Lagi, KPU Digugat Perdata Partai yang Gagal Ikuti Pemilu 2024
Partai Republik menjadi partai politik ketiga yang menggugat KPU secara perdata setelah Partai Prima dan Partai Berkarya.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum atau KPU kembali digugat secara perdata oleh partai politik yang gagal mengikuti Pemilihan Umum 2024 karena tidak memenuhi syarat sebagai peserta pemilu. Kali ini, giliran Partai Republik yang menggugat KPU dan Badan Pengawas Pemilu. Gugatan perdata ditengarai dilayangkan sebagai upaya agar partai tersebut bisa lolos sebagai peserta pada pemilu mendatang.
Partai Republik menjadi partai politik (parpol) ketiga yang menggugat KPU secara perdata. Sebelumnya, KPU digugat oleh Partai Prima, Partai Berkarya, dan Partai Republik. Bahkan, Partai Prima dan Berkarya meminta agar proses pemilu ditunda.
”Partai Republik terakhir ini (yang mengajukan gugatan). Kemarin mendaftar untuk menggugat secara perdata,” ujar Juru Bicara Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Zulkifli Atjo, di Jakarta, Jumat (14/4/2023).
Gugatan telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor perkara No.245/PDT.G/2023/PN. JKT PST. Menurut Zulkifli, Partai Republik tidak menggugat agar Pemilu 2024 ditunda. Partai yang sudah dinyatakan tak memenuhi syarat mengikuti pemilu itu hanya meminta agar dapat menjadi peserta Pemilu 2024.
Menurut rencana, gugatan Partai Republik akan disidangkan setelah Lebaran. PN Jakarta Pusat sudah menetapkan Rianto Adam Pontoh sebagai ketua majelis hakim dengan anggota Fahzal Hendrik dan Panji Surono.
Dalam berkas gugatan yang diajukan, Partai Republik menyampaikan bahwa keputusan KPU untuk tidak menetapkan mereka sebagai peserta pemilu merupakan keputusan yang kontroversial dan melawan hukum. KPU dinilai menerapkan standar ganda dalam menentukan partai politik yang memenuhi syarat (MS) dan tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai peserta Pemilu 2024.
Selain itu, Partai Republik juga menggugat Bawaslu karena dugaan pelanggaran pemilu yang mereka ajukan ditotak Bawaslu. Bawaslu dianggap telah melakukan perbuatan melawan hukum seperti halnya KPU yang mengakibatkan Partai Rebuplik mengalami kerugian.
Saat diminta tanggapan, anggota KPU Mochammad Afifuddin menyampaikan harapan gugatan Partai Republik ditolak PN Jakarta Pusat. Namun, jika gugatan diterima, KPU tentu akan menyiapkan diri untuk menghadapi gugatan Partai Republik tersebut.
Sementara itu, Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini berpandangan, gugatan perdata untuk KPU itu merupakan wujud ketidakpuasan sejumlah parpol terhadap proses verifikasi peserta pemilu. Selain itu, gugatan perdata yang diajukan Partai Berkarya dan Partai Republik juga dipicu oleh gugatan yang diajukan Partai Prima sebelumnya.
”Mereka (parpol yang tidak lolos sebagai peserta pemilu) berharap apabila gugatan dikabulkan oleh PN Jakarta Pusat dapat menjadi modal untuk mengambil langkah lebih lanjut. Misalnya, mengajukan pelaporan pelanggaran administratif ke Bawaslu seperti yang dilakukan Partai Prima,” ungkapnya.
Meskipun demikian, menurut Titi, sebaiknya partai yang tidak lolos mempertimbangkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta berkaitan dengan gugatan perdata Partai Prima. Pada Selasa lalu, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengabulkan permohonan banding KPU atas putusan PN Jakarta Pusat terkait gugatan Partai Prima tentang penundaan pemilu. Majelis hakim tingkat banding menyatakan bahwa PN Jakarta Pusat tak berwenang mengadili perkara tersebut.
Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta penting untuk dipertimbangkan agar langkah hukum yang ditempuh tidak menimbulkan kerancuan dalam penegakan hukum terkait pemilu. Hal yang juga penting, menurut Titi, instusi peradilan yang tak memiliki kewenangan dalam penegakan hukum pemilu dapat memahami batasan kewenangan dalam penanganan perkara.