN.
Namun, di luar dugaan banyak pihak, ternyata PPDB jalur zonasi itu diwarnai masalah blank spot yang memupus harapan banyak lulusan SD untuk diterima di SMP negeri, termasuk mereka yang meraih nilai tinggi di USBN.
Baca juga:
Mengungkap Problem Zonasi SMP di Yogyakarta
Usulan Diskresi bagi Korban Zonasi Penerimaan Siswa Baru di Yogyakarta
Pendaftaran Mengisi Kursi Kosong di Kota Yogyakarta Dibuka
Berdasarkan simulasi data yang dilakukan Kompas, para siswa yang tinggal di wilayah blank spot tidak akan bisa diterima di 16 SMP negeri di Kota Yogyakarta, berapapun nilai mereka. Hal ini karena mereka selalu kalah dengan siswa lain yang jarak rumahnya lebih dekat ke sekolah.
Kondisi ini terjadi karena kombinasi sejumlah faktor, misalnya, daya tampung SMP negeri yang jauh lebih sedikit daripada jumlah lulusan SD, persebaran lokasi SMP negeri yang tidak merata, serta sistem zonasi PPDB SMP di Kota Yogyakarta yang hanya mempertimbangkan jarak rumah siswa ke sekolah.
Memetakan ”blank spot”
Untuk memetakan wilayah mana saja yang terindikasi masuk blank spot, Kompas bekerja sama dengan pegiat komunitas Banyumas Melek Data, Hendy Trisnanto. Proses pemetaan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah membuat peta wilayah yang terindikasi blank spot menggunakan sejumlah aplikasi.
Peta itu dibuat dengan memasukkan beberapa jenis data. Data pertama adalah koordinat lokasi setiap SMP negeri di Kota Yogyakarta. Dari titik koordinat lokasi tiap sekolah itu kemudian dibuat radius berbentuk lingkaran untuk menggambarkan tempat tinggal terjauh siswa yang diterima di masing-masing sekolah.
Data tempat tinggal terjauh siswa yang diterima di 16 SMP negeri itu diambil dari situs yogya.siap-ppdb.com yang merupakan situs resmi PPDB di Kota Yogyakarta.
Hasil dari pemetaan itu tampak dari peta di bawah ini. Titik-titik merah yang ada di peta itu adalah lokasi setiap SMP negeri di Kota Yogyakarta, garis warna oranye merupakan batas wilayah Kota Yogyakarta, sementara lingkaran-lingkaran kuning adalah wilayah-wilayah di mana lulusan SD di sana bisa diterima di SMP negeri. Adapun wilayah di luar lingkaran kuning, tetapi masih berada di dalam batas garis oranye adalah daerah-daerah yang terindikasi blank spot.
Cek peta "blank spot" di Yogyakarta, klik ini
Dari peta yang dibuat itu tampak bahwa wilayah blank spot terdapat di sedikitnya 5 kecamatan di Kota Yogyakarta, yakni Umbulharjo, Kotagede, Mergangsan, Mantrijeron, dan Wirobrajan.
Kebanyakan kecamatan itu berada di sisi selatan Kota Yogyakarta karena jumlah SMP negeri di wilayah selatan memang lebih sedikit dibandingkan dengan daerah utara. Dari 16 SMP negeri di ”kota pelajar”, hanya ada empat sekolah yang berada di wilayah selatan, yakni SMPN 9, SMPN 10, SMPN 13, dan SMPN 16, sementara sisanya berada di wilayah utara.
Berdasar hasil pemetaan itu, Kompas melakukan penelusuran data lebih mendalam ke 5 kecamatan tersebut untuk menemukan wilayah RW yang terindikasi sebagai blank spot. Untuk menentukan sebuah RW tergolong blank spot atau tidak, dilakukan pembandingan dua jenis data.
