TP4 Dibubarkan, Kejaksaan Akan Tetap Kawal Proyek Pemerintah
Untuk mencegah penyimpangan di Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan (TP4) terulang, kejaksaan diminta meningkatkan integritas, pengawasan, dan tegas menindak jaksa yang terbukti menyimpang.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sekalipun Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan atau TP4 dibubarkan, kejaksaan akan tetap mengawal proyek-proyek strategis pemerintah. Tugas itu kini diemban oleh intelijen kejaksaan. Untuk mencegah penyimpangan terulang, kejaksaan diminta meningkatkan integritas, pengawasan, dan tegas menindak jaksa yang terbukti menyimpang.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Mukri menyatakan, pembubaran TP4 sudah diputuskan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kejaksaan Agung. Rakernas digelar 3-6 Desember 2019 di Cianjur, Jawa Barat.
Dengan bubarnya TP4, lanjutnya, bukan berarti kejaksaan lepas tangan dalam mengawal proyek pemerintah. ”Kami akan tetap melakukan pengawalan dan pengamanan terhadap proyek strategis pemerintah. Hal itu akan dilakukan oleh kejaksaan bidang intelijen,” katanya saat dihubungi dari Jakarta, Kamis (4/12/2019).
Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan menyatakan, ruang lingkup bidang intelijen kejaksaan meliputi penyelidikan; pengamanan dan penggalangan untuk mencegah tindak pidana; penegakan hukum baik preventif maupun represif di bidang ideologi, politik, ekonomi, keuangan, sosial budaya, pertahanan dan keamanan; serta melaksanakan cegah tangkal terhadap orang-orang tertentu; dan turut menyelenggarakan ketertiban dan ketentraman umum.
TP4 dibentuk pada era Jaksa Agung Prasetyo berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi. Tujuannya agar para birokrat bisa mendapat pendampingan hukum selama pengerjaan proyek.
Namun, dalam perkembangannya, menurut Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD seusai bertemu Jaksa Agung ST Burhanuddin, 20 November 2019, kehadiran TP4 justru dimanfaatkan oleh oknum untuk mengambil keuntungan. Atas dasar itulah pemerintah membubarkan TP4.
”Ada pula pemerintah daerah yang seolah-olah sudah berkonsultasi dengan TP4, tetapi ternyata hanya berlindung dari sejumlah kesalahan. Selain itu, pembubaran ini juga tidak menyalahi aturan karena masih ada lembaga lain yang bisa menjalankan fungsi pengawasan, seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP),” kata Mahfud.
Pernyataan Mahfud itu benar adanya. Catatan Kompas, pada 20 Agustus 2019, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan dua jaksa sebagai tersangka penerima suap terkait lelang proyek pada Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman (PUPKP) Kota Yogyakarta Tahun Anggaran 2019.
Proyek yang dimaksud adalah lelang pekerjaan rehabilitasi saluran air hujan di Jalan Supomo, Yogyakarta, dengan pagu anggaran Rp 10,89 miliar.
Kedua jaksa yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Eka Safitra dari Kejaksaan Negeri Yogyakarta sekaligus anggota TP4 Daerah dan Satriawan Sulaksono dari Kejaksaan Negeri Solo, Jawa Tengah.
”Pembubaran TP4 memperlihatkan kejaksaan hendak melakukan pembenahan,” kata Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas Feri Amsari.
Dalam arti kata lain, kejaksaan menyadari ada yang salah dari TP4. Oleh karena itu, kejaksaan tak ingin melanjutkan kesalahan itu. Namun, upaya pembenahan diharapkan tak berhenti di situ. Penguatan integritas jaksa harus terus dilakukan. Begitu pula pengawasan jaksa dan penindakan terhadap jaksa yang memang terbukti menyimpang dari tugasnya.
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Yuris Rezha menilai, kejaksaan perlu mengintensifkan reformasi birokrasi. Hal itu, misalnya, dengan penguatan pencegahan konflik kepentingan di kalangan jaksa.
Konflik kepentingan adalah kondisi dari pegawai yang patut diduga memiliki kepentingan pribadi dan dapat memengaruhi pelaksanaan tugas atau kewenangannya secara tidak patut (Peraturan Kejaksaan Agung Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Kejaksaan).
Selanjutnya, kejaksaan diminta lebih transparan dalam penanganan kasus dan akuntabel dalam memberikan laporan tahunan. ”Hal ini bisa meningkatkan partisipasi publik sehingga mencegah perilaku koruptif oknum jaksa,” katanya.