Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menunda pelantikan pejabat eselon I dan II di instansinya selama mereka belum menunaikan kewajibannya, menyerahkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara ke Komisi Pemberantasan Korupsi.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo tidak akan melantik pejabat eselon I dan II di instansinya selama mereka belum menunaikan kewajibannya, menyerahkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara atau LHKPN ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Kebijakan ini diharapkan bisa menjawab masih rendahnya kepatuhan pelaporan LHKPN di kementeriannya.
"Saya menunda pelantikan pejabat dan pelaksana tugas eselon I dan II sebelum seluruh pejabat dan pelaksana tugas eselon I dan II menyerahkan LHKPN ke KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan Irjen (Inspektur Jenderal) Kemendagri," ujar Tjahjo, di Jakarta, Kamis (7/2/2019).
Dia mengatakan, penundaan pelantikan itu tak hanya berlaku bagi jajaran di Kemendagri tetapi juga Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) yang berada di bawah Kemendagri.
Untuk menegaskan hal itu, lanjut Tjahjo, dirinya telah menginstruksikan kepada Sekretaris Jenderal dan Irjen Kemendagri untuk segera membuat peraturan menteri dalam negeri (Permendagri).
"Mengingat masih banyaknya pejabat eselon I dan II Kemendagri dan BNPP yang belum melaporkan LHKPN. Ini syarat mutlak sebelum dilantik sebagai pejabat eselon atau pelaksana tugas harus menunjukkan laporan LHKPN," kata Tjahjo.
Pelaksana Tugas Inspektur Jenderal Kemendagri Sri Wahyuningsih menambahkan, kebijakan Mendagri mengeluarkan permendagri tak semata untuk menunjukkan komitmennya melaksanakan aturan perundang-undangan yang mewajibkan LHKPN. Di luar itu, Mendagri ingin agar kebijakannya itu dicontoh oleh seluruh pemerintah daerah.
"Kemendagri ini kan sebagai koordinator pengawasan dan sekaligus pembina pemerintah daerah. Jadi, Kemendagri harus menjadi contoh. Harusnya pelaporan LHKPN itu bisa maksimal, 100 persen. Dengan demikian, kalau kami menegur daerah terkait (kepatuhan pelaporan LHKPN) itu, kan, kami tidak malu karena sudah optimal melaksanakan LHKPN," ujar Sri.
Terkait Permendagri itu, Sri menargetkan akan selesai pada bulan ini.
"Ya secepat mungkin. Ini, kan, mesti harus diundangkan melalui Kementerian Hukum dan HAM, memang tak bisa cepat juga. Tetapi, kami berupaya untuk sesegera mungkin," katanya.
Kepatuhan LHKPN
Sebelumnya, KPK mengumumkan Kemendagri termasuk di antara instansi pemerintah yang rendah tingkat kepatuhannya menyerahkan LHKPN. Pejabat yang wajib lapor LHKPN seharusnya 222 orang, tetapi yang baru melaporkan LHKPN sekitar 37,84 persen.
Selain Kemendagri, sembilan kementerian lain yang rendah tingkat kepatuhannya adalah Kementerian Pertahanan (dari 80 orang wajib lapor, tingkat kepatuhan baru 10 persen), Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (dari 315 orang wajib lapor, tingkat kepatuhan baru 18,41 persen), dan Kementerian Pemuda dan Olahraga (dari 130 orang wajib lapor, tingkat kepatuhan baru 19,23 persen).
Selain itu, Kementerian Pariwisata (dari 106 orang wajib lapor, tingkat kepatuhan baru 26,42 persen), Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (dari 14.216 orang wajib lapor, tingkat kepatuhan baru 27,66 persen), Kementerian Ketenagakerjaan (dari 155 orang wajib lapor, tingkat kepatuhan baru 38,71 persen), dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (52 orang wajib lapor, tingkat kepatuhan baru 42,31 persen).
Kemudian Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (dari 4.585 orang wajib lapor, tingkat kepatuhan baru 45,28 persen), dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (dari 84 orang wajib lapor, tingkat kepatuhan baru 48,81 persen).