Suu Kyi Dengarkan Gugatan Pembersihan Etnis Rohingya
Aung San Suu Kyi tampil membela Myanmar, yang dituduh melakukan pembersihan etnis Rohingya, di Mahkamah Internasional. Ia dituding sengaja menutupi kekejaman di negaranya.
Oleh
Kris Mada
·4 menit baca
DEN HAAG, SELASA—Penasihat Negara Myanmar Aung San Suu Kyi dijadwalkan membacakan pembelaan Myanmar yang dituduh melakukan pembersihan etnis terhadap warga Rohingya, Rabu (11/12/2019). Penggugat dari Gambia telah membacakan tuduhannya dalam sidang di Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag, Belanda, Selasa (10/12).
Risalah dokumen pembelaan Myanmar belum diunggah. Sementara risalah gugatan yang diajukan Gambia sudah beredar. Dalam gugatan yang dilengkapi infografik terperinci soal pemerkosaan, pembunuhan, dan mutilasi, Gambia menuding Myanmar secara sengaja berusaha memusnahkan etnis Rohingya. Pemerintah Myanmar juga terus memicu kebencian terhadap orang Rohingya.
”Pembersihan etnis terus berjalan dan Anda (majelis hakim ICJ) diharapkan bertindak,” ujar salah satu anggota tim penggugat, Philippe Sands.
Jaksa Agung Gambia Aboubacarr Tambadou mengatakan, kekerasan terhadap Rohingya menodai akal sehat. ”Sangat menyedihkan setelah 75 tahun lalu umat manusia menyatakan tidak akan mengulangi lagi, pemusnahan etnis kembali terjadi di hadapan kita. Sayangnya, kita tidak melakukan apa pun untuk mencegahnya,” kata Tambadou dalam sidang itu.
Ia mendesak dunia tidak lagi memalingkan wajah dari Rohingya dan berpura-pura tidak tahu masalah tersebut. Karena itu, majelis hakim ICJ dimohon memerintahkan penghentian segala bentuk kekerasan terhadap Rohingya lewat putusan sela. ”Hentikan semua kebabaran dan kebrutalan yang mengejutkan akal sehat kita. Hentikan pemusnahan etnis terhadap warga sendiri,” kata Tambadou.
Gambia mendesak penetapan langkah sementara untuk mencegah pembunuhan, penyiksaan fisik, dan pemerkosaan berlanjut terhadap orang Rohingya. Penggugat juga meminta ada perintah agar Myanmar berhenti menghancurkan ternak, kebun, dan rumah orang Rohingya.
Minta putusan sela
Fatwa putusan sela itu dibutuhkan karena persidangan akan butuh bertahun-tahun untuk selesai. Majelis hakim ICJ yang beranggota 17 orang tidak akan masuk ke pokok perkara dalam dengar pendapat yang mulai berlangsung kemarin hingga Kamis.
Fatwa putusan sela tersebut penting karena hampir sejuta orang Rohingya terombang- ambing dalam pengungsian di Bangladesh. Mereka tak berani kembali ke Myanmar karena sampai sekarang tak ada jaminan keamanan dari Myanmar. Di sisi lain, Bangladesh tengah berusaha memindahkan sebagian pengungsi Rohingya dari Cox’s Bazar ke Bashan Char, pulau kecil di Teluk Benggala. Dhaka juga mulai memasang kawat berduri di sekitar tempat pengungsian di Cox’s Bazar.
Fatwa putusan sela tersebut penting karena hampir sejuta orang Rohingya terombang- ambing dalam pengungsian di Bangladesh.
Putusan sela bisa disampaikan segera. Adapun keputusan akhir, yang menyangkut vonis Myanmar bersalah atau tidak dalam gugatan pemusnahan etnis, akan butuh waktu bertahun-tahun. Untuk menjatuhkan vonis itu, ICJ harus membuktikan negara itu secara sengaja berusaha memusnahkan sebagian atau seluruh warga etnis Rohingya.
Saat ada vonis pun, ICJ tidak mempunyai kewenangan untuk mengeksekusinya. Memang, keputusan ICJ akan tetap berdampak pada pihak tergugat atau tertuduh. Biasanya, ada dampak buruk pada sektor ekonomi pada negara yang divonis bersalah oleh ICJ.
Sejumlah penerima Nobel Perdamaian, penghargaan yang juga pernah diterima Suu Kyi, mengecam politisi Myanmar itu. Mereka menyebut Suu Kyi menunjukkan pengakuan terhadap kejahatan, termasuk pemusnahan etnis terhadap Rohingya. ”Kami sangat prihatin karena alih-alih mengecam, Aung San Suu Kyi malah aktif menyangkal kekejaman ini terjadi,” demikian pernyataan tertulis yang mereka siarkan.
Pernyataan itu disebarkan bertepatan dengan permulaan sidang di ICJ. ”Aung San Suu Kyi harus bertanggung jawab secara pidana bersama dengan para komandan yang terlibat kekejaman ini,” demikian tertulis dalam pernyataan itu.
Selain dari sesama penerima Nobel Perdamaian, kecaman juga datang dari pengungsi Rohingya. ”Suu Kyi tak menyangkal. Komunitas internasional harus mendengar suara kami, para korban. Kami ingin vonis dibacakan. Mereka tanpa ampun membunuh kami. Keluarga saya tidak akan kembali,” kata Sayed Ulla, seorang tokoh pengungsi Rohingya.
Penyangkalan atas tuduhan pemusnahan etnis tidak hanya dilakukan Suu Kyi. Para pendukung Suu Kyi berpendapat senada. ”Kami tidak menyangkal orang Rohingya menderita. Walakin, kami, seperti Suu Kyi, menolak ada pemusnahan etnis di Myanmar. Suu Kyi satu-satunya orang yang bisa menyelesaikan masalah,” kata Swe Swe Aye, warga Myanmar.
Meski berbagai pihak telah mengajukan bukti, Myanmar tetap menolak ada pemusnahan etnis. Naypyidaw juga menolak seluruh mekanisme internasional untuk penyelidikan atas isu itu. Myanmar berkeras komite penyelidikan internal sudah cukup untuk masalah itu.
Naypyidaw menyatakan, tak ada kekerasan sistematis terhadap orang Rohingya. Operasi militer bertujuan memburu para militan dari etnis Rohingya, bukan seluruh orang Rohingya. Namun, para penyelidik internasional menemukan tumpukan bukti kekerasan itu.