JAKARTA, KOMPAS — Vonis 1,5 tahun penjara yang dijatuhkan hakim kepada Ahmad Dhani menjadi peringatan bagi warganet untuk menjaga perilaku di media sosial. Dalam situasi politik yang semakin memanas jelang pemilu, warganet diharapkan tidak memperparah situasi dengan menyebarkan narasi negatif yang berpotensi memecah belah masyarakat.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, Senin (28/1/2019), menyatakan, vonis tersebut merupakan langkah tegas pemerintah untuk mengedukasi masyarakat tentang sanksi tegas yang menanti pelaku ujaran kebencian.
Meskipun begitu, ia mengingatkan, vonis tersebut juga dapat berpotensi mengundang ketidakpuasan dari kubu koalisi oposisi. ”Dalam hal ini elite partai bertugas menyampaikan kepada para pendukungnya bahwa vonis tersebut telah melalui proses yang sah menurut hukum,” kata Titi.
Menurut Titi, di tengah kondisi masyarakat yang terpolarisasi seperti saat ini, akan sangat rawan muncul interpretasi berbeda terhadap suatu vonis hukum yang dianggap merugikan kelompok tertentu. Solusinya adalah aparat pengadilan harus mampu menerangkan vonis itu secara terbuka dan akuntabel.
Sementara itu, Profesor Riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Siti Zuhro sebelumnya menyatakan, ujaran kebencian sebenarnya merupakan ekspresi kemarahan dan ketidakpuasan yang lama terpendam. Panasnya situasi politik saat ini dinilai Siti memicu munculnya luapan kemarahan tersebut.
”Demokrasi yang kita bangun sekarang ini masih memiliki masalah, yaitu minus rasa saling percaya,” kata Siti.
Oleh karena itu, bukan tidak mungkin suatu vonis hukum yang sesungguhnya telah sesuai dengan peraturan yang berlaku bisa saja diartikan suatu kelompok sebagai tindakan represif pemerintah.
Proses hukum
Kasus tersebut berjalan sejak Juli 2017. Dhani dilaporkan oleh Jack Boyd Lapian atas cuitannya pada Maret 2017 di akun Twitter @AHMADDHANIPRAST. Akun tersebut berisi unggahan ’Siapa saja yang dukung penista agama adalah bajingan yang perlu diludahi mukanya-ADP’.
Dhani menjalani sidang perdana pada April 2018 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ia didakwa melakukan ujaran kebencian lewat akun Twitter. Menurut jaksa, cuitannya bisa menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan dalam masyarakat.
Saat itu, Dhani mengajukan eksepsi, keberatan atas dakwaan yang diberikan kepadanya. Ia meminta majelis hakim membatalkan dakwaan jaksa karena cuitannya tidak mengandung unsur suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Pada sidang pembacaan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hari ini, jaksa mendakwa Dhani dengan Pasal 45 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juncto Pasal 28 Ayat (2) UU ITE juncto Pasal 55 Ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana dengan kurungan penjara maksimal 6 tahun.
Ketua majelis hakim, Ratmoho, menjatuhkan vonis 1 tahun 6 bulan kepada Dhani dan memerintahkan agar terdakwa segera di tahan di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang.
Vonis atas Ahmad Dhani itu lebih ringan 6 bulan dibandingkan dengan tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut Dhani dihukum penjara 2 tahun. (PANDU WIYOGA/FRANSISKUS WISNU WARDHANA DHANY)