Kampanye Rapat Umum Tak Dilarang, Sejumlah Syarat Harus Dipenuhi
Antisipasi penularan Covid-19 di setiap tahapan pilkada yang dirumuskan KPU telah disetujui pemerintah dan Komisi II DPR. Salah satunya, kampanye rapat umum hanya bisa digelar dengan sejumlah syarat.
Oleh
INGKI RINALDI/Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kampanye dalam bentuk rapat umum tidak dilarang sekalipun Pemilihan Kepala Daerah 2020 digelar di tengah pandemi Covid-19. Hanya saja ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi. Penyesuaian pada metode rapat umum ini jadi satu di antara sekian penyesuaian yang dilakukan penyelenggara pemilu dalam menggelar pemilihan di tengah pandemi.
Saat memaparkan Rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang Pilkada dalam Kondisi Bencana Non-alam Covid-19 dalam rapat dengan Komisi II DPR dan pemerintah di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (22/6/2020), Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, peserta pemilihan dapat melaksanakan metode kampanye dalam bentuk rapat umum.
Metode rapat umum itu diupayakan melalui media daring. Meski demikian, KPU tetap membuka ruang rapat umum digelar terbuka di lapangan. Hal ini dengan sejumlah syarat, di antaranya hanya dapat dilakukan di daerah pemilihan yang telah dinyatakan bebas Covid-19 oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 setempat dan peserta rapat umum paling banyak 40 persen dengan memperhatikan kapasitas ruang terbuka.
Selain itu, pelaksanaan rapat umum juga harus menerapkan protokol kesehatan pencegahan penyebaran Covid-19. Hal lainnya, wajib mematuhi ketentuan mengenai status penanganan Covid-19 pada daerah pemilihan setempat.
Adapun metode kampanye lainnya, seperti dalam bentuk kegiatan kebudayaan (pentas seni, konser musik, panen raya), olahraga (gerak jalan santai atau sepeda santai), perlombaan, dan kegiatan sosial (bazar, donor darah, atau hari ulang tahun), dilarang dalam rancangan PKPU tersebut.
”Kegiatan kebudayaan berupa pentas seni dan/atau konser musik dan perlombaan dikecualikan apabila dilakukan melalui media daring,” kata Arief.
Penyesuaian pada metode kampanye itu hanya beberapa di antara banyak penyesuaian lain yang dilakukan oleh KPU dalam menggelar pilkada di tengah pandemi. Penyesuaian lainnya seperti penerapan metode daring pada tahapan uji publik daftar pemilih sementara (DPS).
Bimbingan teknis oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS) kepada Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) juga dilakukan secara daring sekalipun pertemuan fisik dibolehkan jika secara daring tidak dimungkinkan.
Atas penyesuaian tahapan pilkada lanjutan dengan ancaman Covid-19 yang tertuang dalam rancangan PKPU tersebut, Komisi II DPR dan pemerintah memberikan persetujuan. Selanjutnya, sebelum diundangkan, rancangan PKPU harus melalui proses harmonisasi peraturan di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Segera diundangkan
Anggota KPU, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, saat dihubungi seusai rapat berharap harmonisasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia tidak memakan waktu lama. Rancangan PKPU diharapkan sudah diundangkan pekan ini juga. Selain karena tahapan pilkada lanjutan sudah dimulai pekan lalu, pada Rabu (24/6/2020), akan digelar tahapan verifikasi faktual dukungan pasangan bakal calon kepala/wakil kepala daerah dari jalur perseorangan.
Untuk mengantisipasi rancangan PKPU tak segera disahkan, menurut dia, KPU telah mengeluarkan surat edaran yang isinya juga mengatur hal-hal teknis penyelenggaraan setiap tahapan pilkada di tengah pandemi Covid-19.
Tidak hanya berharap regulasi pilkada di tengah pandemi segera diundangkan, KPU juga berharap tambahan anggaran pilkada yang telah disetujui pemerintah segera dikucurkan. KPU, menurutnya, sudah menyelesaikan revisi anggaran untuk seluruh satuan kerja seperti diminta pemerintah. Saat ini, tinggal menunggu verifikasi dari pemerintah.
”Mudah-mudahan setelah itu bisa dicairkan,” ujar Raka.
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Fritz Edward Siregar, menekankan pentingnya fungsi pengawasan Bawaslu tetap berjalan optimal di tengah banyaknya penyesuaian tahapan yang dibuat oleh KPU.
Ia mencontohkan saat kampanye dilakukan secara daring, penting bagi Bawaslu untuk dibukakan akses agar bisa memantau kegiatan kampanye di dunia maya tersebut. Menurut dia, hingga kini belum ada aturan yang mengatur hal itu.
”Kita belum ada (akses). Itu (akses kepada kampanye daring) salah satu cara untuk pengawasan,” katanya.
Padahal, potensi pelanggaran kampanye di dunia maya dinilainya besar. Sebagai contoh, iklan kampanye di media sosial. Jika regulasinya tidak ketat, iklan di media sosial bisa berlebihan dan hanya menguntungkan calon kepala/wakil kepala daerah yang memiliki modal.
Adapun peneliti di Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif, Muhammad Ihsan Maulana, mengingatkan implikasi serius jika Rancangan PKPU tentang Pilkada dalam Kondisi Bencana Nonalam Covid-19 tak kunjung diundangkan dan penyelenggara pemilu hanya berpatokan pada surat edaran KPU.
Saat tahapan verifikasi faktual dukungan bakal calon perseorangan, misalnya, dengan hanya bertumpu pada surat edaran maka hanya penyelenggara pemilu di bawah koordinasi KPU yang bakal tunduk dan terikat. Adapun bakal calon perseorangan ataupun pendukungnya yang akan diverifikasi serta pengawas pemilu, tidak akan terikat dengan SE tersebut.
”Jangan sampai nanti penyelenggara sudah mengikuti protokol kesehatan, tetapi pihak lain tidak mengikuti protokol kesehatan,” tambahnya.
Bahkan, imbuh Ihsan, jika ditemukan ada petugas verifikator yang tidak mengikuti protokol kesehatan, akan sulit ditindak.
Di tempat terpisah, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) Brigadir Jenderal (Pol) Awi Setiyono mengatakan, terkait dengan terbitnya Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2020 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Pilkada, Kepala Polri Jenderal (Pol) Idham Azis telah menerbitkan surat telegram nomor 307.
Surat telegram tersebut menjadi pedoman dalam pelaksanaan kegiatan pengamanan pilkada bagi jajaran kepolisian di daerah.
Awi menjelaskan, tiga perintah dari Kapolri kepada kepala satuan wilayah seperti tertuang dalam surat telegram adalah melakukan deteksi dini dan pengawasan. Kemudian, para kepala satuan wilayah diperintahkan untuk berkoordinasi dengan penyelenggara pilkada dan instansi terkait lainnya. Ketiga, mereka diminta segera menyusun rencana operasi sesuai karakteristik wilayah masing-masing.