WHO Peringatkan, Krisis Kesehatan Mental Mengancam Dunia
Laporan WHO menyebut banyak orang stres karena dampak kesehatan akibat korona dan konsekuensi dari karantina. WHO merekomendasikan agar pembuat kebijakan menyiapkan mitigasi guna mengurangi biaya sosial dan ekonomi.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
Informasi tentang perkembangan penyakit Covid-19, seperti jumlah penderita dan kematian, keharusan karantina dan menjaga jarak fisik dengan orang lain, kesulitan ekonomi, ditambah rasa takut dan gelisah karena situasi yang serba tidak menentu ini bisa membuat orang mengalami gangguan atau sakit mental. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahwa semua persoalan itu bisa menimbulkan tekanan psikologis. Dunia diminta serius memerhatikan ancaman krisis kesehatan mental ini.
”Isu kesehatan mental ini harus diutamakan. Kesehatan mental warga dunia terdampak parah akibat krisis ini,” kata Devora Kestel, Direktur Departemen Kesehatan Mental WHO ketika menyampaikan laporan PBB serta panduan tentang kebijakan Covid-19 dan kesehatan mental, Kamis (14/5/2020).
Laporan setebal 17 halaman itu menyoroti sejumlah wilayah dan siapa saja yang rentan mengalami tekanan mental. Di antara kelompok yang rentan itu, yakni anak-anak dan anak muda yang terpaksa terpisah dari teman-teman dan sekolahnya. Selain itu, juga tenaga medis yang setiap hari harus melihat dan merawat ribuan pasien yang terinfeksi korona dan kemudian—sebagian dari para pasien itu—meninggal.
Kalangan psikolog menilai, akibat pandemi Covid-19, anak-anak semakin gelisah dan depresi, kasus kekerasan domestik bertambah, dan semakin banyak tenaga medis yang membutuhkan bantuan psikologis.
Kantor berita Reuters pada pekan lalu melaporkan, banyak dokter dan perawat di Amerika Serikat mengungkapkan bahwa rekan-rekan mereka mengalami perasaan campur aduk antara panik, gelisah, sedih, mati rasa, cepat marah, insomnia atau susah tidur, dan mengalami mimpi buruk.
Mitigasi
Laporan WHO itu juga menyebutkan banyak orang yang stres karena dampak kesehatan akibat korona dan konsekuensi dari karantina. Banyak juga orang yang ketakutan akan terinfeksi, meninggal, dan kehilangan anggota keluarga gara-gara korona.
Akibat wabah korona itu pula, jutaan orang mengalami kesulitan ekonomi karena kehilangan pekerjaan atau harus memperketat ikat pinggang agar tetap bisa bertahan hidup. Tekanan akan terasa lebih berat akibat beredarnya rumor dan informasi hoaks terkait korona. Ditambah lagi dengan ketidakpastian sampai kapan derita ini berakhir dan apa jadinya masa depan.
Laporan itu merekomendasikan kepada para pembuat kebijakan untuk menyiapkan mitigasi guna mengurangi biaya sosial dan ekonomi jangka panjang bagi masyarakat. Mitigasi ini, antara lain, termasuk memperbaiki dan menambah investasi layanan psikologis, menyediakan layanan kesehatan mental darurat melalui terapi atau konseling jarak jauh bagi tim medis, dan proaktif membantu warga yang depresi dan gelisah akut.
Mitigasi tersebut juga dibutuhkan oleh warga yang berisiko tinggi menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga dan mengalami kesulitan ekonomi parah selama pandemi Covid-19 berlangsung.
”Setelah bertahun-tahun layanan kesehatan mental kurang diperhatikan, sekarang ini setelah pandemi Covid-19 datang baru terasa akibatnya (dari kurangnya perhatian pada kesehatan mental),” kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres. (REUTERS/AFP/AP)