Tambahan biaya penyelenggaraan Pilkada 2020 akan diperlukan pemerintah daerah untuk pengadaan protokol kesehatan Covid-19. Di Jateng, pemerintah kabupaten/kota diminta mengevaluasi kemampuan pembiayaan tersebut.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Tambahan biaya penyelenggaraan pemilihan kepala daerah akan diperlukan pemerintah daerah untuk pengadaan protokol kesehatan Covid-19. Di Jawa Tengah, pemerintah kabupaten/kota diminta melakukan evaluasi terkait kemampuan pembiayaan tersebut.
Pilkada 2020 dijadwalkan berlangsung pada 9 Desember 2020 dan tahapannya dimulai 15 Juni 2020. Di Jateng, ada 21 kabupaten/kota yang menggelar pilkada.
”Bupati/wali kota mesti mengevaluasi anggaran yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan pilkada karena kemarin (APBD), kan, refocusing semua (untuk Covid-19). Masih ada uang atau tidak?” kata Gubernur Jateng Ganjar Pranowo di Kota Semarang, Selasa (9/6/2020).
Menurut Ganjar, evaluasi penting karena akan berkaitan dengan seberapa besar bantuan dari provinsi dan APBN. Pengurutan itu juga dibahas dalam rapat dengar pendapat Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bersama Komisi II DPR, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), dan Menteri Dalam Negeri, 3 Juni lalu.
Dalam rapat itu, kesimpulan yang disepakati ialah jumlah pemilih dalam satu tempat pemungutan suara (TPS) maksimal 500 orang. Terkait penyesuaian kebutuhan tambahan barang atau anggaran, disepakati dipenuhi lewat sumber APBN dengan memperhatikan APBD tiap daerah (Kompas, 4/6/2020).
Ketua KPU Jateng Yulianto Sudrajat menjelaskan, sesuai undang-undang, penyelenggaraan pilkada dibiayai setiap pemda. Hal itu sudah dilakukan sebelum pandemi Covid-19 dan telah dikunci oleh naskah perjanjian hibah daerah.
Sempat ditunda akibat Covid-19, pilkada lalu diputuskan tetap digelar tahun ini. ”Konsekuensinya, anggaran membengkak. Dengan hanya 500 orang per TPS, dari sebelumnya 800 orang, mau tidak mau jumlah TPS bertambah. Juga, kebutuhan penerapan protokol kesehatan,” kata Yulianto.
Ia menambahkan, kabupaten/kota sudah tak memiliki anggaran untuk pemenuhan biaya tambahan tersebut sehingga KPU mengusulkan tambahan dari APBN. Meski begitu, Yulianto belum bisa berbicara terkait nilai tambahan anggaran yang dibutuhkan di Jateng.
Pemilihan elektronik
Ganjar mengatakan, yang juga perlu disiapkan matang adalah prosedur standar operasi (SOP) hingga waktu pencoblosan Pilkada 2020. Menurut dia, jika semua percaya pada sistem, saat ini waktunya menggunakan pemilihan secara elektronik (e-voting).
”E-voting bisa dilakukan meski saya tahu perdebatannya akan sangat panjang. Saya ingin ada diskusi bagaimana kalau pencoblosan dengan e-voting, karena orang bisa memilih dari mana pun (tak mendekati kerumunan),” kata Ganjar.
Begitu juga dengan cara kampanye yang akan menggunakan cara daring atau digital, bukan kampanye terbuka yang mengundang kerumunan orang. Menurut Ganjar, harus ada pola-pola baru sehingga pilkada dapat berjalan dengan baik serta aman.
Yulianto menuturkan, e-voting masih sebatas wacana, terlebih, dari laporan yang ia terima, masih ada sejumlah area blank spot (tak terdapat sinyal komunikasi) di Jateng. ”Pembahasan belum menyentuh sampai situ (e-voting). Namun, kalau e-rekap (rekapitulasi elektronik), iya, dan akan terus dimatangkan,” katanya.
Yulianto menambahkan, pihaknya akan terus berkoordinasi dengan gugus tugas penanganan Covid-19 provinsi, begitu juga KPU di kabupaten/kota. Meski Pilkada 2020 tetap berjalan, keselamatan pemilih dan penyelenggara menjadi perhatian utama.
Pada 15 Juni 2020, tahapan pilkada dimulai dengan diaktifkannya kembali penyelenggara ad hoc. ”Di Jateng, seluruh PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) sudah dilantik, sedangkan PPS (Panitia Pemungutan Suara) sebagian belum dilantik karena keburu masuk masa darurat Covid-19,” kata Yulianto.