Sejumlah persoalan Pilkada 2020 pernah terjadi pada pilkada sebelumnya. Ini menjadi catatan bagi pembentuk undang-undang dan penyelenggara dalam upaya meningkatkan kualitas pilkada.
Oleh
TIM KOMPAS
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah persoalan klasik yang pernah terjadi dalam pemilihan kepala daerah di Tanah Air kembali terulang di Pilkada 2020. Hal itu antara lain kekurangpahaman penyelenggara dan pemilih terhadap aturan pemungutan suara serta keterlambatan penyaluran logistik.
Hal itu disampaikan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman saat webinar bertajuk ”Evaluasi Cepat Pilkada 2020” yang diselenggarakan Departemen Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada, Jumat (11/12/2020). Selain Arief, hadir sebagai pembicara anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Mochammad Afifuddin, dan pengajar pada Departemen Politik dan Pemerintahan UGM, Abdul Gaffar Karim.
Menurut Arief, sejumlah masalah di pilkada yang masih terulang saat pelaksanaan Pilkada 2020, antara lain, berupa logistik yang terlambat datang.
Dalam Pilkada 2020, logistik untuk 8 distrik di Yahukimo dan 1 distrik di Yalimo, Papua, tak bisa terdistribusikan hingga hari pemungutan suara, 9 Desember. Akibatnya, pemungutan suara di daerah itu mesti ditunda.
Hal serupa pernah terjadi pada Pilkada 2018. Dari 171 daerah penyelenggara, pemungutan suara di Paniai dan Nduga, Papua, saat itu juga harus ditunda karena logistik datang terlambat.
Persoalan lainnya, ketidakpahaman penyelenggara dan pemilih saat proses pemungutan suara. Arief mencontohkan masih ada pemilih yang menunjuk orang lain untuk menggunakan hak pilihnya.
Kejadian ini mengakibatkan harus digelarnya pemungutan suara dan penghitungan suara ulang. Berdasarkan data Bawaslu, pemungutan suara ulang digelar di 58 TPS di 17 provinsi dan penghitungan suara ulang di 48 TPS di tiga provinsi.
Contoh masalah klasik lain yang kembali terulang, kata Afifuddin, adalah daftar pemilih tetap (DPT) yang tidak ditempel dan perlakuan petugas yang berbeda terhadap kasus yang sama. ”Tingkat pemahaman dan kemandirian penyelenggara pemilihan di setiap daerah berpengaruh langsung terhadap kualitas pemungutan dan penghitungan suara,” katanya.
Selain itu, masih ada kasus terkait surat suara kurang atau tertukar, penggunaan hak pilih dengan cara mencontreng surat suara, memilih lebih dari satu kali, dan penyelenggara pemilihan yang justru menyalahgunakan surat suara.
Sekalipun ada kekurangan, Abdul Gaffar Karim menilai, penyelenggaraan Pilkada 2020 cukup baik. Bahkan, dalam hal protokol kesehatan, pelaksanaannya lebih baik daripada yang diduga sebelumnya.
Secara terpisah, peneliti dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes, menyoroti proses persiapan tahapan yang terkesan terburu-buru. Beberapa hari sebelum pemungutan suara, misalnya, KPU masih kesulitan memenuhi alat pelindung diri di sejumlah daerah. Hal ini seharusnya tak terjadi.
Arya juga menyoroti pembentukan regulasi yang menjadi acuan teknis penyelenggara di lapangan yang terburu-buru.
Perbaikan UU
Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Nasdem Saan Mustopa mengatakan, perlu ada perbaikan dari sisi undang-undang menyusul semakin maraknya calon tunggal. Hal ini, menurut dia, akan menjadi perhatian DPR saat penyusunan RUU Pemilu. RUU Pemilu, menurut rencana, tak hanya mengatur regulasi terkait pemilu legislatif dan pemilu presiden, tetapi juga pilkada.
Kian banyaknya calon tunggal, menurut Saan, mengindikasikan adanya kecenderungan parpol atau kandidat maju dengan memborong dukungan dari banyak parpol.
Hal lain yang juga akan menjadi perhatian saat penyusunan RUU Pemilu adalah masih terbukanya potensi politik transaksional dan mahar politik.
Upaya untuk menghindari fenomena calon tunggal dan mahar politik, kata Saan, akan diupayakan dengan menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah. Aturan yang berlaku saat ini dalam UU No 10/2016 tentang Pilkada mensyaratkan calon harus diusung minimal 20 persen dari jumlah kursi di DPRD setempat atau 25 persen dari raihan suara dari pemilu terakhir.
Evaluasi berikutnya ialah maraknya politik kekerabatan. Kondisi itu, menurut Saan, tidak serta-merta dapat dilarang dalam regulasi yang baru. Apalagi sudah ada putusan Mahkamah Konstitusi yang membolehkannya. ”Jadi, bisa saja nanti diatur proses perekrutan parpol dalam mencari calon kepala daerah. Misalnya, harus jelas rekam jejaknya dan pengalaman politik yang terukur,” katanya.
Di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, tiga rumah sukarelawan calon bupati-wakil bupati Indah Putri Indriani-Suaib Mansur di Desa Sidomukti dan Patoloan, Kecamatan Bone-bone, diserang orang tidak dikenal, sekitar pukul 02.00 Wita, Jumat.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Luwu Utara Ajun Komisaris Syamsul Rijal menjelaskan, pihaknya telah memeriksa delapan saksi hingga Jumat siang. ”Kami masih mencari pelakunya,” ujarnya.