Asuransi Perkecil Risiko Pendanaan UMKM lewat Tekfin
Kehadiran perusahaan teknologi finansial memudahkan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk mendapat pendanaan.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kehadiran perusahaan teknologi finansial memudahkan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM untuk mendapat pendanaan. Meski begitu, baik pelaku usaha maupun pelaku teknologi finansial sama-sama perlu mewaspadai risiko masing-masing.
CEO PT Asuransi Simas Insurtech Teguh Aria Djana mengatakan, sejak Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77 Tahun 2016 terkait mitigasi risiko produk teknologi finansial (tekfin) diterapkan, pihaknya mengembangkan produk asuransi kredit khusus tekfin jenis pinjaman antarpihak (peer to peer/P2P lending).
”Asuransi kredit untuk tekfin memiliki peluang pertumbuhan cukup baik seiring terus bermunculannya P2P lending yang membutuhkan perlindungan asuransi kredit,” ujar Teguh di Jakarta, Kamis (12/12/2019).
Berdasarkan data Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), hingga Agustus 2019, tingkat kredit macet dari tekfin P2P lending mencapai 3,06 persen. Kebijakan mitigasi risiko membuat Simasnet aktif melakukan diskusi dengan perusahaan tekfin untuk membuat produk sesuai kebutuhan industri.
”Peran asuransi menjadi alat bagi industri tekfin untuk memitigasi risiko. Berdasarkan data OJK, per Oktober 2019, outstanding dana pembiayaan yang diasuransikan lebih dari Rp 11 triliun,” kata Teguh.
CEO Investree sekaligus Ketua Umum AFPI Adrian Gunadi menuturkan, berdasarkan data yang dikajinya bersama Institute for Development of Economics and Finance (Indef), kehadiran tekfin lending juga menambahkan 362.000 lapangan kerja baru.
Adrian menekankan pentingnya perlindungan konsumen dalam industri ini. Berdasarkan pedoman perilaku AFPI, ada batasan maksimal bunga pinjaman yang dikenakan kepada konsumen sebesar 0,8 persen per hari.
Selain itu, terdapat biaya lain yang ditanggung peminjam, seperti biaya yang timbul di muka, biaya asuransi, provisi, keterlambatan, dan biaya pelunasan dipercepat.
”Meski perkembangan industri tekfin lending cukup pesat, hal ini juga diikuti dengan risiko yang menyertainya. Keberadaan tekfin lending ilegal yang jadi ancaman utama bagi citra industri tekfin itu sendiri,” ujar Adrian.
Realisasi nilai pembiayaan yang disalurkan Investree hingga November 2019 tercatat sebesar Rp 2,4 triliun. Posisi ini meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2018 sebesar Rp 1,1 triliun. Secara akumulatif, sejak didirikan empat tahun lalu, Investree membukukan realisasi pinjaman sebesar Rp 4,2 triliun.
Direktur Bisnis Ritel PT Bank BRI Syariah Fidri Arnaldy menilai, keberadaan tekfin melengkapi fungsi perbankan dalam menyalurkan pembiayaan. BRI Syariah bekerja sama dengan Investree untuk menyalurkan pendanaan.
”Selain untuk memperkuat ekosistem digital kami, kerja sama ini bertujuan juga untuk menjangkau segmen UMKM yang selama ini belum terakses oleh kami,” lanjutnya.
Di tempat terpisah, Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Tekfin OJK Hendrikus Passagi mencatat, masih ada 60 juta UMKM yang butuh pendanaan. Sementara itu, banyak UMKM yang sulit mendapat pinjaman dengan nilai kecil, seperti Rp 10 juta.
”Dari perhitungan tersebut, terdapat kebutuhan pendanaan bagi UMKM sedikitnya Rp 600 triliun yang bisa dipenuhi oleh tekfin pinjaman,” ujarnya.