Setelah Ekspor, NTB Dorong Industrialisasi Manggis dan Kopi
Provinsi Nusa Tenggara Barat berhasil mengekspor langsung buah manggis ke China dan kopi ke Korea Selatan. Untuk selanjutnya, diharapkan komoditas yang akan diekspor dapat diolah dulu sehingga menghasilkan nilai tambah.
Oleh
KHAERUL ANWAR
·4 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Provinsi Nusa Tenggara Barat berhasil mengekspor langsung buah manggis ke China dan kopi ke Korea Selatan, yang sebelumnya dikirim melalui provinsi lain. Namun, untuk selanjutnya, diharapkan komoditas yang akan diekspor dapat diolah terlebih dahulu agar punya nilai tambah.
”Kami bersyukur bisa menerbitkan SKA (surat keterangan asal). Bukan SKA dari Provinsi Bali dan Jawa Timur sebagaimana yang terjadi sebelumnya,” kata Kepala Dinas Perdagangan NTB Selly Andayani, Selasa (17/12/2019), seusai apel Hari Ulang Tahun Ke-61 NTB, di Mataram, Lombok.
Data Balai Karantina Pertanian Kelas 1 Mataram menyebutkan, sebanyak 1.120 ton buah manggis senilai Rp 1 miliar diekspor ke Guangzhou, China. Adapun 10 ton kopi senilai Rp 508 juta dikirim ke Korea Selatan. Dari Lombok, manggis dan kopi itu dibawa ke Surabaya, Jawa Timur, untuk dikirim melalui pesawat udara ke negara tujuan. Ekspor kopi dan manggis milik pengusaha asal NTB terealisasi juga setelah difasilitasi eksportir di Surabaya.
Kendati demikian, Gubernur NTB Zulkieflimansyah yang ikut serta melepas ekspor perdana tersebut mengatakan, untuk selanjutnya, komoditas-komoditas unggulan dari NTB yang akan diekspor diharapkan punya nilai tambah. ”Ekspor memang penting, tapi akan lebih baik misalnya kopi dan manggis bisa diolah. Itu yang disebut dengan industrialisasi,” ujarnya.
Menurut Zulkieflimansyah, industrialisasi pertanian berpotensi meningkatkan nilai tambah. Selain itu, hal tersebut juga dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja.
”Jadi sudah bisa ekspor langsung dan SKA-nya juga dari NTB,” ucap Selly. Ia menambahkan, SKA penting bagi NTB karena sebagai salah satu alat untuk menentukan arah kebijakan Pemprov NTB untuk kegiatan ekonomi daerah dan Nasional. Dengan begitu, NTB punya kontribusi terhadap mata dagang ekspor nasional.
Negara importir juga bisa memberikan fasilitas preferensi berupa pembebasan sebagian atau seluruh bea masuk impor yang diberikan negara bersangkutan. SKA sekaligus dokumen yang menerangkan bahwa komoditas itu benar-benar berasal dari daerah produsen, dalam hal ini NTB.
Kepala Dinas Pertanian NTB Husnul Fauzi mengatakan, komoditas manggis itu merupakan hasil budidaya petani di Kecamatan Lingsar, Kecamatan Narmada, Lombok Barat. Adapun kopi robusta berasal dari Kecamatan Gangga, Lombok Utara. NTB sebenarnya juga memiliki produk kopi arabika di Desa Sajang, Kecamatan Sembalun, Lombok Timur.
Produksi manggis di sejumlah sentra itu mencapai 150.000 ton per tahun. Adapun produksi kopi NTB sekitar 27.000 ton per tahun dari luas lahan 12.500 hektar.
Menurut Fauzi, produktivitas kopi pada 2018 berkisar 1 ton-2 ton per hektar atau naik dari tahun-tahun sebelumnya sebesar 5 kuintal-6 kuintal per hektar. Oleh karena komoditas itu sudah menembus pasar ekspor, petani harus menjaga kualitas produknya agar terhindar dari toksin dan penggunaan pestisida.
Varietas unggul
Menurut Selly, pada 2018, manggis asal Lombok yang dikirim ke Bali sekitar 100 ton dengan nilai Rp 4 miliar. Namun, setelah melalui proses sortir, yang layak diekspor ke China hanya sekitar 60 persen. China melakukan seleksi ketat terhadap komoditas yang masuk ke negaranya. ”Misalnya, tidak ada jamur dan semut, buah terhindar dari getah kuning manggis, dan manggis yang dipanen tidak boleh jatuh ke tanah,” ujarnya.
Petani manggis dan kopi di beberapa desa di Kecamatan Lingsar dan Kecamatan Gangga, Lombok Utara, mengatakan, sejumlah lahan manggis dan kopi di wilayah tersebut terdampak gempa Lombok pada 29 Juli-Agustus 2018.
”Saya perkirakan produk kopi menurun karena perakarannya rusak digoyang gempa,” ujar Wirya Hadi (55), warga Desa Genggelang, Kecamatan Gangga, Lombok Utara.
Budidaya manggis di Lombok biasanya ditanam di kebun dan pekarangan rumah. Di Kecamatan Lingsar, setiap petani memiliki 50 batang pohon manggis yang bisa dipanen dua kali setahun dengan sekali panen sekitar 30 kilogram per pohon. Harga manggis Rp 15.000 per kilogram di sentra produksinya, sedangkan di tingkat pedagang buah di Mataram sekitar Rp 20.000 per kg.
”Susah cari manggis sekarang. Biasanya panen manggis di Kecamatan Lingsar dan Kecamatan Narmada, Lombok Barat, November-Februari. Tapi ini sudah bulan Desember, belum banyak petani panen. Mungkin banyak pohon manggis yang tumbang saat gempa tahun lalu,” tutur Sahri, pedagang buah di Cakranegara, Kota Mataram.
Manggis yang dijual Sahdi saat itu berasal dari Bali yang cita rasanya berbeda dengan manggis dari Kecamatan Lingsar. Kekhasan manggis Lingsar antara lain buah relatif besar, kulit buah merah kehitaman, dan daging buah putih bersih dengan rasa manis.
Pohon manggis di Lingsar juga cepat berproduksi serta mampu beradaptasi dengan baik di dataran tinggi ataupun rendah. Oleh karena kekhasan itu, Kementerian Pertanian pada September 2006 menyatakan manggis Lingsar sebagai varietas unggul.