Data pertama adalah jarak sebuah RW ke setiap SMP negeri di Kota Yogyakarta. Sementara itu, data kedua adalah jarak tempat tinggal terjauh calon peserta didik yang diterima di masing-masing SMP negeri di Kota Yogyakarta. Sama dengan di tahap sebelumnya, kedua jenis data itu didapat dari sumber resmi, yakni situs yogya.siap-ppdb.com.
Apabila jarak sebuah RW ke setiap SMP negeri di Kota Yogyakarta selalu lebih jauh daripada jarak tempat tinggal terjauh calon peserta didik yang diterima di masing-masing sekolah, maka RW tersebut terindikasi sebagai blank spot. Untuk memudahkan pemahaman, di bawah ini adalah tabel perbandingan data salah satu RW yang terindikasi blank spot, yakni RW 002 Kelurahan Pandeyan, Kecamatan Umbulharjo.
SMP Negeri | Jarak Tempat Tinggal Terjauh Peserta Didik yang Diterima | Jarak ke RW 002 Kelurahan Pandeyan |
SMPN 1 | 3,012 km | 4,115 km |
SMPN 2 | 0,889 km | 2,032 km |
SMPN 3 | 1,761 km | 2,809 km |
SMPN 4 | 0,621 km | 2,308 km |
SMPN 5 | 2,522 km | 3,104 km |
SMPN 6 | 0,983 km | 4,258 km |
SMPN 7 | 1,104 km | 4,227 km |
SMPN 8 | 2,418 km | 3,676 km |
SMPN 9 | 0,699 km | 1,858 km |
SMPN 10 | 0,834 km | 1,393 km |
SMPN 11 | 1,017 km | 3,984 km |
SMPN 12 | 0,934 km | 3,970 km |
SMPN 13 | 0,684 km | 2,476 km |
SMPN 14 | 1,679 km | 3,901 km |
SMPN 15 | 1,972 km | 2,578 km |
SMPN 16 | 0,681 km | 2,521 km |
Dari tabel itu terlihat bahwa jarak RW 002 Kelurahan Pandeyan ke tiap SMP negeri di Kota Yogyakarta ternyata selalu lebih jauh daripada tempat tinggal terjauh calon peserta didik yang diterima di setiap SMP negeri.
Berdasarkan model itulah Kompas melakukan pembandingan data setiap RW yang ada di lima kecamatan yang terindikasi sebagai blank spot. Hasilnya, sedikitnya ada 133 RW di lima kecamatan itu yang terindikasi sebagai blank spot. Kecamatan dengan jumlah RW terindikasi blank spot terbanyak adalah Umbulharjo, yakni 46 RW, disusul Kotagede sebanyak 25 RW, Mergangsan 24 RW, Mantrijeron 19 RW, dan Wirobrajan 19 RW.
Di beberapa kelurahan, tampak bahwa jumlah RW yang terindikasi sebagai blank spot lebih banyak daripada RW yang bukan blank spot. Di Kelurahan Pandeyan, Kecamatan Umbulharjo, misalnya, 11 dari 13 RW terindikasi sebagai blank spot. Di Kelurahan Rejowinangun, Kecamatan Kotagede, ada 10 dari 13 RW yang terindikasi blank spot.
Di beberapa kelurahan, tampak bahwa jumlah RW yang terindikasi sebagai blank spot lebih banyak daripada RW yang bukan blank spot.
Bahkan, di beberapa lokasi, ada kelurahan yang seluruh RW-nya terindikasi sebagai blank spot. Kondisi itu terjadi di Kelurahan Giwangan, Kecamatan Umbulharjo, dan Kelurahan Patangpuluhan, Kecamatan Wirobrajan.
Banyaknya RW yang terindikasi sebagai blank spot menunjukkan, persoalan blank spot dalam PPDB SMP di Kota Yogyakarta merupakan persoalan serius. Meski belum ada data pasti, jumlah lulusan SD yang menjadi korban blank spot kemungkinan besar juga cukup banyak.
