Penebangan pohon di Cikini, Jakarta Pusat, menuai sorotan warga. Langkah itu dilakukan tanpa melalui proses uji kesehatan pohon terlebih dahulu.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO/ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menebang pohon-pohon berusia puluhan tahun di Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat. Penebangan itu dilakukan tanpa melalui proses uji kesehatan pohon. Namun, langkah tersebut dilakukan setelah melihat struktur cabang pohon yang keropos dan rawan tumbang.
Pengamatan Kompas, Senin (4/11/2019), ada sembilan pohon yang ditebang di sekitar Stasiun Cikini, Jakarta Pusat. Dari pohon yang ditebangi ini, terdapat salah satu pohon yang bagian tengah batangnya tampak keropos. Sementara catatan Unit Pelaksana Teknis Pengembangan Tanaman Perkotaan (UPT PTP) Dinas Kehutanan DKI Jakarta, total pohon yang ditebang di kawasan itu sebanyak 12 pohon. Adapun jenis pohon yang ditebang meliputi pohon angsana (Pterocarpus indicus), palem raja (Roystonea regia), beringin (Ficus benjamina), dan trembesi (Samanea saman).
Kepala Dinas Kehutanan DKI Jakarta Suzi Marsitawati mengakui tak melakukan uji kesehatan pohon terlebih dahulu dengan Arborsonic 3D Tomograph. Alat itu bekerja untuk mendeteksi ukuran dan bagian batang yang membusuk atau berongga di dalam batang tanpa merusak atau menebang pohon. ”Itu alatnya baru kami pengadaan baru selesai. Jadi memang belum kami gunakan dengan itu karena kami baru transfer knowledge-nya,” ucapnya, Senin di Jakarta.
Senada dengan Suzi, Kepala UPT PTP Dinas Kehutanan DKI Yati Sudiharti mengungkapkan, penggunaan alat uji hanya dilakukan pada pohon-pohon yang berumur ratusan tahun. Biasanya lembaga Yati memberikan rekomendasi pengujian kesehatan pohon yang akan ditebang.
”Alat itu dipakai kalau ada yang meragukan, misal umur pohon panjang. Kalau jenis (pohon) cuma angsana, sudah bisa terlihat sehat atau tidak. Angsana, kan, dahannya berumur pendek, 7 sampai 10 tahun harus ditebang, ganti generasi. Kalau lewat, gampang keropos dan patah,” tutur Yati.
Pemprov DKI menyiapkan tanaman pengganti yang tidak mudah patah dengan ketinggian pohon kurang dari 10 meter. Pohon terpilih itu memiliki akar tidak merusak konstruksi jalur pedestrian dan berbunga indah. Karena ditanam di tepi jalan, pohon yang disiapkan diupayakan memiliki kemampuan menyerap polutan, salah satu contohnya tanaman tabebuya dan bungur.
Percepat penanaman
Koordinator Pusat Studi Perkotaan Universitas Trisakti Nirwono Joga menilai, penebangan dan penanaman pohon tidak dapat dilakukan secara serampangan. Menurut dia, perlu ada pendataan secara spesifik terhadap kondisi pohon-pohon di Jakarta serta berapa tahun usia pohon sehingga Pemprov DKI dapat mengambil langkah tepat dalam merawat pohon di perkotaan.
”Kehadiran pohon-pohon besar secara konsep mestinya semakin bagus untuk menahan angin, menyerap air untuk disimpan ke dalam tanah, juga sebagai penanda suatu kawasan di kota. Apalagi bila membicarakan jenis pohon angsana atau beringin, harusnya bisa bertahan sampai 50 atau 70 tahun kalau dirawat dengan baik,” ucap Nirwono.
Sejak 2013 hingga kini, kata Nirwono, DKI Jakarta belum memiliki Rencana Induk Pohon dan Peraturan Daerah tentang Pohon sebagai acuan rencana penataan dan pemeliharaan. Menurut dia, perlu ada pendataan secara spesifik terhadap kondisi pohon-pohon di Jakarta serta berapa tahun usia pohon sehingga pemprov dapat mengambil langkah tepat dalam merawat pohon di perkotaan.
Dian (29), pejalan kaki di sekitar Cikini, justru mengkhawatirkan keberadaan pohon tua di sana. Ia takut bila saat musim hujan nanti pohon-pohon ini malah tumbang dan menghalangi jalan. ”Kadang dilematis juga karena pohon ini bikin wilayah sekitar sini enggak terlalu panas. Tapi kalau nanti tumbang pas lagi musim hujan, malah jadi musibah,” katanya.
Sementara itu, Jaelani (39), pejalan kaki di Stasiun Cikini, mengakui ketiadaan pohon membuat kawasan trotoar menjadi terasa lebih panas. Sebab, pohon di kawasan tersebut berfungsi menghalangi sengatan sinar matahari saat di trotoar. Warga pun kerap berteduh di sekitar pohon ini.
”Sudah bagus ada pohon seperti ini, jadi lebih teduh kalau menunggu angkutan umum. Ditebang untuk peremajaan pohon pun kalau menurut saya tidak apa, asal jangan terlalu lama sampai warga kepanasan menunggu saat di trotoar,” ujar Jaelani.
Ia berharap penanaman pohon baru nantinya adalah jenis pohon rimbun seperti yang sekarang ada di sebagian trotoar Cikini. ”Pokoknya yang aman dan bikin teduh, jangan sampai warga jadi takut neduh di sekitar pohon karena pohonnya rapuh," tambah dia.
Penataan trotoar
Penebangan pohon-pohon di Jalan Cikini Raya tak terlepas dari rencana penataan trotoar oleh Dinas Bina Marga di kawasan tersebut. Pohon-pohon yang diperkirakan tumbuh sejak tahun 1980-an itu dianggap membahayakan karena kondisinya keropos dan rawan tumbang.
”Akarnya juga sudah tidak seimbang dengan yang di atas dan sudah merusak saluran air. Rata-rata Jalan Cikini itu, kan, saluran air sehingga jadi bolong. Kalau ada angin, (pohon) mudah tumbang,” ujar Suzi.
Atas dasar itu, Dinas Kehutanan merasa perlu ada penebangan pohon. Apalagi, di kawasan itu sedang dilakukan revitalisasi trotoar, dan lebar ruas jalannya pun hanya sekitar 7 meter. ”Kalau tumbang, kan, mencelakakan orang sebagai pengguna jalan,” kata Suzi.
Hari Nurgroho, Kepala Dinas Bina Marga DKI, membenarkan bahwa selain demi keselamatan pengguna jalan, penebangan pohon harus dilakukan karena merusak saluran air dan konstruksi jalan. ”Artinya, kalau enggak ditebang, itu mengganggu. Apalagi, sekarang sudah musim hujan, kan mampet banjir, tau-tau ada pohon tumbang. Dampaknya ke sana,” tutur Hari.