Banyuwangi Kabupaten Paling Inovatif se-Indonesia
Kementerian Dalam Negeri menerbitkan Hasil Pengukuran Indeks Inovasi Daerah. Hasilnya, Kabupaten Banyuwangi mendapat nilai tertinggi untuk kategori kabupaten/kota.
JAKARTA, KOMPAS – Kementerian Dalam Negeri menerbitkan Hasil Pengukuran Indeks Inovasi Daerah. Hasilnya, Kabupaten Banyuwangi mendapat nilai tertinggi untuk kategori kabupaten/kota.
Banyuwangi mendapat nilai 74.400 dengan predikat sangat inovatif. Nilai tersebut bahkan jauh meninggalkan Provinsi Jawa Barat yang mendapat nilai tertinggi untuk kategori provinsi dengan nilai 53.950. Sementara Kota Makassar menduduki posisi kedua untuk kategori Kabupaten/Kota dengan nilai 47.470.
Hal itu tertuang dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri bernomor 002.6-445 tahun 2019 tentang Penyusunan Hasil Pengukuran Indeks Inovasi Daerah Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri. Surat Tersebut ditandatangi Badan Penelitian dan Pengembagan Kementerian Dalam Negeri Dodi Riyadmadji.
Dihubungi dari Jakarta Rabu (27/11/2019), Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan, inovasi menjadi kekuatan daerah untuk menyelesaikan banyak tugas dan permasalahan. Inovasi inilah yang akhirnya menjadi kekuatan bagi Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dalam melayani warganya.
Baca juga; Pemberdayaan Masyarakat, Strategi Banyuwangi Kurangi Sampah Plastik
“Inovasi yang kami ciptakan hadir di tengah keterbatasan pemerintah daerah dengan anggaran yang terbatas, masa jabatan yang terbatas. Kalau semua permasalahan diselesaikan dengan APBD dan APBN, permasalahan tersebut tidak akan teratasi, ataupun kalau teratasi penyelesaiannya lama karena prosedurnnya rumit,” ujarnya.
Kalau semua permasalahan diselesaikan dengan APBD dan APBN, permasalahan tersebut tidak akan teratasi, ataupun kalau teratasi penyelesaiannya lama karena prosedurnnya rumit
Anas mencontohkan, persoalan putus sekolah di Banyuwangi ternyata diakibatkan hal-hal remeh. Ia mendapati sejumlah anak putus sekolah karena tidak mampu membeli seragam sekolah atau alat tulis.
Dari kondisi tersebut lahirlah inovasi Siswa Asuh Sebaya. Melalui program ini para pelajar diajak untuk mengumpulkan uang guna memenuhi kebutuhan sekolah rekan-rekannya.
Baca juga; Strategi Baru Pariwisata Pemkab Banyuwangi
Program yang digulirkan sejak 2011 ini mampu mendorong empati dan solidaritas di kalangan pelajar. Hingga pertengahan tahun 2019, program ini telah mengumpulkan dana Rp 17,17 miliar untuk membantu pelajar kurang mampu.
“Kalau hanya butuh seragam, harus menunggu rancangan anggara APBD pasti prosesnya lama. Karena itu, anak-anak digerakkan untuk membantu teman-temanya melalui Siswa Asuh Sebaya,” tuturnya.
Inovasi lainnya ialah Kanggo Riko, program bagi keluarga miskin. Melalui program ini, pemerintah memberikan bantuan permodalan dan alat-alat produksi sesuai dengan keinginan dan kemampuan penerima manfaat masing-masing senilai Rp 2,5 juta.
Baca juga; Banyuwangi Perkuat Pasar Tradisional
Melalui program Kanggo Riko, penerima manfaat diharapkan bisa mengangkat perekonomian dirinya sendiri tanpa harus menjadi beban pemerintah. Tahun lalu program ini menyasar 1.160 rumah tangga miskin.