Para lulusan SD yang tinggal di wilayah blank spot memang masih mungkin diterima di SMP negeri melalui jalur prestasi. Namun, berdasar wawancara dengan sejumlah orangtua siswa korban blank spot, sebagian dari mereka ternyata tidak memanfaatkan pendaftaran jalur prestasi secara maksimal karena yakin anak mereka bisa diterima melalui jalur zonasi. Apalagi, sebelum hasil PPDB keluar, mereka pun tak tahu bakal menjadi korban blank spot.
Korban dua kali
Sesudah hiruk-pikuk mengenai persoalan blank spot mengemuka, Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta akhirnya mengambil kebijakan khusus.
Untuk mewadahi para lulusan SD yang tak diterima di SMP negeri, termasuk mereka yang menjadi korban blank spot, Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta membuka pendaftaran siswa baru untuk mengisi kursi kosong yang ada di beberapa SMP negeri. Namun, kursi kosong yang tersedia itu kemungkinan besar jauh lebih sedikit dibandingkan dengan siswa korban blank spot.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta Edy Heri Suasana mengatakan, saat ini ada 9 kursi kosong di 6 SMP negeri di Kota Yogyakarta. Kursi-kursi kosong itu terdiri dari 3 kursi kosong di SMPN 3, 2 kursi kosong di SMPN 5, serta masing-masing 1 kursi kosong di SMPN 6, SMPN 7, SMPN 11, dan SMPN 13.
Pendaftaran untuk mengisi kursi kosong dilakukan pada Senin (23/7) pukul 08.00-12.00 di kantor Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta. Adapun pengumuman hasil seleksi dilakukan pada Selasa (24/7) pukul 08.00 melalui papan pengumuman di kantor Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta dan SMP negeri yang memiliki kursi kosong.
Edy menambahkan, mereka yang bisa mendaftar untuk mengisi kursi kosong itu adalah lulusan SD yang pernah mendaftar ke SMP negeri pada masa PPDB tahun 2018, tetapi tidak diterima. Ini artinya, para siswa korban blank spot bisa ikut mendaftar.
Akan tetapi, anak-anak korban blank spot kemungkinan tetap sulit diterima karena mekanisme seleksi untuk pengisian kursi kosong itu sama persis dengan mekanisme seleksi dalam jalur zonasi PPDB sebelumnya. Artinya, siswa yang rumahnya lebih dekat ke sekolah tujuan akan diprioritaskan untuk diterima, tanpa mempertimbangkan nilai ujian SD.
Anak-anak korban blank spot kemungkinan tetap sulit diterima karena mekanisme seleksi untuk pengisian kursi kosong itu sama persis dengan mekanisme seleksi dalam jalur zonasi PPDB sebelumnya.
”Esensi dari PPDB mulai tahun ini adalah berbasis zonasi. Maka, kami tetap mendasarkan pada zonasi jarak,” ujar Edy.
Salah seorang orangtua siswa korban blank spot, Rina Rahmawati (34), sangat menyayangkan mekanisme seleksi pengisian kursi kosong itu. Sebab, mekanisme seleksi yang berdasarkan jarak rumah itu berpotensi membuat anak-anak korban blank spot kembali gagal diterima di SMP negeri meski nilai mereka tinggi.
”Aturan ini justru akan membuat anak kami menjadi korban dua kali. Saya sungguh-sungguh menyesalkan keputusan ini,” kata Rina yang berharap seleksi pengisian kursi kosong itu dilakukan berdasarkan nilai ujian SD.
Anggota Forum Pemantau Independen Kota Yogyakarta, Baharuddin Kamba, juga menilai keputusan Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta itu tidak memecahkan persoalan blank spot. Padahal, blank spot merupakan persoalan utama dalam PPDB SMP negeri di ”kota pelajar” tahun ini.
”Diskresi ini tidak menjadi solusi atas persoalan blank spot dan tetap merugikan siswa korban blank spot,” ujarnya.