Novanto Disebut Menanyakan Biaya Produksi KTP Elektronik
Oleh
MADINA NUSRAT
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto disebut turut menanyakan biaya produksi kartu tanda penduduk elektronik dan alternatif untuk pembelian cip KTP elektronik ke negara lain. Pembicaraan itu telah berlangsung sejak 2010 saat pengadaan KTP elektronik masih dibahas untuk anggaran pengadaannya di DPR.
Hal itu diungkap mantan Country Manager Hawlett Packard, Charles Sutanto, salah satu saksi yang dihadirkan dalam sidang lanjutan korupsi pengadaan KTP elektronik dengan terdakwa Novanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (22/1). ”Saya ditanya beliau (Novanto), berapa biaya satu kartu KTP itu, dan saya sampaikan biayanya 2,5 dollar AS sampai 3 dollar AS,” kata Charles.
Charles mengatakan, pada mulanya, dia mengetahui adanya proyek pengadaan KTP elektronik itu dari Johanes Marliem, Direktur PT Biomorf Mauritius. Marliem kemudian meminta dirinya ikut membantu pengadaan KTP elektronik itu karena Marliem akan menggunakan peranti lunak L1. Sementara peranti lunak L1 itu, menurut informasi Marliem yang diperoleh Charles, itu menjadi satu kesatuan dengan HP.
”Setelah saya mencari informasi ke HP di Amerika, ternyata benar L1 dan HP itu punya kerja sama untuk deliver kartu identitas untuk homeland security di Pemerintah Amerika. Dan yang dimaksud Marliem, kemampuan itu hanya dimiliki Pemerintah Amerika Serikat, sementara kami tak punya,” kata Charles.
Dari informasi itu, Charles mencari informasi lebih jauh terkait proyek pengadaan KTP elektronik itu kepada Made Oka Masagung. Charles mengaku dia mengenal Oka dari mertuanya. Sejak itu, Charles mengatakan, dia diajak Oka bertemu dengan Novanto sebanyak tiga kali.
Pertemuan pertama dengan Novanto berlangsung di gedung DPR saat makan siang, dan saat itu dia diperkenalkan Oka dengan Novanto. Kemudian, pertemuan kedua dengan Novanto berlangsung di rumah makan bersama Oka. Baru pertemuan ketiga, Charles mengaku bertemu dengan Novanto di rumah Novanto di Jalan Wijaya.
Pertemuan ketiga di rumah Novanto itu, diakui Charles, berangkat dari ajakan Oka untuk bertemu Novanto, dan itu berlangsung pada malam hari. Saat pertemuan di rumah Novanto itu, diakui Charles, Novanto menanyakan biaya kartu KTP elektronik kepada dirinya.
”Saya sampaikan bahwa biaya kartu itu 2,5 dollar AS sampai 3 dollar AS,” kata Charles.
Selain itu, kata Charles, Novanto juga menanyakan apakah ada kemungkinan cip untuk KTP elektronik dibeli di negara lain. Menjawab pertanyaan itu, Charles menyampaikan bahwa HP hanya menggunakan cip dari perusahaan tertentu, salah satunya Sagem.
Dalam perkembangannya, Charles menyampaikan bahwa Marliem kemudian berusaha menawar perangkat lunak L1 kepada HP di Amerika Serikat. Untuk itu, HP menawarkan harga 60 juta dollar AS, tetapi Marliem menawarnya hingga separuh lebih, yakni 24 juta dollar AS.
Berdasarkan berita acara pemeriksaan yang dibacakan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi Wawan Yunarwanto disebutkan bahwa Charles mengaku Marliem menawar begitu rendah karena ada biaya begitu besar untuk membiayai imbalan untuk DPR. Namun, saat dikonfirmasi, Charles menyatakan, dia hanya berasumsi bahwa biaya itu sebagai imbalan untuk DPR.
Karena memberikan jawaban yang tak pasti, ketua majelis hakim Yanto memberikan peringatan kepada Charles agar menyampaikan keterangan yang benar berdasarkan pengalaman yang dialami. ”Jangan mengatakan berasumsi, Anda sudah disumpah,” kata Yanto memperingati.
Charles kemudian menyampaikan bahwa memang lebih baik dia tak mengetahui biaya itu untuk apa. ”Itu bisnis dia (Marliem) ke PNRI. Dan mending (saya) tidak tahu,” kata Charles.
Karena menginginkan harga peranti lunak yang lebih murah, menurut Charles, Marliem pun mengembangkan sendiri sistem KTP elektronik dengan menggandeng tim informatika di India. Untuk itu, Charles mengatakan, dia diminta Marliem ikut mengawal pengembangan perangkat lunak tersebut.
Pada saat yang sama, kata Charles, Marliem juga sedang merintis pengembangan program untuk mesin pembaca kartu. Pada pengembangan mesin pembaca kartu itu, Charles juga kembali diminta Marliem sebagai konsultannya. Sebagai konsultan untuk kepentingan Marliem itu, Charles diberi imbalan 800.000 dollar AS. Imbalan itu telah dibelikan Charles mobil Porsche seharga Rp 2,8 miliar dan rumah di Kelapa Gading yang dibayar dengan cicilan seharga Rp 700 juta.
Dalam persidangan kali ini, selain Charles, jaksa KPK juga menghadirkan empat saksi lain, yakni Made Oka Masagung, Andi Agustinus alias Andi Narogong, mantan anggota DPR Mirwan Amir, dan Aditya Riadi Suroso selaku Direktur PT Aksara Matra.