Hilangkan Hak Suara, Lima Komisioner KPU Palembang Jadi Tersangka
Ketua dan empat komisioner KPU Kota Palembang, Sumatera Selatan ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan tindak pidana pemilu. Mereka diduga menghilangkan hak pilih masyarakat dengan tidak melakukan pemilihan suara lanjutan di sejumlah TPS di Palembang.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Ketua dan empat komisioner KPU Kota Palembang, Sumatera Selatan, ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan tindak pidana pemilu. Mereka diduga menghilangkan hak pilih masyarakat dengan tidak melakukan pemilihan suara lanjutan di sejumlah TPS di Palembang.
Kelima tersangka adalah EF, ketua KPU Kota Palembang; serta empat komisioner, yakni AB, YO, AM, dan SA. Mereka ditetapkan tersangka pada Selasa (11/6/2019). Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Palembang Komisaris Yon Edi Winara, Sabtu (15/6/2019), di Palembang, mengatakan, sampai saat ini pihaknya telah memeriksa 20 saksi yang satu di antaranya merupakan saksi ahli.
Komisioner KPU Sumatera Selatan juga dipanggil untuk menjadi saksi yang meringankan. Tampak di dalam ruang pemeriksaan Ketua KPU Sumsel Kelly Mariana dan Komisioner KPU Sumsel Divisi Hukum dan Pengawasan Hepriyadi. Pemeriksaan berlangsung dari pukul 10.00 hingga pukul 18.00 WIB.
Yon mengatakan, penetapan tersangka ini dilakukan setelah adanya laporan dari Bawaslu Kota Palembang pada 22 Mei. Dalam laporan tersebut, kelima komisioner diduga melakukan tindak pidana penyelenggaraan pemilu sebagaimana diatur dalam Pasal 554 Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, junto Pasal 55 Ayat 1 KUHP subsider Pasal 510 UU No 7/2017 tentang Pemilu.
Mereka diduga menghilangkan hak suara masyarakat lantaran tidak mengadakan pemungutan suara lanjutan secara menyeluruh di Kelurahan Sungai Buah, Kecamatan Ilir Timur II, Kota Palembang, pada 27 April 2019.
Mereka diduga menghilangkan hak suara masyarakat lantaran tidak mengadakan pemungutan suara lanjutan (PSL) secara menyeluruh di Kelurahan Sungai Buah, Kecamatan Ilir Timur II, Kota Palembang, pada 27 April 2019. Hal ini bertentangan dengan rekomendasi Panitia Pengawas Pemilihan Kecamatan (Panwascam) Ilir Timur II untuk melakukan PSL di 70 tempat pemungutan suara.
Dari 70 TPS yang direkomendasikan untuk dilakukan PSL, hanya 16 TPS yang terlaksana. PSL tersebut dilakukan karena pada saat pemungutan suara pada 17 April lalu, ke 70 TPS tersebut mengalami kekurangan surat suara.
Yon menerangkan, proses pemeriksaan kelima tersangka sudah dilaksanakan. Kini pihaknya fokus untuk memeriksa 19 saksi dan 1 saksi ahli. Apabila kelimanya terbukti melanggar, ancaman hukuman berupa kurungan penjara selama 2 tahun dan denda Rp 24 juta. Walau sudah ditetapkan sebagai tersangka, ujar Yon, kelimanya tidak ditahan.
Komisioner KPU Sumsel Divisi Hukum dan Pengawasan Hepriyadi mengatakan, dari awal, sebenarnya tidak ada niat dari komisioner KPU Kota Palembang untuk menghilangkan hak suara pemilih. Hal ini terbukti ada 16 TPS yang menggelar PSL.
Hepriyadi mengakui ada 54 TPS tidak menggelar PSL lantaran tidak memenuhi syarat. Pada 54 TPS tersebut tidak ada usulan dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
Berdasarkan aturan, rekomendasi dari Bawaslu bisa dilaksanakan pada TPS yang memenuhi syarat, termasuk adanya usulan dari KPPS. ”Usulan itu tidak dikeluarkan mungkin karena masyarakat menilai PSL tidak perlu dilakukan lagi,” kata Hepriyadi.
Hepriyadi menuturkan, dalam menyelenggarakan PSL, KPU tidak bisa memutuskan kehendaknya sendiri. Perlu persetujuan dan usulan dari semua tahapan penyelenggara. ”PSL harus berdasarkan usulan dari KPPS yang kemudian diteruskan ke PPK dan baru diusulkan ke KPU,” katanya.
Namun, ujar Hepriyadi, pihaknya tetap menghargai proses hukum yang sedang berjalan dan akan terus mengikutinya. ”Kalau diperlukan untuk bersaksi, kami akan datang,” tegasnya.
Namun, ia menyesali pengaduan ini bukan datang dari peserta pemilu, melainkan dari sesama penyelenggara pemilu. ”Inilah risiko pemilihan dan tentu ini baik untuk berjalannya demokrasi,” katanya.
Walau sudah ditetapkan sebagai tersangka, kelima komisioner masih melakukan fungsinya. Berbeda jika sudah ditetapkan sebagai terpidana.
Hepriyadi mengatakan, walau sudah ditetapkan sebagai tersangka, kelima komisioner masih melakukan fungsinya. Berbeda jika sudah ditetapkan sebagai terpidana. Namun, pihaknya akan tetap berkonsultasi dengan KPU RI yang berwenang membuat keputusan karena mereka yang mengangkat komisioner KPU di tingkat kota/kabupaten.
Pengamat politik dari Universitas Sriwijaya, Bagindo Togar, mengatakan, ada beberapa kemungkinan penyebab terjadinya kasus ini. Kemungkinan pertama adalah adanya kelalaian dari KPU dalam melaksanakan tugasnya. ”Hal ini mungkin terjadi karena penyelenggaraan pemilu serentak baru pertama kali dilakukan,” katanya.
Kemungkinan kedua adalah adanya tekanan politik dari sejumlah pihak. Hal ini sangat mungkin terjadi karena adanya kepentingan di dalamnya. Namun, semua sangat tergantung dari proses hukum yang sedang berjalan.