Usut Kasus Suap Garuda, KPK Dapat Dukungan Internasional
Dukungan berupa kesepakatan deferred prosecution agreement (DPA) antara Serious Fraud Office dan Airbus SE. KPK yakin DPA akan memperkuat alat bukti dalam mengusut dugaan suap pada pengadaan mesin pesawat Garuda.
Oleh
SHARON PATRICIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi mendapatkan dukungan dunia internasional dalam penanganan perkara dugaan suap terkait pengadaan mesin pesawat PT Garuda Indonesia. Dukungan itu berupa kesepakatan deferred prosecution agreement atau perjanjian penangguhan penuntutan antara Serious Fraud Office dengan Airbus SE.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri menyampaikan, penyidikan yang dilakukan Serious Fraud Office (SFO) sejalan dengan proses penanganan perkara di Garuda yang dilakukan KPK. KPK pun yakin deferred prosecution agreement (DPA) akan memperkuat alat bukti dalam penyidikan dan penuntutan perkara dugaan suap terkait dengan pengadaan mesin pesawat PT Garuda Indonesia.
Berdasarkan catatan Kompas, SFO merupakan lembaga penegakan kasus penyuapan dan korupsi di Inggris. Penanganan SFO terkait individu di Rolls-Royce. Sementara perkara korupsi di Rolls-Royce sebagai korporasi terbukti bersalah. Rolls-Royce memuluskan bisnisnya, termasuk di Indonesia, dengan suap. Hal tersebut yang menjerat salah satu mantan Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar yang kini berstatus terdakwa.
”KPK mengapresiasi SFO dan penegak hukum lain di Inggris atas kesepakatan ini. Sejak awal menangani perkara dugaan suap terkait dengan pengadaan mesin pesawat PT Garuda Indonesia, KPK telah bekerja sama dengan otoritas penegak hukum di beberapa negara terkait, di antaranya SFO Inggris dan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura,” kata Ali melalui siaran pers yang diterima Kompas, Minggu (9/2/2020).
Kesepakatan DPA merupakan hasil penyidikan yang dilakukan SFO terhadap dugaan pemberian suap yang dilakukan oleh Airbus SE kepada pejabat-pejabat di lima negara, di antaranya Indonesia, Sri Lanka, Malaysia, Taiwan, dan Ghana, pada kurun waktu 2011-2015.
Dalam dokumen approved judgement dan statement of facts yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari DPA, terdapat uraian fakta terkait dugaan pemberian suap kepada pejabat di PT Garuda Indonesia.
Fakta tersebut sudah sejalan dengan fakta-fakta yang ditemukan pada penanganan perkara Garuda oleh KPK. Saat ini, terdakwa Emirsyah Satar dan Soetikno Soedarjo sedang menjalani proses persidangan dan tersangka Hadinoto Soedigno, Direktur Teknik PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk 2007-2012, masih dalam proses penyidikan.
Berdasarkan kesepakatan DPA, kata Ali, SFO bersedia menunda proses penuntutan pidana terhadap Airbus SE. Syaratnya, Airbus SE bersedia bekerja sama penuh dengan penegak hukum dengan mengakui perbuatan, membayar denda, dan melakukan program reformasi dan tata kelola perusahaan.
”Airbus SE bersedia membayar denda sejumlah 991 juta euro kepada Pemerintah Inggris. Jumlah tersebut adalah bagian dari kesepakatan global sebesar 3,6 miliar euro yang akan dibayarkan Airbus SE kepada Pemerintah Inggris, Perancis, dan Amerika Serikat,” kata Ali.
Ketua Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Oce Madril menilai, korupsi yang kerap terjadi di badan usaha milik negara karena masih lemahnya sistem pengawasan dan pencegahan.
”Korupsi bukan karena pendapatan kecil, tapi karena peluang melakukan korupsi terbuka lebar. Ada peluang yang diciptakan oleh sistem yang korup sehingga mereka yang berada di BUMN itu sangat rentan akhirnya,” kata Oce.
Dengan begitu, manajemen antikorupsi sangat dibutuhkan. Misalnya, kata Oce, ada pakta antikorupsi dalam setiap kontrak bisnis, ada unit pengendalian pemantauan antigratifikasi, hingga penilaian profil jajaran direksi dan karyawan agar dapat selalu terpantau.
Suap dan cuci uang
Untuk diketahui, setelah menjalani penyidikan dua tahun, Emirsyah didakwa dengan dua pasal berbeda, yakni terkait penerimaan suap dan pencucian uang. Ia dijerat dengan pasal penerimaan suap melalui bekas Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi Soetikno Soedarjo yang mencapai Rp 46 miliar.
Suap diduga berasal dari Airbus SAS, Rolls-Royce Plc, Avions de Transport Regional (ATR), dan Bombardier Canada yang bergerak di bidang pengadaan dan perawatan mesin pesawat. Rinciannya, uang senilai 680.000 dollar AS dari Rolls-Royce Plc untuk pengadaan mesin RR Trent 700 untuk enam pesawat Airbus A330-300 milik PT Garuda Indonesia, dan empat pesawat yang disewa dari AerCAP dan International Lease Finance Corporation.
Emirsyah juga didakwa dengan pasal pencucian uang. Indikasi tersebut antara lain dari transfer yang menggunakan rekening Woodlake International, rekening istri, dan kerabat. Ia juga menitipkan uang 1,45 juta dollar AS ke rekening milik Soetikno di Standard Chartered Bank.
Emirsyah juga mengalihkan kepemilikan satu apartemen yang terletak di Singapura kepada Innospace Investment Holding. Apartemen ini dibeli seharga 1,18 juta dollar Singapura yang uangnya diperoleh dari ATR. Begitu pula dengan 200.000 dollar AS dari Bombardier untuk investasi di Mcquaire Group Inc (Kompas, 31 Desember 2019).