Pilkada di Tengah Pandemi Membuat Anggaran Jadi Membengkak
Tambahan anggaran Pilkada Desember 2020 yang diajukan KPU berkisar Rp 4,5 triliun hingga Rp 5,6 triliun dengan pemilih maksimal 500 orang per TPS. Mayoritas dana untuk pengadaan alat protokol kesehatan Covid-19.
Oleh
Rini Kustiasih/Ingki Rinaldi/Nikolaus Harbowo
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Anggaran Pilkada 2020 yang akan berlangsung di tengah pandemi Covid-19 menjadi membengkak. Tambahan anggaran yang diusulkan Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu untuk melanjutkan tahapan pilkada sesuai protokol kesehatan Covid-19 berkisar Rp 2,8 triliun hingga Rp 5,9 triliun, tergantung tingkat keketatan penerapan protokol.
Adapun, anggaran yang dibutuhkan untuk Pilkada 2020 di 270 daerah sebelum terjadi pandemi Covid-19 mencapai Rp 14 triliun. Saat tahapan pilkada dihentikan sementara akhir Maret 2020, masih ada Rp 9 triliun yang belum terpakai.
Besaran usulan tambahan anggaran disampaikan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi II DPR, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Rabu (3/6/2020). Rapat berlangsung tertutup.
Besarnya kebutuhan anggaran tambahan untuk menjamin pilkada berbasis protokol Covid-19 dan belum tersedianya pos anggaran tersebut mendorong masyarakat sipil kembali meminta Pilkada 2020 ditunda hingga 2021.
Dalam rapat kemarin, Ketua KPU Arief Budiman memaparkan empat opsi tambahan anggaran dengan kondisi teknis berbeda, yakni kategori A dan B, dengan tiap kategori disertai opsi peralatan kesehatan lengkap dan peralatan dikurangi. Anggaran itu memerhitungan jumlah petugas di TPS yang mencapai 2,6 juta orang.
Untuk opsi pada kategori A, KPU membuat jumlah pemilih dalam tempat pemungutan suara (TPS) 800 orang, sehingga ada 253.929 TPS. Selain itu, untuk kategori A, pembentukan petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP) dilakukan berbasis TPS. Dalam kategori ini, bila pengadaan alat kesehatan dan protokol Covid-19 lengkap, estimasi biaya tambahan yang diperlukan Rp 3,5 triliun. Namun, untuk opsi kedua, bila alat protokol kesehatan Covid-19 tidak lengkap, biaya yang diperlukan Rp 2,5 triliun.
Untuk kategori B, KPU membuat jumlah pemilih setiap TPS 500 orang, sehingga ada 311.978 TPS. Adapun untuk pembentukan PPDP dilakukan berbasis rukun tetangga (RT). Untuk kategori ini, opsi pertama dibutuhkan Rp 5,6 triliun, sedangkan opsi kedua dengan pengurangan alat protokol kesehatan, kebutuhan tambahan anggaran Rp 4,5 triliun.
Sementara itu, dalam rapat kemarin, Ketua Bawaslu Abhan mengusulkan tiga opsi tambahan anggaran Bawaslu. Opsi pertama, Rp 279 miliar jika jumlah pemilih dalam satu TPS 800 orang. Opsi kedua Rp 290 miliar bila jumlah pemilih per TPS 500 orang. Opsi ketiga Rp 326 miliar jika jumlah pemilih per TPS 300 orang.
Dalam kesimpulan rapat disepakati jumlah pemilih dalam satu TPS maksimal 500 orang. Terkait penyesuaian kebutuhan tambahan barang atau anggaran, disepakati dipenuhi lewat sumber APBN dengan memerhatikan APBD tiap daerah. Hal ini akan dibahas pada rapat kerja gabungan Menteri Keuangan, Gugus Tugas Covid-19, Mendagri, Komisi II, dan KPU, Bawaslu, serta DKPP. KPU, Bawaslu, dan DKPP juga diminta merestrukturisasi kebutuhan anggaran di tiap tahapan.