“Program ini hanya diperuntukkan bagi keluarga miskin yang anggota keluarganya tidak memiliki telepon pintar dan tidak merekok. Di Banyuwangi, kategori miskin memang sengaja kami tambahi. Kalau bisa merokok dan punya telepon pintar, itu tidak miskin,” ujar Anas.
Program tersebut terbukti membantu warga Banyuwangi. Salah satu yang merasakan ialah Sri Kasiyati warga Kecamatan Cluring yang pernah mendapat bantuan blender untuk membuka usaha makanan dan minuman ringan.
“Saya dulu hanya jualan kacang rebus dengan penghasilan maksimal Rp 25.000 per hari. Setelah dapat bantuan alat-alat, saya sekarang jualan minuman dan makan. Penghasilan saya naik jadi Rp 75.000 per hari,” ujarnya.
Baca juga; Banyuwangi Luncurkan Aplikasi dan Mesin Swalayan Pengurusan Dokumen
Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Banyuwangi, aneka inovasi juga memberi manfaat. Anas menyebut, inovasi membuat tingkat kepuasan rakyat meningkat. Peningkatan tersebut sulit terwujud bila menggunakan cara-cara formal dan konvensional.
“Tingkat kepuasan rakyat saat ini 84,6 persen meningkat bila dibanding dengan tahun 2010 yang hanya 60 persen. Kami juga mendapat Dana Insentif Daerah (DID) karena inovasi-inovasi yang meraih sejumlah penghargaan,” tuturnya.
Tahun ini total DID yang diperoleh Banyuwangi sebesar Rp 89 miliar. Sekitar Rp 9 miliar diantaranya didapat karena gelar Kabupaten Terinovatif tahun lalu. Dana tersebut lantas digunakan untuk membelanjakan komponen-komponen yang sudah disarankan.
Anas mengatakan, DID yang baru cair tahun ini telah digunakan untuk pembangunan aneka infrastruktur di Banyuwangi. Beberapa diantaranya untuk pelebaran sejumlah jalan dan pembanguan jaringan serat optik untuk 189 desa se-Banyuwangi.
Saat ini Pemerintah Daerah Banyuwangi terus mendorong jajarannya untuk berinovasi. Salah satunya dengan menggalakkan ‘One Unit, One Innovation’. Dengan demikian setiap unit di Rumah Sakit Umum Daerah ataupun Puskesmas dan kantor-kantor kecamatan berlomba-lomba menciptakan inovasi.
Baca juga: Terminal Terpadu Wisata Banyuwangi Jadi Contoh Nasional
Dosen Administrasi Publik sekaligus Kepala Program Studi Administrasi Publik Universitas 17 Agustus 1945 Niko Pahlevi menilai inovasi di bidang pariwisata dan pelayanan publik menjadi dua hal yang paling menonjol. Kedua hal tersebut juga dirasakan dampaknya oleh masyarakat.
“Inovasi di bidang pariwisata paling terasa manfaatnya untuk kesejahteraan masyarakat. Karena peran pemerintah dalam memencitrakan Banyuwangi sebagai destinasi wisata membuat banyak warung-warung dan industri kecil tumbuh,” ujarnya.
Inovasi di bidang pelayanan publik dengan menerapkan smart kampung dan mal pelayanan publik juga dinilai berhasil. Kendati tidak secara langsung menyejahterakan rakyat, inovasi tersebut memudahkan masyarakat sehingga banyak waktu, tenaga dan biaya yang di hemat.
Namun, Niko menilai, pemerintah masih terlalu menjadi motor penggerak inovasi-inovasi tersebut. Menurutnya inovasi tersebut belum teruji mampu bergerak dan konsisten di masyarakat.
“Saya khawatir, bila pemerintahan daerah tidak dilanjutkan oleh pemimpin seperti Bupati Anas, inovasi ini akan berhenti. Pemerintah Daerah Banyuwangi harus memikirkan bagaimana inovasi tidak hanya dilahirkan tetapi juga dibuat berkesinambungan,” ujarnya.