Tawuran di Jakarta Seperti Sengaja Diciptakan
Tawuran antarpemuda yang tak pernah reda di Jakarta seperti menjadi sebuah tradisi yang diturunkan oleh senior di sekolah hingga orangtua di lingkungan sosial. Berbagai modus melatarbelakangi terjadinya tawuran, antara lain dendam, rebutan lahan parkir, adu kekuatan, dan mengalihkan perhatian polisi untuk bertransaksi narkoba.
Pasar Rumput dan Jalan dr Saharjo adalah salah lokasi langganan tawuran antarpemuda. Dari hasil pengamatan Kompas, dalam kurun waktu 11 hari, tawuran terjadi setidaknya enam kali. Kasus terakhir terjadi pada Selasa (5/2/2019) sore.
Novel (40), warga Pasar Rumput, Tebet, menuturkan, tawuran yang melibatkan remaja sudah terjadi berkali-kali. Tawuran tidak hanya terjadi satu atau dua tahun, tetapi sudah muncul dari runutan peristiwa yang berasal dari konflik generasi sebelumnya.
”Kebencian atau dendam seperti diturunkan kepada anak mereka. Orangtua memang tidak terlibat langsung. Namun, mereka memiliki andil terciptanya tawuran,” kata Novel saat ditemui di warung kopi, Rabu (6/12/2019).
Seperti yang terjadi di Jalan dr Saharjo, Tebet, Jakarta Selatan, 28 Januari, tawuran antara pemuda Jalan Sawo dan Jalan Manggis justru mendapat dukungan dari warga masing-masing.
Sebelum terjadi tawuran, ibu-ibu sudah menyiapkan batu dan botol kaca sebagai ”alat perang”. Para ibu itu memberikan semangat dengan bertepuk tangan dan berteriak saat salah satu dari kelompok mereka menyerang kubu lawan.
Saat aparat kepolisian mendekati lokasi tawuran, warga yang terlibat tawuran selalu berhasil kabur dari kejaran petugas. Kepala Polsek Tebet Komisaris Rahmat Eko Mulyadi mengatakan, warga sangat tertutup saat dimintai keterangan. Hal ini menyebabkan polisi kesulitan menangkap pelaku tawuran.
Tawuran sebagai pengalihan
Jaka (21), pemuda yang indekos di sekitaran Jalan dr Saharjo, pernah melihat hal yang mencurigakan saat tawuran berlangsung. Di tengah keributan, ada dua orang yang terlihat begitu tenang sedang bertukar barang. Padahal, saat itu ada petugas kepolisian sedang berjaga.
Tidak hanya Jaka yang melihat, Randi (24) dan seorang warga yang tak mau disebutkan namanya, juga pernah melihat hal itu. ”Mungkin benar tawuran dipicu dari rasa dendam. Namun, tawuran seperti dirancang untuk mengalihkan perhatian polisi dari transaksi narkoba. Saat terjadi tawuran, saya melihat dua orang sedang bertukar barang dan langsung menjauh dari lokasi,” tutur Randi.
Baca juga: Tawuran Terjadi Beruntun
Sementara itu, Camat Setiabudi Dyan Airlangga membenarkan bahwa dalam beberapa kesempatan, tawuran dilakukan warga sebagai pengalih perhatian aparat. Transaksi narkoba ditemukan di daerah Menteng Tenggulun. Penyelundupan narkoba di kawasan tersebut akhirnya diamankan oleh Polres Metro Jakarta Selatan (Kompas, 6/2/2019).
Rabu siang, Kompas menemui salah satu pemuda yang ikut tawuran di Jalan dr Saharjo. Ditemani seorang perempuan yang mengaku pacarnya, pemuda berusia 16 tahun itu mengatakan tidak mengetahui awal mula terjadi tawuran. Namun, di setiap tawuran, selalu ada yang mengatur.
Di luar urusan dendam antarkelompok, pria yang sudah ikut tawuran sejak SMP ini mengatakan, atas nama solidaritas, ia akan terjun ke jalan. Selain itu, ia mengaku mendapat ”komisi” setiap ada tawuran.
Iming-iming komisi tidak hanya saat tawuran terjadi di sekitar Pasar Rumput. Menurut dia, ada banyak tawuran di Jakarta yang juga mengiming-imingi komisi, baik uang maupun barang, seperti telepon seluler dan sepeda motor.
Ia memberi contoh, di beberapa daerah Jakarta, tawuran dipelihara ”mafia”. Mafia itu memberikan uang dan menyediakan sepeda motor untuk pelaku tawuran jika berhasil melukai atau bahkan membunuh. Hal ini sengaja dilakukan agar muncul kebencian sehingga akan tercipta tawuran susulan.
Pada kasus lain, lahan parkir yang sudah dikuasai suatu kelompok dijadikan alat untuk memicu tawuran kecil yang kemudian berbuntut pada tawuran besar. Jika sudah muncul rasa benci dan dendam, tawuran antarpemuda yang berawal dari saling mengejek pun akan menjadi tawuran besar.
Seperti kejadian di Jalan Sumarno, Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur, Selasa (5/2/2019) subuh. Tawuran yang sudah terjadi tiga kali beruntun sejak Sabtu itu diduga karena saling mengejek yang mengakibatkan Rahmat Iwal (19) tewas terkena senjata tajam.
Baca juga: Seniman Ondel-ondel Tewas Saat Melihat Tawuran
Peran keluarga
Pola tawuran belakangan terjadi menjelang malam hingga subuh. Selain itu, tawuran juga hampir selalu terjadi pada akhir pekan dan hari libur besar.
Kepala Polres Metro Jakarta Selatan Komisaris Besar Indra Jafar mengatakan, untuk mengantisipasi kejadian serupa, pihaknya akan menambah personel dari polsek atau reserse polres untuk berjaga di sekitar lokasi kejadian.
Sementara itu, Kepala Polres Metro Jakarta Timur Komisaris Besar Ady Wibowo mengatakan, daerah rawan tawuran sudah diperkuat tim dari polres dan polsek. ”Memang masih terjadi beberapa kejadian tawuran. Tapi, jika dievaluasi dari beberapa waktu yang lalu sampai sekarang, tawuran sudah mulai berkurang,” ucapnya.
Ady mengatakan, peran serta lingkungan sangat dibutuhkan untuk meredam aksi tawuran. Ia berharap, orangtua memberikan perhatian kepada keluarga (anak-anak). ”Kita perlu kerja sama. Kita sama-sama saling menjaga dan membina keluarga serta lingkungan,” lanjutnya.
Baca juga: Sepekan Terakhir, Tawuran Pecah Empat Kali di Jakarta Selatan
Psikolog dari Universitas Atma Jaya Jakarta, Theresia Indira Shinta, menyebutkan, remaja harus memiliki ruang atau berbagai kegiatan pilihan agar dapat mengekspresikan emosi. Faktor keluarga memiliki peran kunci untuk memberikan nilai baik sehingga remaja tidak mudah terpengaruh dengan hal negatif dari lingkungan pertemanan.
”Kebutuhan berteman pada remaja sangat tinggi. Koneksi emosi di antara keluarga harus dibangun dengan baik. Keluarga harus memenuhi kebutuhan anak sehingga mereka mau datang ke keluarga jika terjadi masalah. Selain itu, anak harus diajarkan berpikir reflektif tentang arti menghargai hidup,” tutur Shinta. (AGUIDO ADRI)