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia yang dihubungi seusai rapat mengatakan, dari semua opsi yang disampaikan KPU, sebagian besar untuk pengadaan APD dan alat kesehatan dalam pemenuhan protokol Covid-19, seperti pengadaan hand sanitizer, baju APD, alat pengukur suhu, sarung tangan, hingga tinta semprot. Dalam kondisi tekanan ekonomi yang dialami negara, DPR berpandangan kebutuhan tersebut bisa diupayakan dalam bentuk barang, atau tidak harus berbentuk uang.
“Barang-barang untuk protokol kesehatan Covid-19 juga sedang dikonsolidasikan pemerintah, khususnya Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Jadi, kami anjurkan bentuknya barang saja,” katanya.
Menteri Keuangan
Doli mengatakan, pekan depan, selain rapat dengan penyelenggara pemilu dan Mendagri, pihaknya juga akan mengundang Menteri Keuangan, dan Gugus Tugas Covid-19. Rapat itu bertujuan memastikan jumlah anggaran dalam bentuk uang yang diperlukan penyelenggara dan bisa disediakan negara, serta bantuan dalam bentuk barang untuk memenuhi protokol kesehatan Covid-19 yang bisa dipenuhi oleh Gugus Tugas. Rapat juga akan membahas kapan distribusi barang itu bisa dilakukan, dan siapa yang bertanggung jawab atas pengadaan barang.
“Karena kami paham situasi fiskal negara kita tidak longgar-longgar amat. Semuanya dilakukan secara ketat. Maka mana yang bisa diefisienkan ya diefisienkan. Kedua, supaya penyelenggara fokus bicara teknis kepemiluan di pilkada ini, dan tidak lagi disibukkan pengadaan barang,” kata Doli.
Dihubungi terpisah, anggota KPU I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengatakan, opsi mana dari usulan tambahan anggaran kebutuhan yang bakal dipilih, masih tergantung hasil restrukturisasi anggaran pilkada dari APBD berdasarkan Naskah Perjanjian Hibah Daerah yang sebelumnya disepakati. Hal ini menyusul ada sebagian daerah yang diperkirakan masih bisa menambah kebutuhan anggaran tersebut untuk mengadopsi protokol kesehatan Covid-19.
Dalam rapat, Mendagri Tito Karnavian juga mengatakan akan mengadakan rapat dengan kepala daerah yang menyelenggarakan pilkada. Kemendagri juga telah memiliki data daerah mana yang dinilai masih mampu menyediakan tambahan anggaran untuk pilkada lanjutan. Menurut rencana, Mendagri akan rapat dengan kepala daerah, Jumat pekan depan.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Bahtiar menyampaikan, protokol kesehatan harus dipenuhi apabila pilkada tetap akan digelar di tengah pandemi. Ini menyangkut pemenuhan alat-alat kesehatan, dan penambahan TPS. Oleh karena itu, konsekuensi pembengkakan anggaran tak terelakkan.
Kemendagri, lanjut Bahtiar, mempertimbangkan penyiapan aturan terkait arahan realokasi anggaran daerah untuk penanganan Covid-19 di tahapan pilkada. Pemerintah pusat akan mempermudah proses revisi anggaran daerah sebelum tanggal 15 Juni. Namun, realokasi anggaran tidak bisa serta-merta dilakukan. Sebab, kekuatan fiskal daerah berbeda-beda.
Saat dihubungi terpisah, Ketua Bawaslu Abhan mengatakan, pihaknya lebih berharap ketersediaan protokol kesehatan Covid-19 itu dipenuhi pihak lain saja. Misalnya oleh Gugus Tugas covid-19. Hal itu dikarenakan waktu yang mendesak sehubungan dengan tahapan lanjutan yang akan dimulai lagi pada 15 Juni.
“Kalau toh sudah ada, misalnya, tanggal 10 (Juni) baru ada (anggaran), pengadaannya kapan,” ujar Abhan.
Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengatakan, dengan belum jelasnya kepastian anggaran dan sarana protokol kesehatan Covid-19, ada potensi penyelenggaraan pilkada tidak bisa disiapkan dengan baik. Hal ini dinilai akan menyulitkan penyelenggara, sekaligus menimbulkan masalah dalam pilkada.
Kalangan masyarakat sipil mendorong agar pilkada diundur tahun 2021. Sebelumnya, Komite I Dewan Perwakilan Daerah juga mendorong agar pilkada dilakukan tahun 2021.