Abubakar Ba\'asyir Dibebaskan atas Dasar Kemanusiaan
Oleh
Harbowo
·4 menit baca
JAKARTA,KOMPAS – Terpidana terorisme Abubakar Ba\'asyir segera dibebaskan dari Lembaga Pemasyarakatan Gunungsindur, Bogor, Jawa Barat. Pembebasannya disebut atas persetujuan Presiden Joko Widodo. Presiden pun diingatkan akan bahaya yang mungkin muncul dari pembebasannya. Sebab, pengaruh Ba\'asyir masih kuat di kalangan radikal.
Ketua Umum Partai Bulan Bintang yang juga Penasihat Hukum Calon Presiden-Wakil Presiden, Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra, di Jakarta, Jumat (18/1/2019), mengklaim, dirinya yang meyakinkan Presiden Jokowi untuk membebaskan Abubakar Ba\'asyir dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Gunungsindur, Bogor, Jawa Barat.
Presiden pun setuju membebaskannya dengan pertimbangan kemanusiaan. Sebab, Ba\'asyir kini telah berusia 81 tahun dan kondisi kesehatannya semakin menurun.
“Presiden menegaskan kepada saya bahwa dirinya sangat prihatin dengan keadaan Ba\'asyir,” ujar Yusril dalam keterangan tertulisnya.
Oleh karena itu, Presiden meminta Yusril menelaah, berdialog, dan bertemu dengan Ba\'asyir di Lapas Gunung Sindur. Pertemuan itu pun telah terjadi, Jumat (18/1/2019) siang. Yusril ke Lapas Gunungsindur ditemani adiknya, Yusron Ihza Mahendra, dan Sekretaris Jenderal Partai Bulan Bintang (PBB) Afriansyah Noor. Selain itu, turut serta dalam pertemuan, keluarga Ba\'asyir dari Solo.
Menurut Yusril, semua pembicaraan dengan Ba\'asyir telah dilaporkan ke Presiden, sehingga Presiden memiliki alasan yang cukup untuk membebaskan Ba\'asyir dari penjara.
Yusril mengatakan, pembebasan Ba\'asyir akan dilakukan secepatnya sambil menuntaskan administrasi pidana lapas. Selain itu, Ba\'asyir juga meminta waktu setidaknya tiga hari untuk membereskan barang-barangnya yang ada di sel.
“Ba\'asyir akan pulang ke Solo dan tinggal di rumah anaknya, Abdul Rahim setelah bebas,” tambahnya.
Untuk diketahui, Abubakar Ba\'asyir divonis penjara selama 15 tahun, pada Juni 2011, karena terbukti bersalah ikut mendanai pelatihan teroris di Aceh dan mendukung terorisme di Indonesia. Dengan demikian, hingga kini, Ba\'asyir baru menjalani tujuh tahun vonisnya.
Setia NKRI
Menurut Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sri Puguh Budi Utami, Ba\'asyir sebenarnya sudah bisa bebas bersyarat sejak 13 Desember 2018. Sebab, dia telah menjalani dua pertiga masa hukuman. Namun untuk bisa bebas bersyarat, ada syarat yang harus dipenuhi.
"Untuk bebas bersyarat, sebagai narapidana kasus terorisme, beliau harus menandatangani surat pernyataan kesetiaan kepada NKRI. Namun, karena ada hal yang masih dipertimbangkan beliau, syarat itu belum dipenuhi," lanjutnya.
Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, seluruh narapidana terorisme yang ingin mendapatkan remisi dan pembebasan bersyarat memang harus memenuhi paling tidak dua kriteria utama.
Kriteria dimaksud, menandatangani surat pernyataan setia kepada Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan bersedia membantu pemerintah dalam proses penegakan hukum.
Ditanyakan apakah pembebasan Ba\'asyir saat ini sudah memenuhi dua kriteria tersebut, Sri Puguh Budi Utami tidak mengetahuinya.
"Kami masih menunggu keputusan Presiden. Demikian juga dengan mekanisme pembebasannya," kata Utami.
Menurutnya, Ba\'asyir bisa bebas melalui mekanisme, bebas murni, bebas bersyarat, atau grasi presiden dengan alasan kemanusiaan.
Sementara pengamat terorisme, Al Chaidar, mengingatkan, Ba\'asyir bukanlah tokoh sembarangan di kalangan kelompok radikal. Pimpinan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) tersebut, dikenal sebagai ahli strategi dan taktik.
"Harus diantisipasi karena itu bukan tokoh sembarangan. Pengaruhnya masih sangat kuat dan besar karena orang yang datang ke dia itu hanya untuk meminta restu atau melakukan amaliyah. Ba\'asyir itu bagi kalangan radikal penuh strategi dan taktik," katanya.
Dia meyakini Kepala Kepolisian RI Jenderal (Pol) Tito Karnavian sudah menjabarkan berbagai risiko yang ada kepada Presiden jika Ba\'asyir dibebaskan. Sebab, dibebaskannya Ba\'asyir berpotensi memperberat kerja Kepolisian.
"Mungkin saran-saran dari Kapolri tak didengar. Kapolri pasti tak mau menganjurkan itu karena lembaganya capek sekali pasti. Jadi enggak gampang sebenarnya melepaskan terpidana teroris, harus ada pertimbangan matang," katanya.
Namun dalam suasana tahun politik, menurut Al Chaidar, segala hal bisa terjadi. Pembebasan Ba\'asyir bisa saja hanya didasari kepentingan politik untuk menarik perhatian para pengikutnya. Sebab, sebenarnya, jika pertimbangannya kesehatan, pembebasan Ba\'asyir bisa dilakukan setelah pemilu, atau untuk sementara statusnya diubah menjadi tahanan rumah, bukan justru dibebaskan.
"Saya takut Presiden melepaskan Ba\'asyir hanya problem menaikkan elektabilitas di tengah-tengah konstituen. Kalau caranya gitu, sangat berbahaya. Ini konyol sekali. Apalagi, kalau sekadar elektabilitas, melepaskan (Ba\'asyir) itu besar sekali pertaruhannya," tutur Al Chaidar. (Erika Kurnia/Fajar Ramadhan)